Kelas Tiga

Avina Nadhila Widarsa 27 September 2014

Semester ini saya menjadi wali kelas tiga, kelas yang anak-anaknya sangat aktif, menantang dan berisik. Ya, betapa tidak, kelas tiga sekarang hampir setengahnya merupakan anak-anak yang tinggal kelas, karena wali kelas mereka sebelumnya, Bu Ayu tidak mau menaikkan anak-anak yang belum lancar membaca. Wah, PR sekali buat saya. Padahal, sebelumnya saya sudah masuk ke kelas empat, di mana anak-anaknya sudah terseleksi oleh bu Ayu, jadi mereka semua memang sudah lancar membaca dan sikap mereka pun mudah diatur. Namun, karena satu dan lain hal, bu Ayu kemudian mengambil alih kelas empat, dan terpaksalah saya turun menjadi wali kelas tiga.

Kelas ini berisi anak-anak yang unik. Mereka semua mempunyai karakter dan kecerdasannya sendiri. Kebanyakan dari mereka cerdas music, mereka senang bernyanyi. Setiap mencatat, hampir dipastikan kelas akan selalu bersenandung. Namun, kebanyakan mereka akan menyanyikan lagu orang dewasa yang sering ditampilkan di layar kaca. Oleh karena itu, saya menerapkan peraturan bahwa mereka hanya boleh menyanyikan lagu anak-anak atau lagu kebangsaan. Peraturan itu cukup efektif diberlakukan, mereka pun senang menyanyi lagu-lagu nasional seperti Dari Sabang sampai Merauke dan Hari Merdeka.

Saya menerapkan metode belajar kreatif dan positive discipline. Saya membuatkan kartu toilet, kartu makan dan kartu meludah bagi mereka yang ingin melakukan hal-hal tersebut di luar kelas. Ya, sebelumnya, anak-anak ini suka sekali makan dan meludah di dalam kelas yang tak berkeramik, sehingga kelas menjadi kotor. Sejak saya menerapkan peraturan kartu ini, Alhamdulillah mereka semua semakin disiplin dan bahkan selalu minta izin saya serta mencari kartu jika ingin keluar kelas. Selain itu, saya juga menerapkan jadwal piket kelas, Alhamdulillah jadwal itu berjalan dengan baik. Paling tidak, setiap kali saya masuk kelas, kelas sudah bersih, tersapu dengan baik. Jika saya melihat ada sampah yang berserakan di bawah meja mereka, maka saya selalu bilang, “semut..semut..” dan mereka menjawab, “siap…siap…operasi semut…”Mereka pun segera memungut sampah dan membuangnya ke tempat sampah.

Mereka memang tidak bisa diam. Jadi, setiap saya masuk kelas, setelah berdo’a saya selalu menyanyikan lagu, “Kalau kau senang hati tepuk tangan…” Agar efektif membuat anak-anak tenang, saya pun mengganti liriknya, “Kalau kau senang hati duduk rapih… Kalau kau senang hati bilang siap…”Dan mereka pun siap belajar.

Saya pasti akan merindukan mereka, kurang dari 100 hari lagi kebersamaan saya dengan mereka di kelas tiga. Al yang rajin, Andi yang semangat belajar, Arini yang senang membantu, Opan yang baik hati,Fanda yang cerdas, Fitri Hi. Hafis yang cepat belajar, Fitriyanti yang senang belajar dan cepat paham pelajaran, Jamal yang lucu, Kasman yang inisiatifnya tinggi dan tidak mau istirahat sebelum tugasnya selesai, Melisa yang ramah, Nabil yang rajin dan senang menenangkan teman-temannya, Nofinda yang ceria, Genta yang cepat menulis, Reno yang pintar, Rudi yang baik hati dan bersemangat, Remin yang suka mengikuti saya ketika saya berada di Torosubang, Raim dan Yudi yang masih harus disemangati untuk belajar lebih giat, Aulia yang senang menulis, Amida yang senang menggambar, Riki yang senang bersekolah, Rena yang lucu dan bercita-cita menjadi pramugari, Riski yang masih jarang masuk, Sandi yang baik hati dan senang membantu, Wandi yang sudah bisa menulis namanya sendiri. Wina yang lovely dan pintar, Endang yang ternyata sudah bisa menulis dengan cakap. Ibu sayang kalian Nak :)

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua