Bocah Itu Bernama Ari

Astuti Kusumaningrum 25 Februari 2012

 

Sejak pertama kali bertemu, sesaat sebelum ke kebun matahari sampai sekarang (aku baru menyadarinya) - malam hari tanggal 18 Juni 2011, kehadiranku selalu diikuti oleh seorang anak kecil. Ketika berbenah siang hari setelah pindahan, bocah laki-laki itu selalu bermain di depan pintu rumah. Walaupun sempat kututup pintu karena mencuci baju di kamar mandi belakang, anak itu rupanya tetap bermain-main di teras rumahku. Ia hanya diam dan tidak berkata apa-apa ketika kusapa. Lari menjauh ketika kudekati tetapi selalu berada di sekitarku. Mungkin ia malu...Sepertinya, ia belum sekolah...

Well, aku baru menyadarinya tadi malam, betapa ia selalu mengikuti diriku. Ketika aku ikut pengajian (sebenarnya lebih tepat pelajaran ngaji untuk anak-anak SMP), ia duduk menungguku di depan majelis taklim bersama teman-temannya. Menantiku pulang untuk membuka pintu rumah agar mereka bisa ‘belajar’ lagi.Yah, rumah dan sedikit koleksi buku-buku yang kupunya telah menjadi arena belajar bagi mereka.

Tiba-tiba lampu mati. Suasana menjadi gelap. Beberapa anak-anak pun mulai pulang. Tetapi, tidak dengan bocah itu. Meskipun pengajian tetap dilanjutkan dalam remang cahaya lampu senthir, aku melihatnya, bocah itu duduk 1 meter di belakangku. Menunggu...

Pukul 19.30, aku pun berpamitan pada Mak Njas (pengajar majelis). Walaupun pengajian belum selesai, aku sudah berjanji pada anak-anak untuk membuka ‘perpustakaan’ kecilku sehingga aku pun memutuskan untuk undur diri.

Aku berdiri, bocah itu berdiri. Aku berjalan, bocah itu kemudian berlari, mendahuluiku. Melesat kemudian menghilang dalam sekejap...

Sesampaiku di depan rumah, di sana kulihat ia berdiri menanti. Aku pun memasukkan kunci dan membuka pintu. Dengan segera, ia melesat masuk. Hanya kaos putihnya yang terlihat berkelebat menuju ke kardus tempat buku-buku berada. Ia pun duduk dan mulai membuka-buka buku itu walau tak satupun yang dapat dibaca olehnya.

Bocah itu bernama Ari...


Cerita Lainnya

Lihat Semua