info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Antara Upacara Istana Negara dan Riya' Syariah

Bayu Filladiaz Wiranda 14 Maret 2015

Pagi ini, cuaca mendung. Matahari juga sepertinya masih malu-malu menampakan sinarnya. Dinginnya cuaca membuat beranjak dari kasur rasanya terasa berat.

-agak aneh ya kalau pake prolog kaya begitu- 

Oke. Hari Senin, tanggal 9 Maret 2015. Hari ke-76 saya tinggal di Paser. Hari ini akan menjadi spesial bagi saya, karena untuk pertama kalinya pengibar bendera saat upacara akan mengibarkan benderanya dengan tatacara persis seperti di istana negara. Wohoo.

Setiap upacara, selalu ada perasaan campur aduk saat pengibaran bendera. Yaa maklumlah yaa, karena Pak Gurunya ini alumni Paskibra, jadi kalau ada yang nggak sesuai dengan tata cara upacara, bawaannya risih. Sementara proses pengibaran bendera adalah poin inti dari sukses atau tidaknya sebuah upacara,

Pengibar bendera terdiri dari tiga orang. Dalam Paskibra biasanya menyebutnya dengan formasi tiga. Umumnya ada si A yang berdiri di posisi paling kiri yang bertugas sebagai penarik tali, lalu si B yang ada di bagian tengah memiliki tugas membawa bendera merah putih, lalu si C yang ada di sebelah kanan mengemban tugas untuk mengikat tali sekaligus membentangkan bendera.

Nah disekolah saya, posisi seperti itu tidak terjadi. Pembentang dan pembawa bendera adalah si B, lalu yang mengikat bendera adalah si C, sementara si A sudah menarik tali sebelum dibentangkan, sehingga bendera sudah ada di seperempat tiang sebelum ada aba-aba bendera siap dari si C.

Pernah dalam hati bertanya, PM sebelumnya ngapain aja sih? Kok upacara kaya begini aja belum bisa. Tapi setelah dengar dari guru-guru, saya mendapatkan penjelasan bahwa dulu membuat upacara sebagai salah satu kegiatan itu sangat susah. Bahkan sampai akhirnya   upacara bisa menjadi rutin saat ini juga membutuhkan perjuangan. Hal ini membuat saya berpikir bahwa pencapaian PM sebelum saya adalah membuat upacara ini rutin diadakan di sekolah. Nah pencapaian yang akan saya kejar adalah menyempurnakannya.

Setelah setiap hari Sabtu sebelumnya selalu berkutat dengan anak-anak paduan suara demi supaya alunan lagu Indonesia Raya dan Mengheningkan Cipta bisa dinyanyikan sesuai dengan nadanya, per hari Sabtu kemarin saya mulai melatih anak-anak untuk melaksanakan tata cara pengibaran bendera yang benar. Ada Vina yang bertugas mengikat dan membentangkan bendera. Lalu pembawa bendera adalah anak laki-laki bernama Rudi. Sedangkan yang menarik bendera adalah murid kelas 5 yang saya lupa namanya (Guru macam apa ini! :P).

Drama dari anak-anak setiap latihan upacara adalah males, cuaca yang panas, dan selalu ngeluh. “Pak, istirahat dulu laah 10 menit. Capek, Pak mana panas juga,” kata Rudi. Terkadang, kata-kata seperti ini bisa membuat anak-anak yang lain menjadi ikut malas latihan. Beruntunglah si Bapak ini punya berbagai cara untuk membuat anak-anak kembali semangat. Walaupun cara ini sebenarnya agak-agak nggak boleh dicontoh.. :))

Sebagai pengikut duta Riya’ Syariah (hahahahaha!), saya mengajak anak-anak untuk ikutan Riya’  yang tentunya secara Syariah. Istilah ini muncul dari bercandaan teman-teman PM seangkatan saya sewaktu masa training. Riya' menurut perngetahuan cetek saya memiliki arti pamer kebaikan. Dalam arti sebenarnya, tujuan dari pamer ini adalah agar dilihat, dipandang untuk mendapatkan sebuah pujian.

Sementara saya mendefinisikan Riya' Syariah sebagai sebuah kegiatan pamer prestasi, dimana akan menciptakan perasaan bangga dari diri seorang anak, sehingga membuat dia terpacu untuk totalitas dalam mengerjakan sesuatu. Di sisi lain karena pencapaian si anak ini, harapannya akan menimbulkan efek bagi teman-temannya untuk mengikuti juga jejak langkahnya. Dan karena pamer bisa menimbulkan efek negatif jika terlalu berlebihan, saya membuat batasan. Pembatasnya adalah dengan membuat si anak tetap rendah hati dengan memintanya untuk mengajarkan hal yang sudah saya ajarkan kepada teman-temannya.

Bijak dan positif banget kan? Prakteknya mah nggak segampang itu..hehehe.

Jadi yang saya lakukan seperti ini. Saya berbisik  ke anak-anak: “Ayok, latihan dulu yang semangat. Biar cepet bisa. Coba deh lihat, disekolah ini yang bisa ngibarin bendera dengan cara kaya begini cuma kalian bertiga dan kalian adalah yang pertama. Kalau udah bisa kan keren, kalian bisa pamer. Terus bayangin satu sekolah bakalan minta diajarin sama kalian. Bangga kan?” “Pak, tapi kata guru ngajiku, kita kan nggak boleh pamer..” Pak Gurunya diam sejenak mikir jawabannya, “kalo pamernya prestasi boleh kok, yang penting nantinya kalian nggak boleh sombong, harus tetap jadi anak baik dan mau ngajarin ini ke teman-teman yang lain.”

Singkat cerita karena ajakan Riya’ Syariah itu, anak-anak jauh lebih serius untuk latihan upacara dan semuanya berjalan lancar. Hahahaha…Tibalah hari itu, Senin jadwal mengeksekusi latihan Sabtu kemarin.

“Pengibaran Bendera Merah Putih Diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya,” kata pembawa acara. Saya? bukan main deg-degannya saat  mengikuti momen ini. Khawatir bendera kebalik karena lipatan yang saya buat salah.

Anak-anak rupanya juga agak nervous, jadi proses mengikat benderanya memakan waktu agak lamadari biasanya. Di lain sisi, Pak Kepala Sekolah yang berdiri disebelah saya sudah mulai berkomentar aneh-aneh. “Kaya apa itu ngikatnya, lama sekali,” katanaya, membuat saya semakin deg-degan.

Menjelang bendera dibentangkan, salah satu murid (yang saya lupa namanya itu, hehehe) melirik ke arah saya. Sambil mengangguk, saya menggerakan bibir berkata, “satu, dua, tiga, tarik!”

Dan deg-degan saya berakhir ketika Vina berteriak, “Bendera Siap!” dengan bendera terbentang sempurna, Merah diatas, Putih dibawah. Benar-benar sempurna.

Melihat kejadian itu, Pak Kepala Sekolah langsung berkomentar, “Oh caranya ngibarinnya baru.”

Pada akhirnya, lupakan komentar spontanitas Pak Kepala Sekolah dan pikirkanlah hal berikut ini. Setelah upacara selesai, Rudi mendatangi saya di ruang guru dan berkata: “Sekarang sudah boleh pamerkah, Pak?” 

-sekian-


Cerita Lainnya

Lihat Semua