pahlawanku

Ayu Dewi 19 Januari 2011

10 November 2010, 6.22 am, GA 600 Jakarta-Ternate via Manado. Kami melayang ke timur laut. Matahari yang menyilaukan segera tertutup awan putih pekat. *** Kami berangkat dari asrama MTC di Ciawi setelah 7 minggu di sana, tadi dini hari jam 1. Sebelum saya masuk ke bis, saya sekali lagi menengok kamar Air, kamar kami ber-13. Saya lumayan sering tidur paling larut, sehingga sayalah yang biasanya mematikan lampu kamar sambil menguap letih. Sejenak memandangi wajah sahabat-sahabat baru saya yang sedang nyenyak terlelap: mencicil membayar hutang tidur. Tadi pagi, lampu kamar Air masih menyala. Kamar itu masih tetap sama: berantakan. Hanya saja kali ini adalah keberantakan yang kosong. Hanya serakan bungkus-bungkus kosong dan barang-barang yang memang sengaja ditinggalkan pemiliknya. Ruang yang biasanya riuh rendah oleh celotehan dan ramai tawa, kini senyap. Udara yang biasanya hangat, kini terasa berat. Seprai-seprai masih di sana. Bantal-bantal juga. Dan tanda 'sudut istighfar' masih ada di pojok kamar, lengkap dengan turusnya. Sakti masih menjadi top scorer, diikuti dengan ketat oleh saya dan Nova. Keranjang-keranjang alat mandi yang sudah kosong tampak bagai sarang-sarang burung yang ditinggalkan penghuninya. Sekali lagi saya menarik napas, menyapukan pandangan ke seluruh sudut kamar, dan menekan saklar lampu. Padam. Gelap. Langit biru masih temaram ketima kami menyanyikan Indonesia Raya dan Bagimu Negeri. Airmata segera mengalir ketika sahabat-sahabat dan guru-guru saya menyalami dan memeluk saya. Kilasan obrolan dan tawa konyol kami melintas ketika melihat mata-mata mereka yang tergenang. Subhanallah. Belum berpisah saja, saya sudah sangat rindu. Betapa besar arti mereka untuk saya. Betapa dalam mereka telah menyentuh jiwa saya. Betapa banyak yang telah saya pelajari dari mereka. Subhanallah. Subhanallah. Subhanallah. Tim Halmahera Selatan take off pertama. Baguslah, supaya saya cukup menangis sekali saja pagi itu. Saya berjalan menuju pesawat, dengan tangan kiri saya menggenggam piringan musik Abah Iwan, pundak kanan saya memanggul gitar setia yang bertatahkan nama Bang Iwan, dan hati saya bergemuruh hangat penuh sesak dengan titipan semangat dari semua sahabat Indonesia Mengajar. Selamat berjuang kawan, sahabat, temanku. Pak Anies menulis dalam suratnya bahwa dia senang akhirnya bisa merayakan Hari Pahlawan dengan melepas para pahlawan. Meski saya belum dan tidak merasa saya adalah seorang pahlawan. Bahkan nanti setelah setahun mengajar. Tidak. Tapi kawan-kawan semua, sahabat-sahabat Pengajar Muda, sahabat-sahabat yang ada dan mendukung di Indonesia Mengajar, adalah pahlawanku. Guruku. Terima kasih. *** Bagimu negeri, jiwa raga kami...


Cerita Lainnya

Lihat Semua