Lawan Johan itu bernama kesempatan

Billy David Nerotumilena 18 Agustus 2012

Senja tadi, KMP Egron berlabuh di Dermaga Desa Adodo Molu, setelah hampir sebulan tidak menyinggahi kecamatan, entah karena faktor cuaca, bahan bakar ataupun faktor lainnya. Saat itu aku dan beberapa warga desa sedang menikmati pertandingan sengitku memperebutkan bola di pantai yang sedang meti (surut). Tidak ada yang sesuatu yang menarik ketika melihat penumpang yang naik dan turun untuk berlabuh di Dermaga apa adanya, karena jauh dari kata rampung, untuk pengerjaan penyelesaiannya.

Hari mulai gelap, kami pun bergegas pulang, karena menurut informasi warga, ada tamu yang berkunjung dari Saumlaki. Ternyata benar, di rumah sudah menunggu dua orang lelaki setengah baya dan seorang pemuda. Tidak ada yang spesial juga, namun kehadiran mereka nantinya akan  menjadi gerbang aksesibilitas kami, karena mereka merupakan petugas yang akan melakukan servis terhadap akses internet di Kecamatan kami yang mendapatkan program hibah PLIK.

“Syukurlah, semoga proses perbaikan ini tidak menemui kendala apapun, semoga internet dapat segera dipergunakan” gumamku kepada Pak Camat.

Bergegaslah kami menuju salah satu ruangan di SDK Adodo Molu, tempatku mengabdi, yang digunakan sebagai ruang TIK dari Kecamatan Molu Maru. Dengan diterangi temaram pelita dan lampu tenaga surya yang diberikan seorang wanita, mereka, lebih tepatnya pemuda itu mulai bekerja dengan tekun mengamati dan menangani komputer server di ruangan itu dengan bantuan laptop ACER miliknya. Melihat caranya bekerja, bersentuhan dengan peranti lunak, perintah dan tampilan, yang aku sendiri tidak tahu itu apa, aku mulai terkagum dan melihat ada yang menarik dari pemuda ini. Namun aku putuskan, tidak mengajaknya berinteraksi dan membiarkan dia bergumul dengan pekerjaannya itu. Saat itu, aku berpikir anak ini merupakan anak yang sangat berbakat, lulusan sekolah atau perguruan tinggi terkemuka.

Sembilan puluh menit waktu berlalu, akhirnya selesai sudah pekerjaannya dan internet bisa kembali berfungsi sebagaimana mestinya.Kami pun pulang, makan bersama dan berbincang dengan orang-orang tadi. Dari perbincangan inilah, aku mendapatkan sesuatu yang menarik.

Ternyata aku salah!! Apa yang aku pikirkan tentang latar belakang pemuda tadi, semuanya bertolak belakang. Namanya Johan Samangun. Anak kedua dari empat bersaudara, pemuda Ambon. Kami berkenalan, dan pernyataan pertamanya yang membuatku ternganga.

“Saya tidak pantas bersalaman bahkan berkenalan dengan kakak, kakak orang yang hebat, sedangkan saya ini siapa”, katanya kepadaku.

Mungkin ini merupakan suatu omong kosong, atau mungkin pernyataan yang biasa, tapi dari sini aku bisa melihat dan merasakan kerendah hatian seorang pemuda, dengan pernyataannya yang tulus.

Beberapa pertanyaan aku tanyakan untuk memulai percakapan di bilik bambu tempat belajar anak-anak, ternyata dia mulai berani untuk memperkenalkan dirinya dan menceritakan tentang dirinya.

“Saya ini hanya lulusan SMK, tidak pernah mengikuti kursus ataupun pelatihan untuk menjadi teknisi seperti sekarang ini, semua ini saya lakukan secara otodidak”, katanya kepadaku, ketika aku tanyakan tentang latar belakang pendidikannya.

“Hah!!!”, aku terheran, dengan apa yang dilakukan seperti tadi, bahkan bisa lebih dari itu, ternyata dia baru menamatkan pendidikan tingkat atasnya. Bahkan belum genap setahun dia tamat sekolah. Menurut sudut pandangku, dengan bekal pendidikan otodidaknya, latar belakang pendidikannya, dan juga kemampuannya di bidang IT seperti yang aku lihat tadi, itu sangat luar biasa.

“Saya belajar secara otodidak dari kelas 1 SMP, saya tertarik dengan bidang multimedia, karena saya menyukai animasi, tertarik dan ingin membuat sama seperti yang saya lihat”, tuturnya.

“Dulu, ketika saya SMP, ketika saya sudah bisa menyimpan file dalam CD, saya membakar lagu-lagu hasil download, ke piringan CD dan saya menjualnya pada teman-teman. Saat itu, penghasilan saya bisa mencapai dua ratus ribu perbulan. Saya gunakan uang itu untuk keperluan sekolah dan juga uang saku, tanpa saya menyusahkan orang tua saya”, katanya juga kepadaku.

 “Tapi, ketika kelas 3 SMP, saya dilarang lagi oelh orang tua saya, karena mereka menganggap pekerjaanku ini menyita waktu belajarku. Aku patuh, tidak kulanjutkan lagi pekerjaanku ini meskipun dengan berat hati. Karena menurut saya dengan modal Rp 3.000, saya bisa ngenet dari siang sepulang sekolah sampai malam hari, ini juga karena saya bisa meng-hack billing warnet”, lanjut pengakuannya.

Terlepas dari legalitas semua proses yang sudah dilakukannya, dia melakukan sesuatu dengan tujuan mulia. Johan memiliki kemauan belajar yang tinggi, belajar dari apa yang dia suka. Belajar untuk hidup secara mandiri pula. Selain berbakat, karena mengingat usianya saat itu masih sangat muda untuk menguasai kompetensi di bidang multimedia, Johan juga merupakan anak yang berbakti kepada orang tua. Suatu hal yang sudah jarang ditemui pada generasi muda sekarang.

Sesudah menamatkan pendidikannya di SMP, dengan persetujuan orang tuanya, Johan melanjutkan pendidikan di salah SMK Negeri Ambon, dengan jurusan multimedia, seperti apa yang dia impikan. Ternyata ini bukan pilihan yang salah, sejak memasuki jenjang pendidikan tingkat atas ini kompetensi di bidang multimedia semakin bertambah, wawasan dan pengetahuannya semakin luas, namun tetap saja otodidak, menjadi porsi besar pembelajarannya. Hingga suatu kali, ia mendapatkan kesempatan tak terduga untuk menjadi delegasi siswa dari Provinsi Maluku, untuk mengikuti Lomba Keterampilan Siswa tingkat nasional. Kesempatan ini merupakan kesempatan tak terduga, karena pada waktu Johan kelas 1, lomba ini ditunda, dan dia masih belum dipercaya karena dia masih kelas 1, tapi ternyata lomba ini diundur hingga 2 tahun, sehingga pada kelas 3, ia dipercaya sebagai siswa yang berkompetensi di bidang web design, dan bergabung dengan siswa dari sekolah lainnya dengan kompetensi yang berbeda menjadi kontingen dari Provinsi Maluku.

Memang saat itu, kontingen ini tidak berhasil mendapatkan juara. Namun, setidaknya mereka termasuk Johan mendapatkan kesempatan untuk berkompetisi, mendapatkan relasi baru dan juga mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru, apalagi saat itu ia juga untuk pertama kalinya menjejakkan kaki di Kota Jakarta, yang selama ini hanya bisa dilihatnya dari layar televisi.

Cerita belum usai, masih ada hal menarik dari Johan.

“Saya ingin melanjutkan kuliah di ITB Kak, saya ingin belajar lagi mengenai multimedia. Tapi orang tua saya tidak bisa untuk membiayai kuliah saya, sehingga saya memutuskan untuk bekerja, yang nantinya penghasilan selain untuk membantu orang tua, akan saya gunakan juga untuk modal kuliah. Laptop ACER ini juga merupakan buah hasil kerja keras saya sendiri selama beberapa bulan ini, meskipun masih kredit”, pengakuannya dengan polos.

“Oiya Kak, kakak tahu apa yang saya rasakan pertama kali menginjakkan kaki, mengamati dan melihat tempat ini? Saya menangis dalam hati. Saya merasa sangat iba dengan masyarakat disini yang jauh dari peradaban, kemajuan teknologi apalagi informasi komunikasi. Dan seketika itu juga saya merasa, saya juga merupakan salah satu bagian dari mereka. Sehingga saya berjanji ketika saya mendapatkan kesempatan, saya juga ingin mengabdi, tidak jauh beda dengan apa yang kakak lakukan, tapi mungkin saya khususkan pada bidang multimedia. Saya ingin melakukan sesuatu untuk orang lain dari apa yang saya bisa. Saya ingin melihat masyarakat Maluku, tidak tertinggal dari orangt lainnya”, katanya dengan tatapan mata penuh kesungguhan.

Seketika itu, aku terhenyak. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku baru saja mendengar perkataan luar biasa dari orang hebat yang berbicara di depanku. Perkataan yang tidak lazim diucapkan anak seusianya, perkataan dengan penuh ketulusan dan kesungguhan. Ada sebuah tujuan dan harapan mulia dari Johan, bukan untuk dirinya saja, untuk orang tuanya bahkan untuk orang lain. Sungguh, pemuda ini adalah mutiara, pemuda pekerja keras, memiliki kepribadian menawan dengan kerendah hatian.

Tidak terasa sudah dini hari. Beberapa percakapan yang aku catat ini, hanya sebagian yang terekam baik dalam ingatanku. Dini hari ketika KMP Egron, akan melanjutkan perjalanannya lagi, kami akhiri perbincangan diakhiri dengan berjabat tangan dengan Johan.

“Perbincangan malam ini sangat menginspirasi, aku belajar banyak hal darimu”, kataku pada Johan.

Malam ini aku belajar tentang kesempatan. Kesempatan itu datang tidak untuk semua orang. Kesempatan itu sulit ditemukan untuk orang seperti Johan, penduduk Maluku, ataupun penduduk lainnya di Indonesia yang tidak menerima segala sesuatu dengan porsi sebagaimana mestinya. Perekonomian, aksesibilitas, teknologi, komunikasi, informasi, pembangunan, bahkan pendidikan. Jadi sudah selayaknya kita patut bersyukur dengan semua kesempatan yang kita dapatkan, karena tidak semua orang mendapatkan seperti apa yang kita dapatkan. Aku percaya bahwa orang seperti Johan bisa menciptakan kesempatan, karena kesempatan ketika bertemu dengan kesiapan akan menghasilkan sebuah keberhasilan. Terima kasih Johan, doaku selalu menyertaimu.

Adodo Molu, 3 Agustus 2012, 04.12 WIT.

Salam hangat dari Maluku Tenggara Barat.


Cerita Lainnya

Lihat Semua