info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Jangan Biarkan Bendera Setengah Tiang!!!

Astri Lestari 2 Mei 2012

 

          “Bendera setengah tiang itu artinya terjadi kesedihan bagi negara kita. Negara sedang berduka dan itu waktunya bendera dinaikan hanya setengah tiang, BUKAN SEKARANG!!!”

Senin ini begitu dingin, namun cuaca tak menunjukkan akan turun hujan. Kuintip dari jendela kamar, para siswa sudah mulai ramai berjalan menuju sekolah. Seperti biasa, ada beberapa siswa yang menanti saya di  depan rumah untuk berangkat ke sekolah bersama. “Maiko, tuan guru!!”, teriak mereka yang artinya “Ayo, guru!!”. Tuan guru adalah panggilan kehormatan bagi seorang guru. Sebenarnya “tuan guru” harusnya diberikan kepada seorang guru laki-laki. Namun, para siswa  kerap memanggil saya dengan sebutan “tuan guru”yang terkadang terdengar seperti “kangguru”..hee..

           Saat batang hidung saya mulai nampak di sekolah, para siswa yang sedang bermain langsung berteriak... “Bariiiis!!, woii Ibu guru sudah datang, maiko baris!”. Melihat mereka saat ini membuat saya tersenyum mengingat beberapa bulan lalu, saat pertama kali menginjakkan kaki di sekolah ini, mereka hanya tersipu malu saat melihat saya.

     Sambil terus memastikan semua kelas sudah dibuka, saya pun menyuruh mereka untuk segera masuk lapangan mengikuti upacara bendera yang sebentar lagi akan dimulai. Upacara digabung antara SD dan SMP 1 Atap. Kondisi ini terjadi karena SMP baru dibangun satu tahun dan baru ada satu angkatan dengan jumlah siswa kurang lebih 30 orang, sehingga kami sepakat untuk menggabung kegiatan upacara bendera.

      Awalnya petugas upacara biasa diperankan oleh siswa SMP dan siswa SD hanya sebagai peserta. Namun sudah beberapa bulan ini, kondisi tersebut tidak terlihat lagi. Para siswa SD pun ingin belajar menjadi petugas. Sehingga pada akhirnya petugas upacara bergantian setiap tiga minggu sekali antara SD dan SMP. Senin ini, adalah tugas siswa SMP untuk menjadi petugas upacara.

        Sama seperti minggu-minggu sebelumnya, minggu ini pun saya menjadi pembina upacara. Sesaat ketika mulai melangkahkan kaki untuk naik ke atas mimbar (panggung kecil yang terbuat dari kayu), saya masih belum tahu topik apa yang akan saya sampaikan sebagai amanat dalam upacara ini. Oh ya, saya pun teringat dengan hari pendidikan nasional yang akan diperingati beberapa hari lagi. "Ya, saya akan utarakan  tentang pentingnya pendidikan", kata saya dalam hati.

         Upacara pun dimulai dengan baik. Namun saat pengibaran bendera, tiba-tiba terjadi peristiwa yang membuat jantung saya berdetak kencang. BENDERA TIDAK BISA DINAIKAN DAN HANYA NAIK SETENGAH TIANG. Para pengibar bendera berusaha untuk menaikkan bendera, namun sulit karena bendera melilit pada tali. Hingga akhirnya lagu Indonesia Raya selesai dikumandangkan, pemimpin upacara memberikan aba-aba untuk tegak dan pengibar bendera menyerah. Melihat peristiwa itu, hati saya tiba-tiba sedih. Secara refleks namun tegas saya suruh pemimpin upacara untuk tetap dalam posisi hormat. Saya turun dari mimbar lalu berusaha membuat bendera naik. Pengibar bendera berbisik pada saya, “Bu, susah naik bu , melilit”. Namun akhirnya alhamdulilah, bendera pun bisa dikibarkan di hari Senin ini. Dibilang idealis, dibilang “lebay”, terserah.... namun yang saya rasakan saat itu adalah cinta terhadap Negara ini, Indonesia.

          Waktu amanat pun tiba. Entah mengapa suara saya bergetar, mata berkaca-kaca dan napas tidak lagi stabil. Saya harus tenang. Menelan ludah beberapa kali, lalu menarik napas dan mengucapkan Bissmillah.

Ini lah potongan amanat yang saya sampaikan hari Senin ini.

“Kalian ingin tahu mengapa saya menyuruh kalian untuk tetap bersikap hormat pada saat bendera masih setengah tiang? Bendera setengah tiang itu artinya terjadi kesedihan bagi negara kita. Negara sedang berduka dan itu waktunya bendera dinaikan hanya setengah tiang, BUKAN SEKARANG!!!”

“Kalian adalah generasi penerus bangsa yang suatu hari nanti akan menjadi pemimpin Bangsa ini, yang nantinya akan menggambarkan negara kalian adalah diri kalian saat ini!! Ibu harap mulai saat ini tumbuh rasa nasionalisme dalam diri kalian, karena kalian adalah bagian dari Indonesia. Walaupun jauh dari pusat pemerintahan, namun dari Sabang sampai Merauke adalah Indonesia. Tidak ada perbedaan. Ibu harap bisa menemukan wajah-wajah cerah Indonesia 20 tahun kedepan. Jangan hanya mengeluh tentang kondisi pemerintahan, BBM naik, korupsi, dan lain sebagainya. Namun kalian adalah bagian dari indonesia yang juga perlu berperan untuk kemajuan Negara ini. Buatlah hal kecil yang positif yang bisa kalian berikan untuk Negeri”

“Kedatangan Ibu kesini, menjadi Pengajar Muda juga diawali dari kegelisahan terhadap hiruk pikuk yang terjadi saat ini. Namun jika Ibu terus mengeluh, tidak ada artinya. Kemudian Ibu berpikir apa yang bisa diberikan pada Negara, walaupun itu kecil. Tidak perlu dengan duduk menjadi pengambil kebijakan, tapi kita lihat dari sisi lain yang bisa kita manfaatkan. Nah, tugas kalian sebagai seorang siswa adalah belajar dengan baik dan ikuti upacara ini dengan khikmad. Hanya itu! Dengan itu kalian sudah membantu Negara. Jangan sampai untuk upacara saja selalu main-main. Dulu itu para pahlawan hanya untuk mengibarkan bendera saja harus berperang mempertaruhkan nyawa. Sekarang tugas kalian hanya belajar yang rajin dan lakukan upacara ini dengan baik!”

            Itulah sepenggal amanat yang saya berikan pada upacara hari ini. Dengan napas tak tentu, air mata yang hampir jatuh dan kaki yang mulai bergetar saya sampaikan apa yang ada dalam hati. Jujur, hari ini  menjadi hari bersejarah bagi saya selama menjadi pembina upacara. Hari ini memberikan kesadaran kepada saya tentang tujuan awal untuk mengikuti Program Indonesia Mengajar. Hari ini mengingatkan saya tentang alasan itu!! Saya tidak berharap peserta upacara menyadari langsung tentang apa yang saya sampaikan. Namun saya yakin, suatu hari nanti, mereka akan mengingat apa yang saya sampaikan. Karena hari ini adalah proses pembelajaran saya diwaktu sekolah dulu. Saat terjadi kejadian yang sama, bendera secara tidak sengaja naik setengah tiang. Dan secara tegas, guru saya berusaha untuk menaikkan bendera hingga berkibar. Rasa nasionalisme, muncul saat itu dan sampai saat ini. Wajah Negara Indonesia 20 tahun kedepan ada ditangan para generasi penerus bangsa saat ini. Ada ditangan kita semua. Ada ditangan SAYA dan ada ditangan ANDA.

 

“Selamat Hari Pendidikan Nasional. Selamat terlahir Ki Hajar Dewantoro. Berikan keindahan dalam belajar, kesenangan dalam menuntut ilmu. Sukses itu Milik kita, Sukses itu di depan Mata. Maju terus menuju Cahaya, Generasi Penerus Bangsa!”

 

Astri Lestari

Pengajar Muda Majene

02 Mei 2012


Cerita Lainnya

Lihat Semua