B-B=O (Belajar tanpa buku adalah omong kosong)

Beryl Masdiary 18 Januari 2012

“Ibu, waktu ibu belum datang tuh, kita nggak pernah si baca buku bahasa inggris yang banyak gambarnya seperti ini.” Har, kelas 4.

“iya ibu, bagus sih, saya senang!” Poppy, murid kelas 6 SD tetangga pun ikut menimpali dengan wajah cerah.” “Ibu lihat gambar saya! Iii cantiknyaaa.. “Sarina, si seniman bersauara bagus yang tak suka belajar IPA menunjukkan gambar bunga yang berderet rapi warna-warni.

Siang terik itu sebetulnya menambah panas ruang perpustakaan mini di rumah keluarga angkat, namun tumpukan buku yang menjulang membuat rasa penasaran mereka lebih besar dari matahari, segera setelah menemukan tempat yang agak rindang di dekat pohon jambu, mereka asyik membaca dan bulak balik menukar buku hingga maghrib tiba.

Di sekolah, seorang anak yang tadinya sering bolos sekolah dan tidak bisa membaca sama sekali mencengangkan banyak guru. “Ibu, boleh pinjam buku?” “Sini, anakku, pilih yang mau kamu baca. “ Suryadin, yang tadinya tangannya penuh luka karena mengangkut kayu, kini berganti belepotan tinta pulpen. Ia berusaha membaca. Dan menulis. Beberapa anak yang suka sekali bahasa Inggris pamer “kefasihannya”membaca teks buku berbahasa inggris, lalu tertawa bersama-sama karena menyadari carabaca yang masihkacau. Mereka dengan antusias meminta buku baru setiap hari. membaca keras-keras teksnya, menceritakan ulang, atau bahkan hanya meniru dan melihat-lihat gambarnya. Siapa bilang anak-anak di pelosok hanya berteman akrab dengan jaring ikan dan parang? Tangan mungil mereka pun kini bersahabat dengan deretan huruf besar-besar dan kertas mengkilap bertuliskan “Printed in America and UK.”

Awalnya, cepat sekali buku-buku menjadi rusak dan kotor karena begitu semangatnya mereka memperebutkan dan membuka buku. Tapi saya tak terlalu berpusing dengan itu. Saya merasakan antusiasme mereka, meresapi seruan “aih.. aih..” mereka karena melihat gambar pesawat terbang atau hewan laut yang dijepret kamera profesional. Mereka melihat keragaman fauna, tokoh pahlawan dan bangunan bersejarah. Mereka mengenal negeri ini. Mereka mengetahui Indonesia bagian dari dunia.

Pembiasaan yang baik akan berlaku di semua anak, jika dilatih terus menerus. Buku-buku tersebut berkurang jumlah rusaknya, tidak robek disana sini dan mereka saling mengingatkan bahwa buku itu adalah harta yang tak ternilai harganya.Aku menerapkan kartu peminjaman dan buku catatan masuk dan keluar buku. Kalau rusak, denda Rp 10.000. itu jelas melebihi uang belanja mereka, makanya mereka hati-hati sekali merawatnya. Aku pun memberikan bintang petugas perpustakaan kepada anak yang bertugas mencatat buku yang dipinjam dan menagih buku kepada teman-temannya. Jika catatannya baik dan teratur, maka di akhir bulan mereka berhak mendapatkan satu set pensil warna atau crayon. J

Pernah terpikir dulu sekali.. waktu aku masih gemar-gemarnya membaca majalah bobo dan aku anak saleh, pasti menyenangkan bertukar buku dengan anak-anak yang kulihat menyelam dengan asyiknya di tayangan anak seribu pulau. Tuhan mengerti apa yang aku butuhkan, diberikannya aku kesempatan luar biasa untuk kini bertukar buku dengan anak dari pulau lain, melihat mata mereka bersinar karena aksara dan beraneka gambar warna warni. Alam yang menjadi laboratorium mereka kini memiliki “soulmate” catatan terstruktur yang bernama buku. Seorang ibu mengusap tanganku penuh penghargaan. “Syukur ada Ibu. Sejak ada Ibu Riri Arian jadi mau menulis dan membaca. Dulu di sama sekali ndak mau, saya harus pukul dia dulu baru dia mau buka buku pelajarannya di sekolah.” Buku tak pernah memukul, ia menyapa dan mengajak anak-anakku berpetualang di dalamnya, menari-nari dengan imajinasinya, dan menjanjikan lebih banyak rahasia jika mereka mau main bersama lagi.  

Melalui tulisan ini, ingin kusampaikan salam dari para petualang dan pemberani cilik itu. Mereka, ingin mengucapkan terima kasih kepada kalian. Para penolong dan pemberi harapan bagi mereka. Indonesia Menyala dan kawan-kawan donaturku, dari SMA dan Universitas Budi Luhur.


Cerita Lainnya

Lihat Semua