Pukul

Batari Ratih Perbawani 29 Juli 2018

“Bu, pukul saja bu!”

“Kau bawa kayu, pukul anak itu satu-satu biar pada takut!”

“Bu, anak sini gak bisa dilembutin”

“Bu, cubit aja kalau gak mau pukul”

 

Sepenggal kalimat guru-guru di Lae Bangun, keadaan ini nyata tanpa rekayasa. Aku hanya terdiam mendengar kalimat-kalimat guru disini. Melihat guru memukul murid dan membentaknya dengan kencang saja aku sudah tak kuasa. Satu bulan sudah aku mengajar rasanya kalimat guru-guru semakin nyata melihat aku yang tak bisa berbuat apa-apa ketika anak-anak ribut tak terkendali. Hatiku masih tidak bisa untuk bahkan sekedar untuk membentak anak-anak. Termenung rasanya ketika melihat anak-anak yang bahkan ketika aku sudah berusaha sebaik mungkin dan mereka mengacuhkanku.

Bahkan hati ini masih bertanya-tanya apakah aku bisa menjadi guru yang baik? Apakah aku mampu? Mampu merawat anak-anak ini, memupuknya dan melihat mereka bermekaran? Menjadi seorang ibu yang darinya terpancar kesabaran, bila di dekatnya menyenangkan hati dan memberikan kenyamanan bagi anak-anaknya?

Perasaan campur aduk antara percaya diri dan jatuh bercampur jadi satu. Berkali-kali jatuh tapi hati ini selalu percaya. Hati ini masih percaya bahwa ketulusan dan kebaikan akan berbuah manis, hati ini masih percaya bahwa tutur lembut perilaku masih dan akan mampu mengetuk pintu hati anak-anak dan hati ini masih sangat percaya bahwa aku bisa jadi guru yang baik. 

Lae Bangun, 2 Januari 2018


Cerita Lainnya

Lihat Semua