Abovo

Bagus Handoko 7 Agustus 2011

Orang bilang, setiap manusia memikul takdirnya sendiri-sendiri. Begitu juga kami di sini yang berkumpul bersama berusaha mengukir sejarah kami sendiri. Sejarah yang tidak ditentukan oleh siapa yang menang dan yang kalah. Hanya kami, dari kami dan untuk kami.

Tak perlu kiranya kalian tahu kami satu persatu laiknya sebuah abovo kisah-kisah ksatria zaman dahulu. Meski kami datang dari tempat yang berbeda satu dengan yang lain, namun kami memiliki mimpi dan kemauan melangkah bersama. Kami mungkin bukanlah siapa-siapa, hanya sekumpulan pemuda biasa dengan mimpi-mimpi akan bangsa yang lebih baik.

Bisa saja kami satu di antara kalian. Orang-orang idealis yang berteriak lantang menanggapi ketidakadilan yang seringkali terjadi di negeri ini. Aktivisi-aktivis kampus yang galau akan masa depan bangsa. Atau pelahap buku-buku berat nan artistik sehingga kami menjadi bohemian muda yang naif. Bisa juga kami adalah anak-anak hedon yang suka pergi ke mall menikamati tubuh-tubuh semampai di sudut-sudutnya. Membelah malam di tengah hingar bingar musik dan remangnya lampu-lampu disko. Tapi, kami semua memiliki mimpi yang sama akan negeri ini.

Kami semua....ingin memberikan sesuatu bagi negeri ini. Selagi masih muda, selagi tenaga pikiran dan waktu memihak kami, dan selagi kesempatan ada. Dengan segala kerendahan hati kami menyebar ke seluruh pelosok negeri ini untuk mengajar bibit-bibit bangsa. Dengan segala kerendahan hati.....kami hanya bisa mengajar mereka membaca, menulis, dan berhitung, serta berbagai cerita tentang betapa luasnya dunia ini.

Kami tinggalkan gemerlap metropolitan dan parade knalpot yang tiada habisnya. Segala kemapanan dan kenyamanan yang telah mendarah daging di tubuh kami tinggalkan untuk menyesap sedikit rasa kehidupan yang lain. Rasa kehidupan di luar sana, di tengah keheningan panjang malam hari, di tengah gelap tiadanya listrik, dan terjalnya jalan-jalan berbatu.

Kami capai, kami marah, dan kami muak.....pada semua yang ketimpangan yang ada di negeri ini. Kami curahkan semuanya lewat demonstrasi, orasi, tulisan di media, blog, celotehan di jejaraing sosial, hingga obrolan di warung kopi (atau bahkan ketika kami mengigau..). But we choose to stop cursing the darkness, and start lighting the candle. Dengan segala kerendahan hati.....kami memilih menyalakan lilin dengan mengajar, karena hanya itu yang kami mampu.

Tak usahlah bercakap tentang nasionalisme, karena nasionalisme hanyalah benturan nafsi-nafsi. Kami pun sadar bahwa kami bukanlah superhero dengan aksi megalomaniak. Kami juga bukan obat bagi barisan sakit hati yang merasa ditelantarkan negara di luar sana. Kami hanya pemuda biasa yang berbagi mimpi yang sama. Mimpi bahwa Indonesia bisa menjadi lebih baik. Dan untuk itu, kami berjalan bersama-sama melalui sebuah gerakan, mengajar bibit-bibit penerus bangsa yang tersebar di pelosok negeri.

Kami yang berkulit putih ataupun sawo matang, bermata lebar ataupun yang bemata sipit, yang berambut ikal dan yang lurus, berambut hitam atau pirang, hidung mancung maupun pesek, tinggi maupun pendek, serta semua perbedaan fisik yang selalu menjadi pemisah kita selama ini.  Kami berbagi mimpi, melangkah bersama, selagi muda. Mimpi akan bangsa yang lebih baik, yang sejatinya mimpi akan diri kami sendiri di masa depan.......

Jakarta, Juni 2011

www.bharatahandoko.blogspot.com


Cerita Lainnya

Lihat Semua