Hari Tersendu

Daniel Naek Chrisendo 29 Oktober 2012

Hari-hari terakhir di Tulang Bawang Barat ini merupakan hari yang sangat berat dan menyedihkan untuk saya. Sebentar lagi saya akan pulang meninggalkan desa Indraloka di Tulang Bawang Barat menuju Jakarta. Sungguh sendu rasanya. Alampun turut mendukung. Setiap siang tidak ada lagi kecerahan, yang ada hanya langit gelap mendung di awal musim hujan disertai butiran air yang jatuh yang rasanya turut menangisi hari-hari terakhir saya di sini.

Di hari terakhir saya mengajar, murid-murid menuliskan kalimat-kalimat sederhana dalam surat perpisahan yang membuat saya semakin berkaca-kaca. Mereka mulai menangis, tapi saya harus selalu ceria dan berusaha menghibur mereka. Kalau saya, menangisnya nanti saja kalau sudah sampai di kamar, seorang diri.

Maisin, 11 tahun, menuliskan bahwa saya adalah alasan mengapa dia giat belajar.

Juned, 10 tahun, meminta maaf karena nilai-nilai ulangannya tidak pernah memuaskan dan pasti membuat saya menjadi kesal. Nilai tertingginya adalah 56, dan itu ia persembahkan untuk saya.

Ego, 10 tahun, berharap agar saya bisa masuk TV, jadi walaupun saya dan dia jauh, dia tetap bisa melihat saya yang sehat. Dia meminta saya mendoakan dia yang ingin menjadi penyanyi. Ego sangat berterima kasih karena saya mengajari dia menyanyi, bermain angklung, dan bermain pianika.

Ega, 9 tahun, senang karena saya mengajarkan cara membangun tenda dalam latihan Pramuka.

Halimah dan Laras, senang mendengar cerita saya tentang Laskar Pelangi dan tentang Negara-negara lain. Mereka merasa pernah berjalan-jalan ke negara-negara tersebut melalui cerita-cerita saya.

Tomi, 9 tahun, berterima kasih karena saya tidak berputus asa mengajar di kelasnya yang menurutnya banyak murid-murid nakalnya.

Lifa, 9 tahun, berharap suatu saat nanti bisa jadi orang sukses, bisa ke Jakarta, dan bertemu saya disana. Lifa akan terus mengingat saya ketika ia belajar.

Dewi, 10 tahun, berterima kasih karena saya sudah menjadi sumber kekuatan bagi Dewi di saat ia sedih.

Semua mendoakan yang terbaik untuk saya, senang karena saya sering membuat mereka tertawa, takut kalau saya lagi galak, dan semua berharap agar saya tidak pernah melupakan mereka.

Bagaimana mungkin saya bisa melupakan mereka? Mereka adalah sumber kebahagiaan saya selama satu tahun terakhir.

Suatu hari saya berkunjung ke rumah seorang siswa. Siswa tersebut berhasil menjadi juara II Olimpiade Sains Kuark tingkat Kabupaten. Saya berkunjung dengan tujuan memberikan piagam penghargaan kepada siswa tersebut dan orang tuanya. Kemudian saya berbincang-bincang dengan orang tuanya, Pak Yatno, beliau berkata “Apa Bapak tidak menghadapi masalah selama bertugas disini?”

Jawab saya “Banyak Pak. Bahkan terkadang saya merasa apa yang saya lakukan sepertinya gagal, dan bertanya-tanya apa saya ada gunanya disini?”

Respon Pak Yatno benar-benar membuat saya hamper menangis

“Saya tidak tahu, mungkin saja menurut orang lain Bapak ini gagal. Tapi tidak untuk keluarga kami. Setiap kali kami melihat piagam ini, kami akan selalu ingat bahwa di desa ini pernah ada seorang guru bernama Pak Daniel yang berhasil menemukan yang terbaik dari anak-anak kami”


Cerita Lainnya

Lihat Semua