info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Menunggu Pulang

Avina Nadhila Widarsa 15 November 2014

Hari ini tepat 51 hari sebelum aku kembali ke Jakarta dan 47 hari sebelum aku meninggalkam desa Bajo Sangkuang, Kep. Botang Lomang, Halmahera Selatan.

Bagaimana perasaanku? Aku takut, galau,dan agak mellow. Takut belum bisa meninggalkan jejak kebaikan di sini, takut gagal move on dari desa dan kabupaten, takut rindu dengan orang-orangnya yang ramah dan alamnya yang indah luar biasa.

Banyak hal yang ingin kulakukan sebelum pulang. Setidaknya meninggalkan jejak-jejak kebaikan lebih banyak di sekolah, desa dan kabupaten penempatan.

Tidak terasa waktu 11 bulan hampir berlalu, kuhitung hanya tinggal sebulan waktu bersihku di desa bersama keluarga piara dan sekolah bersama anak-anak dan guru-guru.

Satu tahun di sini bukanlah waktu yang sebentar, aku banyak mengalami jatuh bangun dan berjuta pengalaman yang mungkin tidak akan aku dapatkan jika aku tetap memilih bekerja di kota besar seperti Jakarta atau bahkan Singapura.

Di bulan-bulan awal, aku sempat merasa pilihan untuk menjadi Pengajar Muda adalah pilihan yang kurang tepat. Aku masih beradaptasi, belum bisa menerima keadaan bahwa saat itu aku hidup di pelosok Indonesia, tanpa listrik dan sinyal telepon. Tidur di atas kasur lantai yang banyak nyamuk dan agas. Makan seadanya, kondisi sanitasi desa yang jauh dari kata bersih dan sehat.

Tiga bulan berlalu, aku masih belum bisa menikmati. Seperti orang linglung, kalau ada kesempatan ke kota pasti aku pergi. Aku tidak betah.

Masuk ke bulan keempat, kelima dan keenam ternyata banyak sekali waktu yang kuhabiskan di ibukota kabupaten. Mengurus proses seleksi, rekrutmen dan pelatihan Pemuda Penggerak Desa mengurangi waktuku berada di desa. Saat itu aku mulai sadar, bahwa waktu berlalu dengan cepat.

Saat itu aku mulai sadar, di mana aku hidup saat ini. Saat itu juga aku mulai menyadari bahwa waktu satu tahun akan terasa sangat cepat jika tidak kumanfaatkan sebaik mungkin.

Kedatangan Pak Hikmat, Mas Susilo dan Bu Wei ke Halsel sedikit banyak mengubah pikiranku. Aku mulai nyaman dengan hidupku saat ini. Di desa penempatan, di Labuha dan tentunya bersama rekan-rekan setim Halsel Goyang Dayung Squad yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan saat susah maupun senang. Alhamdulillah.

Momentum Ramadhan kumanfaatkan sebaik-baiknya untuk menjadi Pengajar Muda yang sebenarnya. Interaksiku dengan orang-orang desa mulai cair. Aku mulai belajar dan memahami bahwa ternyata satu tahun yang aku jalani di sini adalah anugrah luar biasa. Aku mulai bisa menyesuaikan kegiatan dan bangkit mengejar ketertinggalan.

Semester dua pun dimulai. Aku kembali ke Halsel setelah cuti lebaran dengan semangat baru, suasana baru dan motivasi yang baru. Aku sadar, waktuku tinggal sebentar lagi di sini. Aku berusaha mewujudkan semua target yang belum tercapai pada semester sebelumnya.

Satu hal yang sangat kusyukuri, aku sudah bisa menguasai kelas. Sekarang, kelas rangkap sudah menjadi biasa buatku. Anak-anak yang ribut dan keluar masuk kelas aku akali dengan menerapkan metode positive discipline. Sistem reward berupa bintang ternyata cukup ampuh untuk membuat anak-anak termotivasi melakukan hal-hal baik. Aku juga saat ini lebih banyak bernyanyi, menari dan bermain bersama anak-anak, sebab ketiga hal itulah yang mereka senangi.

Pun hubunganku dengan kepala sekolah dan guru-guru semakin cair. Sejak perlombaan 17 Agustus dan latih tanding sepakbola yang kami adakan, aku rasa hubunganku dengan mereka semakin erat. Walaupun kebiasaan mereka yang masih kurang masuk belum bisa diubah sepenuhnya, tapi aku bersyukur, setidaknya dengan diterapkannya K-13 dan pelatihan serta evaluari cara mengajar guru di sekolahku menjadi lebih rajin datang ke sekolah. Alhamdulillah.

Kepala sekolah pun sejak jabatannya terancam dan adanya keharusan untuk mengikuti kegiatan K-13 dari dinas pendidikan menjadi lebih peduli pada sekolah. Bahkan beliau sendiri yang mengecat, membuat papan nama kelas dan menempel jadwal pelajaran serta visi misi sekolah. Suatu perubahan kecil yang patut dicatat sebab memang tidak mudah mendapatkan perubahan yang besar dari waktu satu tahun.

Aku bersyukur diberikan kesempatan hidup satu tahun di sini untuk belajar. Temanku pernah bilang, pengalaman hidup satu tahun di sini sama dengan pengalaman 10 tahun hidup di luar. Aku sendiri menyadari bahwa pilihan menjadi Pengajar Muda adalah pilihan yang tidak semua orang akan sanggup untuk menjalaninya. Kami dipaksa menjadi dewasa dan belajar menjadi orang yang humble dalam waktu cepat.

Banyak sekali pelajaran yang aku dapat selama di sini. Aku berharap dan berdoa setelah pulang nanti masih ada idealisme yang bisa aku bawa dan aku terapkan di manapun tempatku berkarya nanti. Amin.

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua