info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Melihat Lebih Dalam

Bartolomeus Bagus Praba Kuncara 3 Februari 2012

30 Juli 2011

“Syukuri dan habiskan apa yang kamu makan.  Jutaan anak ingin makan. Apa yang kamu makan” -Jakub Sukidjan-

Melihat Lebih Dalam

Kira-kira enam hari yang lalu, aku menulis tentang melihat dari atas yang membuat kita bisa melihat sesuatu dengan cakrawala pandang lebih luas. Tapi hari ini ada yang mengajariku untuk melihat tidak dari atas saja, tapi juga jauh ke dalam.

Sebelum cerita tentang anak-anak muridku, cerita dulu tentang dosenku, Dr. Tajudin Bantacut. Beliau seorang pakar industri bidang lingkungan. Salah satu mata kuliah yang beliau ajar adalah HSE (Hazard and Safety Environment) atau KKK (Kesehatan dan Keselamatan Kerja). Semester 7, kami anak-anak jurusan di ajar tentang penulisan ilmiah. Beliau menceritakan bahwa secara umum saat ini mahasiswa-mhasiswa bangga dengna penenlitian skripsinya yang cakupannya luas, terlihat dengan angka-angka statistik yang rumit, melibatkan proyek dosen dengan jutaan rupiah, dan dikerjakan berbulan-bulan. Padahal kalau mau ditelusuri, presentase penelitian yang dapat diterapkan secara ekonomis sedikit.

Beliau bercerita bahwa, salah seorang sahabat beliau mengambil gelar doktor di Prancis (seingatku.....). Penelitiannya tentang “Berapa sudut kemiringan optimal untuk menjemur kulit kambing?”. Dr. Tajudin bercerita sambil tertawa,”Bayangkan betapa konyolnya teman saya ini, jauh-jauh ke Prancis, hanya untuk ngukur sudut jemuran kulit kambing”. Awalnya kami juga tertawa, tapi beliau kemudian menjelaskan bahwa ternyata ada sesuatu yang lebih dalam dari itu. Untuk sekedar info bagi semuanya, satu lembar m2  kulit kambing kering yang mulus tanpa cacat berharga $ 100, tapi jika ada sedikit saja titik yang tidak kering optimal, harganya menjadi hanya $10. Bagi industri penyamakan kulit, delta harga itu sangat besar. Seandainya yang dijual 100 lembar, dan semua memiliki titik rusak omset yang diperoleh jadi 1000 kali lebih kecil. Ya perbedaan yang ditentukan oleh sudut kemiringan yang anak SD pun tahu apa itu sudut, tapi bagaimana melihat peran sudut dengan lebih dalam.

Nah....hari ini, aku bermain dengan anak bernama Sonia (kelas 2 SD) adik Michael (kelas 4, anak muridku). Dia juara membaca indah pada tanggal 2 Mei lalu. Sekarang sedang diajari cara membaca puisi. Guru-guru menyenanginya yang sudah pintar membaca, dibanding anak-anak kelas 4,5,6 yang banyak belum bisa baca. Di ruang TK yang dekat SD ada poster-poster hewan dan sayuran. Di sana, kami dia belajar membaca setiap nama hewan dan buah. Setelah selesai, aku bertanya sambil menunjuk buah mana yang belum pernah dia makan. Durian, manggis, lengkeng, kiwi,dan apel belum pernah dia pegang untuk dimakan.

Sederhana, tapi itu membuat hati rasanya pngin nangis. Di kota-kota besar, banyak orang menyai-nyiakan makan mereka dan membuang buah-buah yang dimakan. Sedangkan di Adodo Molu banyak anak-anak yang belum pernah tahu buah durian, selain dari gambar.

Melihat dengan lebih dalam hal apa yang sebenarnya menjadi keinginan anak-anak.

Setelah itu kami bermain-main di perpustakaan bersama anak-anak kelas 3,4,5,6. Iseng kulihat ada koper-koper kayu, yang setahuku biasanya itu koper wadah alat-alat laboratoritum. Dan ternyata benar, setelah kubuka, wah....wah....wah....ternyata sekolah ini punya alat-alat lab sains lumayan lengkap, hanya belum dirawat sama sekali. Iseng juga memindahkan alat-alat itu dan menyapu lantai agar dipindah ke tempat yuang bersih. Eh...kepala sekolah yang melihat langsung menyuruh untuk membantu merapikan buku-buku perpustakaan yang belum seberapa banyak. Akhirnya, kami bersih-bersih perpustakaan bersama. Menyenangkan hari ini.

Jadi sebenarnya sekolah ini punya potensi-potensi untuk memiliki pembelajaran yang menyenangkan, hanya saja terlalu luas meilaht permasalahan dan lupa melihat ke dalam dirinya.

Sepulang sekolah saat mengerjakan tugas sekolah, Dedi datang dengan tim KKG (Kelompok Kerja Guru) dari Wadankou. Mereka berjalan 8 km dari Wadankou ke Adodo Molu. Mantap..... Bukan jalan setapak, tapi jalan belukar yang mereka lewati.

Siang dan malam ini kami makan di rumah ibu Kepsek. Ibu Kepsek memang ibu yang baik.


Cerita Lainnya

Lihat Semua