Pembelajar Muda

De Rizky Kurniawan 11 Juli 2016

Pembelajar Muda

Sudah lebih dari satu bulan saya mendiami Desa Ampimoi, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua. Sebagai Pengajar Muda pertama yang ditempatkan di Kabupaten Kepulauan Yapen, saya memiliki kewajiban untuk melakukan pedekatan terhadap seluruh aspek masyarakat baik yang ada di kabupaten maupun yang ada di desa, baik orang dewasa maupun anak kecil sekalipun. Itu lah alasan mengapa saya tidak pernah absen mengikuti acara adat yang ada di desa, rapat pemerintah desa, bahkan acara ibu-ibu PKK sekalipun.

Dalam mendekati anak-anak tentu tidak bisa dilakukan hanya dengan menghadiri acara-acara untuk orang dewasa, saya perlu melebur dalam berbagai kegiatan yang biasa dilakukan oleh anak-anak seperti bermain sarung benteng, bermain pecah kaleng (melempar kaleng dengan batu dari jarak tertentu), molo (menombak ikan di lautan), hingga menonton 7 Manusia Harimau (yang mana hanya bisa dilakukan ketika hari sedang terik, karena sumber listrik Desa Ampimoi didapat dari Solar Cell). Anak-anak di sini sangat senang sekali ketika saya ajari trik-trik sederhana seperti bagaimana membentuk tangan seperti kepiting, bagaimana melipat lidah, atau bagaimana menggoyangkan pulpen sehingga terlihat lentur. Yang membuat saya tidak pernah bosan mengajari mereka trik-trik sederhana adalah apresiasi yang sangat mudah mereka berikan kepada saya. Ketika trik baru sudah mereka kuasai, mereka selalu mendatangi saya dan berkata “Pak Guru Kumis Panjang, lihat sa punya tangan su bisa seperti Pak Guru.” (FYI: di sini anak-anak biasa memanggil saya dengan sebutan Pak Guru Kumis Panjang).

Pada hari jumat yang sangat terik, saya mendatangi Habibi, Owen, Jeskel, Alpha, Dion, dan Philleps yang sedang bermain tebak karet di teras rumah yang saya huni, dalam permainan tebak karet anak-anak wajib menebak jumlah karet yang disembunyikan dalam genggaman tangan teman sepermainannya, apabila tebakannya betul maka anak tersebut berhak mendapatkan karet dalam jumlah tertentu. Melihat mereka sedang bermain karet, saya terdorong untuk meminjam karet mereka dan menarik-narik karet tersebut sehingga menyerupai benda-benda tertentu seperti robot dan rumah. Seperti biasa mereka memberi apresiasi dan mulai belajar meniru apa yang telah saya lakukan. Tidak butuh lama untuk meniru bentuk-bentuk karet yang sebelumnya saya tunjukkan kepada mereka.

Tidak lama kemudian Owen, anak murid sekaligus teman sekamar saya yang diberi anugerah oleh Tuhan untuk memperhatikan orang lain dengan baik tanpa perlu berbicara ataupun mendengarkan, memberi isyarat kepada saya untuk memperhatikan apa yang dia akan lakukan dengan karet-karet yang ia pegang. Ternyata dia membuat bentuk jaring laba-laba menggunakan karet-karet tersebut, lalu saya mencoba meniru apa yang owen lakukan tetapi beberapa kali mencoba namun tidak berhasil. Lalu Owen menepuk saya dan memberi isyarat yang tidak saya mngerti, lalu Jeskel memberi tahu bawa maksud dari isyarat tersebut adalah “Pak Guru, sini sa ajarkan membuat jaring laba-laba”. Di momen itu saya menyadari bahwa saya datang ke Desa Ampimoi ini tidak hanya sebagai Pengajar Muda tetapi juga sebagai Pembelajar Muda, dan setiap orang dengan segala keistimewaannya bisa menjadi seorang Pengajar.

"Dengan segala kesombongan yang ada di dalam diri, sempat terbesit dalam pikiran bahwa saya datang ke Ampimoi sebagai seorang pengajar yang akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik, ternyata saya juga datang sebagai seorang pembelajar untuk menjemput perubahan, bukan untuk Desa Ampimoi melainkan untuk saya."


Cerita Lainnya

Lihat Semua