Saatnya berburu ilmu dengan buku dan pena!

Corry Yanti Manullang 21 April 2014

Bondan lahir tanggal 20 Februari 2002 dengan keadaan tuna rungu. Sesungguhnya nama resminya adalah Yusak Pattipi. Nama panggilannya seketika berganti menjadi Bondan kala artis "Bondan Prakoso" muncul di tv dan telah menarik perhatian ayah Yusak. Itu memang sudah menjadi hal yang lumrah di kampung kami. oh ya, kakaknya Bondan, Elsi yang sudah tumbuh dewasa menjadi seorang gadis cantik juga menyandang tuna yang sama. Aku tidak tahu apakah ini semacam keturunan atau keanehan DNA, tetapi kedua orangtua Bondan adalah pasangan yang sempurna.

Bagi masyarakat Siboru di provinsi Papua Barat adalah suatu kewajaran bagi seseorang yang berkebutuhan khusus tidak masuk sekolah. Hal ini mungkin juga didukung dengan belum tersedianya sekolah berkebutuhan khusus di kabupaten ini. Itulah mungkin sebabnya kenapa hingga umur 13 tahun Bondan masih saja belum memakai seragam sekolah. Namun, meskipun tidak bersekolah dengan baju seragam, dia sudah terbiasa sekolah di hutan. Ayah Bondan selalu mengajak Bondan berburu. Anak kesayangan ayahnya ini sangat lincah berburu loh!

Bondan juga banyak teman. Hampir semua anak laki-laki di sekolahku adalah sohibnya bermain. Mereka biasanya mendayung-dayung, bermain air tabongkar, molo-molo (red : menyelam) di sekitar pantai untuk sekedar bermain ataupun mencari ikan..

Tatkala teman-temannya berangkat ke sekolah, Bondan juga ikut pergi ke pekarangan sekolah. Hari-hari pertama menginjakkan kaki di sekolah ini aku terbiasa main kucing-kucingan di sekolah. Ketika kami sedang apel dan ibadah pagi atau sekedar bermain di halaman sekolah, Bondan selalu hadir di balik tembok dengan senyumnya. Ketika akan kuajak bermain bersama, dia lari dan aku mengejarnya. Ya begitulah, bermain kucing-kucingan dengan seorang anak papua yang pandai berburu. Tentu saja aku selalu kalah!

Melihat intensitas kehadiran Bondan di sekolah saat kami apel pagi, tersirat pikiran untuk menganilisis temuan ini dengan analisis huru hara. Ya muncul hipotesis bahwa sebenarnya Bondan ingin sekolah! Dan tentu saja ini harus diakomodasikan. Lalu mulailah terjadi lobi sana-sini. Lobi pertama adalah sekolah, dan sangat puji Tuhan, pendapat seorang pengajar muda saat itu bak pendapat maha guru. Mendapat lampu hijau dari sekolah, sepulang sekolah aku langsung mencari orangtua Bondan. Di sebuah acara masak-masak ibu, kutemuilah sang ibu yang sedang sibuk memasak sambil mengunyah sirih pinangnya. Dengan mengadopsi ilmu me-lobby yang aku dapatkan di camp pengajar muda, aksi lobi melobi siang itu berjalan lancar. Syukurlah, orangtua Bondan sangat mendukung Bondan bersekolah. Bahkan perbincangan sore itu kami teruskan dengan persiapan Bondan sekolah. kami sepakat Bondan akan masuk sekolah setelah semua persiapan baju, tas dan sepatu semua oke.

Seminggu kemudian.. Senin pagi yang cerah, 19 agustus 2013 menjadi hari bersejarah buat Bondan. Hari ini adalah hari pertama kami stop main kucing-kucingan, pagi itu aku melihat Bondan berbaris di barisan dengan tegak. Wajahnya tetap bersinar, meskipun tak ada senyum di wajahnya, dia begitu serius menerima arahan dari ibu guru pagi itu. Dalam hatiku aku berbisik haru : selamat pagi anakku, selamat datang di jendela baru. Dapatkanlah yang terbaik dari sekolah ini. Ibu sungguh bahagia hari ini.

Sebagai pengajar di SD YPK Siboru, sebenarnya kami tidak begitu percaya diri dengan metode belajar yang paling pas untuk Bondan. Pengalaman dan pengetahuan nol besar dalam pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus membuat perjalanan ini seperti meraba-raba. Tetapi satu hal keyakinan dalam hati, ketika semua ini diawali dengan niat yang baik, tidak ada yang terjadi sia-sia. Semua punya tujuan, sekalipun Bondan harus menerima pelajaran sama seperti anak-anak normal, pasti ada hikmah, akan ada sesuatu yang baik yang terekam dalam memori panjang Bondan.

Dan sesuatu yang baik itu telah tumbuh.. Sembilan bulan berlalu, hipotesisku benar.. keinginan Bondan untuk sekolah memang sangat tinggi. Bondan juga sangat mematuhi peraturan sekolah seperti jam masuk sekolah 7.30, memakai seragam dan sepatu. Setiap kali ada arahan dari guru setiap pagi atau guru yang mengajar di kelas, Bondan akan diam mendengarkan. Matanya memperhatikan komat kamit mulut sang guru. Dengan begitulah dia mengerti arahan dari guru. Ternyata memang Bondan telah belajar mengerti komunikasi orang normal dari gerak mulut lawan bicaranya, sehingga orang lain tak perlu repot untuk menggunakan bahasa isyarat. Dan ini sangat memudahkan bagi kami sebagai guru Bondan.

Peningkatan prestasi yang mengagumkan juga ditunjukkan oleh Bondan... Bondan sudah mengerti perhitungan penjumlahan dan pengurangan sederhana. Bondan juga sudah bisa menulis, tulisannya sangat rapi. Sejak triwulan pertama Bondan sudah dapat menulis namanya sendiri. Dia juga mengerti bahwa nama resminya adalah Yusak, bukan Bondan. Tak berlebihan memang, dia adalah bintang. Bahkan dia adalah bintang yang paling bersinar. Inilah salah satu kebahagiaan seorang guru, ketika anak didikmu memberikan sesuatu yang melebihi ekspektasimu.


Cerita Lainnya

Lihat Semua