info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Some Story

Bartolomeus Bagus Praba Kuncara 27 Januari 2012

26 Juli 2011

“Musuh terbesarku adalah diriku sendiri” -Quo Tan Tsia-

Kecerdasan Kinestetik yang “Mengagumkan”

Rapat wali murid dimulai pukul 8.30 dan banyak materi yang dibahas salah satunya Pertahanan Sekolah (makasudnya Keamanan sekolah), jam belajar, kostum batik, kostum olahraga, dan perkenalan ku ke wali murid yang 100% datang ibu-ibu. Dipikir-pikir, kaum ibu ini memang kaum yang cinta keluarga. Dan dalam rapat itu hal yang menarik perhatianku adalah, rapat bersifat 1 arah, dimana para wali murid hanya diam dan setuju dengan apa yang diutarakan bu kepsek. Ya...pendidikan saat kecil yang tidak mengajarkan kepercayaan diri dan justru mematikan potensi membuat kaum ibu-ibu yang datang tdak ada yang berani komentar saat diskusi. Generasi seperti ini harus segera diputus cukup di sini. Generasi berikutnya harus lebih baik.

Hari ini ada les tambahan pertama untuk anak murid kelas 4. Wah...rame sekali sekolah sore itu. Ternyata yang datang mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Akhirnya bersama-sama belajar dari majalah pramuka jadul (tahun 1995) yang dibawa dari Ambon. Belajar menghitung gambar, menyebutkan warna, menyebutkan nama gambar. Semuanya berjalan lancar...

Hingga...

Kelas 4 tinggal di kelas dan anak-anak kelas lain dijanjikan besok-besok. Materi mulai ditulis di papan besar-besar agar mereka bisa membaca. Mereka kuajak untuk belajar memperkenalkan nama. Mulai dari nama, kelas, dan rumah. Tiba saat menulis, mereka menjadi sangat aktif. Ada yang menyatukan meja lalu joget-joget, ada yang olahraga lompat meja, ada yang bermain lidi di bawah pintu hingga ada yang kena mata dan menangis, ada yang kejar-kejaran dan puku-pukulan sapu lidi, ada yang otak-atik majalah di meja guru, ada yagn bermain-main dengan jendela, sebagian ada yang anak baik-baik.

Wah....pikiranku langsung jauh melayang ke TK Batutis, Bekasi. Anak-anak ini memiliki energi yang seperti baterai Duracell. Tindakan intimidasi kekerasan membuat mereka belajar dengan takut, tapi ketika mereka diberi keleluasaan....wah seperti kuda lepas kandang. Benar kata Jet Li dalam film Fearless,” musuh terbesarku adalah diriku sendiri.”  Seng bole mara lae (tidak boleh marah).

Kondisi ini mirip dengan anak-anak panti asuhan di Bogor yang jadi bidang pelayanan sosial Persekutuan Mahasiaswa Kristen IPB. Anak-anak dari Timor dan Nias memiliki energi yang luar biasa. Mereka secara alamiah cerdas dalam gerak. Tapi...untuk menangani mereka, kita juga butuh olahraga. Secara wajar, sedikit ada rasa marah melihat anak-anak yang crowded, tapi dari acara les itu, jadi dapat dicatat kelebihan masing-masing anak dimana. Pokoknya jadi belajar memperhatikan dengan jeli setiap kelebihan anak. Dan les pun berjalan 1 jam saja.

Petang hari Beta mampir di rumah Bapak Mantri. Obrolan membicarakan prihatinnya beliau dengan kondisi anak-anak SDK Adodo Molu. Dulu beliau pernah melihat anak-anak yang tidak bisa bacaa tulis hitung di Wunlah (desa di Kecamatan Wuarlabobar, kecamatan tempat Sandra) , tapi di Adodo Molu ini menurut Beliau lebih kurang dari yang pernah beliau lihat. Bu kepsek yang juga istri beliau bervisi ingin membenahi satu-persatu bidang sekolah. Wah...semangatnya mereka.

Berjalan pulang ke rumah Bapak-Ibu piara untuk siap-siap melatih anak-anak paduan suara. Sambil menunggu mereka datang, iseng-iseng melihat langit yang bintangnya sangat banyak terlihat. Tiba-tiba terlihat ada bintang jatuh.......mantap kali malam ini. Fenomena alam yang sudah jarang sekali kulihat. Terakhir saat masih SMA.

Latihan selesai dan makan malam bersama. Kami berbincang-bincang dan ternyata bapak piaraku ini adalah pelopor penanam rumput laut dengan panen 1 ton/bulan. Pelopor penanam sayur di desa. Yang jadi cerita lucu, awalnya bapak piaraku kerja tanam sayur dengan penghasilan yang lumayan, karena 5 desa di Molu Maru semua membeli sayur dari dia. Tapi ternyata pesona ibu piaraku yang di Saumlaki (Desa Tutukembong) membuat pak Bat memutuskan kerja di motor laut . Alasannya hanya karena biar sering ke Saumlaki, biar bisa ketemu ibu piaraku yang saat itu gadis..Hingga saat ini mereka menjadi pasangan yang rukun. Wah melihat matanya yang tulus bercerita, senang sekali hati ini. Coba semua suami di Indonesia seperti itu yo. Pasti Panti Asuhan tidak ada. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua