Guru-guru kecil-ku

Casim 29 Juni 2015

Menjadi Pengajar Muda adalah sebuah keputusan yang cukup menantang, namun ternyata skenario kehidupan selama menjalani hari-hari menjadi Pengajar Muda disebuah talang lebih menantang. Banyak hal yang saya alami dan saya lewati dengan belajar memaknai setiap peristiwa, begitupun makna kehidupan yang saya dapatkan dari mereka (guru-guru kecilku ) murid-muridku.

Teringat sebuah pesan:

“Siapkan hati karena kalian akan sering mengalami jatuh hati”

Dan ternyata benar saya mengalaminya berkali-kali bahkan hampir setiap hari. Kali ini saya jatuh hati pada murid saya bernama Dina, dia duduk di kelas5, Dina si guru kecilku yang menunjukkan saya sebuah makna kehidupan mengenai kesederhanaan. Dina berangkat sekolah dengan beralaskan sandal lusuhnya dan menjinjing tas berisikan buku dan pena yang dia gunakan untuk merekam pelajaran yang ia dapat di sekolahan setiap harinya.

Dengan semangat penuh senyum dina harus berjalan melawan gagahnya panas matahari dan jahatnya jalanan tanah merah yang harus dilalui selama kurang lebih 1 jam untuk menuju sebuah gedung bernama sekolah yang selalu memberikan pengetahuan dan cerita baru bagi Dina. Penampilan dina yang sederhana tidak mengurangi semangat dina untuk terus bisa menorehkan tinta cita-citanya dan merangkai mimpinya, Dina yang selalu memakai bando di rambutnya tidak pernah merasa malu meskipun dia tidak seberuntung teman-temannya yang lain.

Kehidupan memaksa Dina mengalami pendewasaan dini, terkadang harus bolos sekolah karena harus ikut nakok (menyadap getah karet), tak jarang dina pun kehilangan waktu bermainnya karena harus membantu orang tuanya di kebun dan menjaga adiknya.

Guru kecilku berikutnya adalah Rahman, anak laki-laki yang duduk di kelas 6 ini harus menjalani hari-harinya tanpa sentuhan kasih sayang orang tuanya. Saat ini Rahman tinggal bersama kakak dan bude-nya, orang tuanya telah meninggal sewaktu dia kecil. Tak jarang Rahman harus bolos sekolah untuk membantu bude-nya nakok di kebun milik bude-nya.

Hal istimewa yang dimiliki Rahman adalah “Leadership”. Kemampuan leadership Rahman lebih menonjol dibanding kawan-kawan seusianya, membuat rahman selalu ditunjuk untuk memimpin kelompok. Sang pemimpin cilik ini memberikan pelajaran dimana dia harus bertahan hidup dengan keadaan apapun tanpa ada tempat untuk bersandar bahkan untuk mendapatkan peluk kasih sayang orang tuanya pun hanya bisa didapatkan dalam mimpinya. Ketangguhan Rahman untuk terus berjuang menorehkan tinta cita-citanya tak pernah surut membentuk dia menjadi pribadi yang mandiri. Pemimpin cilik ini mengingatkan saya akan sebuah filosofi anak kerang yang mampu merubah pasir menjadi mutiara.

Begitu halnya dengan kondisi yang dihadapi rahman, diusianya yang masih terbilang kanak-kanak dia harus kehilangan kasih sayang orang tuanya dan harus berjuang sendirian, tidak ada orang yang bisa dijadikan tempat bermanja, tidak ada tempat bagi rahman untuk menadahkan tangan meminta uang jajan. Namun semua itu membentuk Rahman menjadi anak yang mampu berdiri sendiri dan punya mental yang kuat.

Guru kecilku berikutnya adalah Neli, gadis cerewet dan pemberani ini memiliki rasa penasaran yang cukup besar. Neli akan selalu punya pertanyaan untuk sesuatu hal yang baru baginya. Rasa ingin tahu akan sesuatu yang baru membuat Neli lebih cerdas dibandingkan dengan teman-temanya, gadis cilik yang duduk di kelas 5 ini memiliki ciri khas yaitu rambut yang selalu dikepang. Neli berasal dari keluarga sederhana, dia punya cita-cita mulia yaitu menjadi seorang guru seperti guru Indonesia Mengajar.

“Aku ingin menjadi guru Pak seperti Pak Guru, karena dengan menjadi guru kita bisa membuat orang lain menjadi pintar”.

Begitu banyak pelajaran hidup yang saya dapatkan dari mereka guru-guru kecilku.

“Terimakasih Murid-muridku atas pelajaran hidup mu,  kalian luar biasa, bersyukur bisa mengenal kalian, kalian adalah guru-guru kecilku yang memberikan pelajaran-pelajaran besar


Cerita Lainnya

Lihat Semua