Melihat Transformasi Kerdau
MOH ZAHIRUL ALIM 5 Juli 2018
Salah satu inti dari semangat lahirnya Undang-Undang Desa No 06 Tahun 2014 adalah hidupnya aktivitas literasi dan pendidikan di perdesaan. Melalui skema dana desa yang mengucur deras setiap tahun dengan nominal yang cukup melimpah, sejatinya tidak ada ada alasan lagi bagi desa-desa di Indonesia yang tidak memiliki perpustakaan sebagai penunjang utama pembangunan manusia desa. Pun demikian, di era beroperasinya dana desa ini tidak ada alasan pula bagi desa untuk tidak memiliki sarana fisik pendidikan semisal gedung Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Madrasah Diniyyah Awwaliyah (MDA). Jika hal-hal di atas terjadi, maka patut dipertanyakan dana desa yang ditransfer rutin oleh negara melalui Kementerian Keuangan setiap tahunnya dibuat apa?
Sejalan dengan narasi di atas, saya yang kebetulan bertugas menjadi Pengajar Muda ketiga di salah satu desa terpencil di tapal batas negeri bernama Desa Pulau Kerdau, Kecamatan Subi, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) berkesempatan untuk melihat langsung bagaimana dana desa dibelanjakan untuk sektor pendidikan? Hasil temuan saya cukup menggembirakan, mau tahu seperti apa? Mari kita lihat satu per satu. Di bulan kedua saya bertugas (Januari 2018), Desa Pulau Kerdau sudah memiliki gedung PAUD yang tergolong cukup megah. Saya turut hadir saat acara peresmiannya. Dilengkapi dengan sarana bermain, gedung ini sangat representatif guna mendukung terselenggaranya pendidikan anak usia dini di desa yang penuh dengan keterbatasan seperti Kerdau. Lalu apa lagi?
Di bulan ketujuh saya bertugas (Juni 2018), Desa Pulau Kerdau sudah memiliki perpustakaan desa. Lantas di mana peran saya? Harus dikatakan bahwa tidak mudah untuk mewujudkan mimpi ini, lagi-lagi pola pikir pemangku kepentingan yang menjadi kendalanya. Mereka masih berpikiran bagaimana cara mendapatkan buku? Bagaimana mengelola buku-buku perpustakaan? Siapa yang harus menjadi penjaga perpustakaan, apakah harus dari pihak lawan politik? Terkait semua itu, saya hanya mencoba memainkan peran sebagai fasilitator yang ambil bagian mendorong otoritas Desa Kerdau tidak ragu-ragu membelanjakan dana desa untuk pengadaan buku dan menggaji warga lokal desa sebagai penjaga perpustakaan apakah dari kelompok pendukungnya atau bukan.
Saya sampaikan kepada Kepala Desa Pulau Kerdau, bahwa saya siap memfasilitasi pengadaan buku perpustakaan desa. Dengan anggaran satu juta rupiah desa bisa mendapatkan 100 buku berkualitas. Gayung bersambut, Kades menyetujui saran saya. Tidak perlu lama-lama, saya segera saja memesankan buku-buku untuk mendukung pendirian Perpustakaan Desa Pulau Kerdau. Sebulan kemudian buku tiba, namun belum bisa langsung dipakai karena harus menunggu beresnya sarana lain seperti rak buku.
Setelah semuanya sudah siap, masalah non teknis seperti miskomunikasi antara salah seorang aparat desa sebagai penanggungjawab perpustakaan dengan penjaga perpustakaan menjadi penghambat baru beroperasinya perpustakaan desa.
Sang aparat desa masih sinis dengan penjaga perpustakaan yang bukan dari kubu pendukung Kades.
Melalui langkah persuasif, bahwa guna memajukan sebuah kampung/desa kuncinya harus dimulai dari semangat literasi (membaca), pengoperasian perpustakaan tidak bisa ditunda-tunda lagi. Mau sampai kapan seperti ini terus? Soal perpustakaan merupakan urusan publik yang tidak perlu ditarik-tarik ke ranah politik. Begitulah kira-kira cara meyakinkan mereka. Akhir cerita, suasana menjadi cair, semua pihak tercerahkan, mulai bulan Juni 2018 yang lalu Perpustakaan Desa Pulau secara resmi beroperasi dan bisa diakses untuk umum dari pukul 08.00-12.00 WIB.
Setelah berhasil mendorong dan memfasilitasi pendirian Perpustakaan Desa Pulau Kerdau, apakah lantas dibiarkan begitu saja? Jawabannya tidak, untuk penanggungjawab dan penjaga perpustakaan Desa Pulau Kerdau saya berikan pemahaman dasar tentang apa itu perpustakaan dan turunannya serta bagaimana mengelola perpustakaan. Dengan harapan, semoga penanggungjawab dan penjaga perpustakaan yang baru beroperasi ini bisa paham dan bisa mengelola perpustakaan secara mandiri. Inilah salah satu perubahan nyata di Desa Pulau Kerdau yang bisa dilihat sekarang. Saya optimis, dengan memiliki perpustakaan yang otonom masyarakat Kerdau semakin berkembang, minat bacanya meningkat, dan bisa segera menjadi maju.Semoga!
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda