Semoga Kalian Sukses ya, Nak!

Bayu Filladiaz Wiranda 28 Juli 2015

Sepuluh hari yang lalu, saya telah menyusun sebuah rencana didalam pikiran saya. 

Pada suatu pagi di hari pertama sekolah, saya akan hadir di desa dan melihat anak-anak murid saya berangkat menuju sekolah baru masing-masing, untuk mendapatkan ilmu pada tingkat yang lebih tinggi.

Niatnya sesungguhnya adalah pengen sekedar bilang, “Ciee anak SMP, ciee,” atau “Ciee udah kelas tujuh, ciee”. Emang faktor pendorongnya selalu hal-hal yang cetek. Tapi setelah melalui enam bulan mengajar mereka semua, apalagi sampai melibatkan emosi yang terpaksa dibendung, rasanya mengolok mereka itu sah-sah aja dan akan mengasyikkan. Hahaha

Mengendarai motor pinjaman Kepala Desa yang kami beri nama Carli, saya kembali pulang ke desa. Hari itu kebetulan sedang berada diluar desa, karena ada beberapa agenda yang masih harus diselesaikan. Sepanjang perjalanan, saya sudah membayangkan celotehan-celotehan untuk si-A, si-B, si-C sesuai dengan tingkah lakunya masing-masing selama di kelas.

Saat melewati jembatan-mulai-retak Sungai Tuak yang memisahkan desa dan Kabupaten, saya berpapasan dengan salah satu murid saya. Namanya Tiara. Ciri khas dari anak ini adalah suaranya yang sangat melengking. Bahkan saat dia berbicara dalam kondisi normal saja, tetap bisa memekakakkan telinga. Dia berujar, “Pagi Pak Bayuuuuu!”sesuai dengan ciri khasnya mengalahkan kencangnya suara mesin Carli.

Memasuki area proyek Siring-setengah-jadi yang berubah menjadi jalur umum karena jalan aksesnya rusak parah, saya bertemu dengan dua murid lagi yang berteriak kurang lebih sama dengan Tiara. Kemudian saat mendekati wilayah dusun Hulu, saya bertemu dengan Yusuf –yang sebelumnya pernah berkata akan bersekolah di Pesantren yang lokasinya cukup jauh- bersama Ayahnya mengendarai sepeda motor, tentunya untuk berangkat sekolah.

Menjelang wilayah dusun Tengah, saya bertemu lagi dengan empat anak yang berseragam putih merah mengayuh sepedanya masing-masing beriringan. Tentunya mereka menyapa seperti yang sebelumnya. Begitu juga saat saya berada di wilayah dusun Hilir, saya bertemu dengan Aziz, Aldian, dan Udin.

Sepanjang perjalanan kembali ke desa, tidak terlintas sama sekali celotehan-celotehan yang sudah saya siapkan selama perjalanan. Pikiran itu berganti dengan rasa bangga karena anak-anak kembali ke sekolah. Dengan banyaknya anak yang putus sekolah dan melanjutkan menikah setelah lulus SD di desa saya, melihat hampir seluruh murid kembali ke sekolah adalah sesuatu yang patut di syukuri.

Semula saya ingin menyenangkan diri dengan mengolok murid-murid saya yang telah lulus, rupanya saya dipertemukan dengan hal lain yang justru jauh lebih membuah tersenyum. Sungguh, saya tidak pernah menyangka akan pernah sebahagia ini. Karena tidak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang guru, selain melihat anak-anak didiknya tetap melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, apapun kondisinya dan meraih kesuksesan yang lebih tinggi dari dirinya.

 

Semoga kalian semua sukses, Nak!

Pak Bayu, Arsitek yang sedang magang untuk jadi Guru kalian :D


Cerita Lainnya

Lihat Semua