Meredefinisikan Bahagia

Beryl Masdiary 7 Oktober 2011

Tengah hari lainnya dalam perjalanan kelas jauh di kaki gunung, hari itu biasa saja. ombak masih beriak tenang, langit cerah, hamparan kebun jambu mete sunyi. Tanjakan ekstrim menggaungkan satu suara di kepalaku. "Indonesia, aku mencintaimu dengan segala yang diperbuat orang-orangmu. Izinkan aku berbuat sesuatu, biar kecil, untukmu. Aku sudah mohon izin dengan Pencipta dan Pemilikmu. Marilah bekerja bersama."  Kemudian kutemukan banyak sekali definisi bahagia di tanah baru ini.

Bahagia adalah saat kau mendengar seorang anak muridmu menyanyikan lagu A-B-C-D  sambil menggendong adiknya yang tertawa-tawa. Bahagia adalah saat merka berusaha bilang “Bu, ada ten guava!, saya pakai baju yellow! Atau, bu, mari kita eat mango!”. Juga saat mereka dengan ceria menyapa turis dan berterima kasih jika dibagi permen. Bahagia adalah saat anak-anak yang tadinya menatap asing padamu kini tersenyum dan bercerita apa saja denganmu. Bahagia adalah saat mereka berlarian memanggil namamu dari pintu gerbang sekolah setelah tadinya mereka lari ketika kau dekati.

Bahagia adalah saat mereka kini menulis lebih cepat, menggambar lebih luwes, menyanyi lebih nyaring, meminta soal tambahan, dan membaca dengan lancar. Bahagia juga kau rasakan ketika ada anak yang tadinya selalu malas sekolah dan selalu menunduk jika di kelas, kini selalu bersemangat dan menjadi juru damai di antara teman-temannya. Bahagia adalah saat mereka dengan sigap dan ringan tangan membersihkan kelas, lalu berebutan menata buku-buku dan spidol kau. Bahagia, jika anak-anakmu yang tadinya ribut di halaman sekolah, lalu jatuh, lalu kau obati, lalu mereka berlarian pulang dan kembali dengan nangka, jambu, mangga, bidara dan keripik ubi.

Bahagia adalah di saat mereka menuliskan cerita dan membuat gambar “aku sayang ibu riri” lalu berjanji akan menjadi anak pintar lalu bisa ke jakarta dan akan mencari alamat rumah kau lalu makan ikan bersama. Bahagia adalah di saat mereka dan kau berdoa bersama  di masjid yang redup cahayanya, tapi terang dengan mukena dan piyama putih mereka. Bahagia adalah di saat mereka dengan bangga melaporkan sudah seminggu tidak makan mie instan mentah dan makan jambu tanpa vetsin, dan memilih untuk memakan biskuit, sereal atau buah-buahan segar . Kini mereka punya SOP sendiri begitu membeli pangaha (jajanan). mereka akan langsung membalik bungkusnya dan melihat komposisi, dan meminta approval dari kau apakah mereka sudah menjadi smart buyer, dengan tidak adanya tulisan MSG atau penyedap rasa di bungkusnya.

Bahagia adalah bisa bersama-sama mereka, selama setahun di Tambora, menjadi Pengajar Muda.


Cerita Lainnya

Lihat Semua