Optimalisasi Kecerdasan Melalui Kelas Menulis
Bella Moulina 15 April 2014
“Setiap anak memiliki kecerdasannya masing-masing. Sejatinya ia dapat berkembang lebih baik jika ia mampu mengoptimalkan kecerdasannya. Pemilik kecerdasan dan pendorong kecerdasan sangat berperan dalam hal ini.”
Kamis, adalah hari yang paling dinantikan siswa kelas menulis. Saya membuat les menulis kepada 8 siswa kelas 3 saya. Tak mudah untuk menemukan anak-anak yang hobi menulis. Pengamatan ini bahkan berlangsung sejak saya menginjakkan kaki di kelas 3, dalam pelajaran bahasa Indonesia, hingga mengamati tulisan mereka dalam beberapa kesempatan. Alhasil saya memutuskan untuk menjadi pendorong kecerdasan mereka agar lebih optimal.
Mereka adalah Carlos, Agung, Oan, Rival, Windy, Fera, Kesya, dan Imel. Mereka adalah siswa/i saya yang memiliki kecerdasan linguistik lebih tinggi daripada teman-temannya. Khususnya menulis, saya mengamati ketika saya meminta mereka membuat tugas menulis, mereka lebih mudah mengembangkan imajinasinya dalam merangkai kata-kata. Meski tulisan mereka belum sebagus Chairil Anwar atau NH Dini, tetapi saya yakin suatu saat mereka bisa melampaui itu.
Pertemuan dengan anak-anak kelas menulis sudah 2x. Pertemuan pertama kami diadakan di sekolah. Waktu itu saya membuka inspirasi menulis dengan kalimat: “Apa syarat agar bisa terus menulis?”
Anak-anak menjawab pertanyaan saya beragam. Namun saya menekankan bahwa kunci menulis itu ada 3, pertama melihat, kedua merasakan, dan ketiga mendengar. Anak-anak harus melihat objek yang ingin mereka tulis. Mereka juga harus mampu merasakan sendiri tulisan yang akan dibuat. Terakhir, saya menyarankan anak-anak jangan bosan mendengar, kenapa? Karena ketika kita mendengar suatu cerita, dari sanalah inspirasi menulis datang.
Sebagai tugas dari pertemuan pertama, saya meminta mereka untuk menulis puisi dengan memakai tema berbeda. Kamis berikutnya, ketika saya meminta mereka untuk mendeklmasikan puisi di tepi pantai Batu Hun, mereka membaca puisi dengan sungguh-sungguh. Puisi favorit saya adalah puisi milik Rival yang berjudul Bulan. Anak itu meski sering makan nasi kosong, tapi imajinasinya untuk menulis selalu di atas rata-rata. Pun tulisannya rapi.
Selesai mereka membacakan puisi, mereka lalu berkonsultasi dengan saya. Saya menamakannya klinik menulis. Setiap anak yang sudah membaca puisinya akan saya perbaiki, baik dari segi penulisan maupun pembacaan puisi. Disini saya juga berpesan kepada mereka bahwa menulis itu setiap saat. Mereka harus menulis jika ide tiba-tiba datang. Maka dari itu, sebuah pena dan buku adalah sahabat mereka ketika inspirasi itu datang.
Petang menjelang. Sebelum matahari beranjak kepada peraduannya, kami menutup kelas menulis tersebut dengan menyanyikan lagu berikut:
“Siapa suka menulis, tunjuk tangan.. 2x
Siapa suka menulis, diriku dan dirimu..
Siapa suka menulis, teriak saya.. saya!”
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda