Belish sebagai simbol kesiapan.
Citra Dita Maharsi Suaidy 15 Juni 2012Saat itu sore hari. Aku tidak ingat kenapa sore hari bisa aku habiskan di rumah. Biasanya sore hari aku ada di sekolah belajar pecahan, bilangan bulat, adaptasi pada burung elang dengan anak-anakku. Sore itu aku habiskan dengan duduk santai dengan keluarga angkatku. Kakak, adik-adikku, dan beberapa anak tetangga. Kami duduk santai di depan pintu rumah bercerita tentang pengalaman menarik kami hari itu.
Di depan rumah ada truk besar berhenti hendak membeli kemudian mengangkut sapi. Di depan rumah kami ada satu kandang sapi digunakan bersama bapak angkatku dan beberapa tetanggaku. Pembeli berasal dari daerah Ti. Daerah tetangga berjarak 20 menit naik kendaraan bermotor dari tempatku. Mereka datang ke daerah kami membeli sapi untuk keperluan pesta. Iya, pesta.
Di Jawa, asalku, pesta adalah gedung besar megah, band modern populer, gaun indah dan tuxedo. Pesta di Jawa adalah pesta pernikahan, pesta ulang tahun. Di Rote, pesta di sini adalah istilah untuk segala jenis perayaan peristiwa penting. Pesta ulang tahun, pesta pernikahan, pesta kelahiran, pesta kelulusan, pesta lepas dari penjara, pesta kesembuhan, bahkan pesta kematian. Setiap kegiatan berkumpul, makan bersama merayakan peristiwa penting dinamai pesta. Tidak ada gedung besar di desaku. Belum pernah aku temui Peter Pan, ST 12, Wali tampil sebagai pengisi acara di desaku. Undangan selalu berpakaian rapi, tapi gaun dan tuxedo hanya dijumpai pada mempelai di pesta pernikahan. Terpal-terpal dipasang sebagai atap tempat pesta berlangsung. Kursi plastik ditata diperuntukkan undangan. Alat musik gong disediakan untuk mengiringi tari-tarian. Tari Voti, tari Lendo-Lendo. Mereka menari sebagai perayaan kegembiraan, juga menari untuk menghilangkan duka.
Meski bukan gedung megah dan tidak ada band populer, tidak lantas pesta di sini adalah pesta murahan. Pesta murahan berbudget rendah. Masyarakat di sini sangat menyukai daging. Pesta perayaan apapun minimal ada satu hewan ternak, sapi, kambing, atau babi yang disembelih. Beberapa tempat meyakini, belum bisa dijuduli pesta jika belum menyembelih babi. Bukan pesta jika tidak ada babi. Satu babi harganya berkisar 800ribu-1 juta. 1 juta minimal harus tersedia jika akan mengadakan pesta. Lapisan masyarakat apapun penyelenggara pesta selalu menyediakan daging. Petani, peternak, pengrajin periuk, petani gula air, hingga guru, pegawai PNS.
Pi makan daging (Pergi untuk makan daging) adalah istilah untuk pergi ke suatu acara menghadiri undangan pesta. Kemarin baru saja aku menghadiri pesta syukuran kembalinya anak tetangga dari kuliah di pulau Jawa. 3 kambing satu sapi dan beberapa ayam disembelih di acara tersebut.
Sapi pesanan orang Ti di atas truk tadi akan berubah menjadi rendang beberapa jam mendatang.
Aku dan keluargaku masih duduk santai di depan rumah. Beberapa lelaki di depan rumah pembeli sapi meilhatku dan berbisik-bisik dengan bapak angkatku.
Menurut teman-temanku sesama pengajar muda karakteristik wajahku sangat diminati orang Rote. Terbukti beberapa tukang ojek, pemuda-pemuda pengangguran desa pernah sms iseng kepadaku.
“Tipe wajahmu sangat disukai lelaki Rote.”
Dengan seringai tajam mereka menekankan pada frase lelaki Rote. Yeee.. ga rela banget mengakui kecantikanku disukai semua lelaki lintas daerah, lintas budaya. :P
Dari bapak angkatku, kuketahui beberapa lelaki tadi telah “memintaku”lewat bapakku. Mereka kemudian keder dengan belish (mas kawin) yang dipatok bapak atas diriku. Bapak angkatku adalah seorang maneleo (kepala suku) penjaga adat. Belish dipakai untuk menunjukkan kesiapan lelaki dalam berumah tangga. Bentuk kesiapan dalam hal finansial. Aku yang sarjana nan jelita ini dihargai 50 Ma’i oleh bapak. 1 Ma’i seharga 5 juta. Lelaki yang menginginkanku harus menyediakan 250 juta untuk meminangku. 250 juta ini nanti akan kubagi-bagikan kepada anggota keluarga.
Tidak semua anggota keluarga mendapat bagian. Mama mendapatkan bagian atas air susu yang telah diberikan kepadaku. Bapakku karena membesarkanku. Kakek karena telah membesarkan bapakku. Juga, To’o (pakdhe) dari mamaku sebagai orang yang dihormati di keluarga. Di sini, To’o menempati posisi sangat penting di keluarga. To’o dianggap sebagai pembuka jalan, pionir paling berjasa di keluarga.
Pendapatan Asli Daerah Rote sendiri berada pada kisaran 300 ribu per bulan. Tapi ada Tu’u. Tu’u adalah kegiatan kumpul uang keluarga dan sahabat untuk menutupi kekurangan biaya pernikahan, baik belish, maupun resepsinya. Rote memang tidak akan mengijinkan lelaki tanpa kerja keras mendapatkan seorang wanita untuk diperistri.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda