Gubernur Jainah

Asri Diana Kamilin 6 April 2017

Namanya Jainah Julianti. Murid yang paling bisa diandalkan untuk mengatur teman-temannya di sekolah. Ketika Sabtu Ceria dengan agenda olahraga, Jainah membantu mengatur barisan siswa dan menjadi pemimpin senam bersama. Ketika upacara perdana, dia mengajukan diri sebagai pemimpin pertama. Jainah juga dipilih oleh teman-temannya untuk menjadi ketua kelas VI. Bagi saya, Jainah merupakan perempuan tegas yang berjiwa pemimpin.

 

Jika bertemu dengannya di desa tanpa mengenakan seragam, dia bak wanita dewasa. Menggendong adik ke enamnya sambil menuntun adik kelimanya. Ia melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci baju, piring dan memasak. Disini, anak-anak perempuan memang dibiasakan mengurus keperluan diri dan membantu keluarganya. Bagi saya, Jainah memiliki sifat mengayomi yang lebih muda.

 

 

-Berusaha Keras dan Cerdas-

Gadis kecil ini paling rajin belajar malam di langgar. Ia menjadi 'penghidup' diskusi di antara kawan-kawannya. Misalnya, di suatu malam, seorang anak bertanya..

"Bu, kenapa kita bisa melihat?",

"Kenapa ya kira-kira?", saya kembali bertanya kepada anak-anak yang hadir. Cara saya mengajar dengan menjadikan mereka berpikir dahulu, tidak langsung saya beri jawabannya. 

"Ya.. karena punya mata bu ai", jawab seorang anak.

"Kalau punya mata tapi gelap lampunya gimana?" Jainah mulai menghidupkan suasana melalui sanggahannya

"Ayo..gimana..", tanya saya lagi

"Berarti karena ada cahaya bu" jawab seorang anak

"Kalau orangnya buta, tapi ada cahaya, gimana?" Jainah memulai kembali jurusnya.

"Ayo, kira-kira gimana yaa.."

 

Demikianlah cuplikan diskusi ketika bersama Jainah. Hingga akhirnya anak-anak memahami dan mempraktikkan mata yang ditutup, lampu yang dimatikan. Simpulan pun diambil dari diskusi panjang bahwa ada beberapa syarat agar seseorang bisa melihat.

 

Diskusi malam semakin semarak ketika Jainah dan 12 anak lainnya dinyatakan lolos sebagai semifinalis OSK (Olimpiade Sains Kuark). Bukan hal mudah bagi anak-anak ketika bersingguhan dengan sains. Saya selalu tanamkan bahwa OSK ini bukan tentang pertandingan dengan orang lain atau tentang menang-kalah. Bukan. Ini mengenai bagaimana anak-anak menjalani proses belajar. Bagaimana anak-anak mengenal lingkungan sekitarnya dengan kacamata keilmuan.

 

Siang pulang sekolah, Jainah dan kawan-kawannya tidak pulang ke rumahnya. Mereka membawa bekal yang disiapkan bersama orang tua masing-masing lalu menetap di rumah saya. Shalat dhuhur, makan siang, belajar-diskusi-kuis-games kami jalani hingga sore menjelang. Mereka pun pulang, namun malamnya kembali lagi ke langgar untuk belajar. Ya, seminggu terakhir persiapan semifinal OSK menjadi fokus Jainah.

 

 

-Berbincang Cita-cita-

Di tengah belajar, saya bertanya mengenai cita-cita kepada anak-anak. Ada yang menjawab ingin menjadi polwan, polisi dan guru. Jawaban-jawaban yang seringkali sulit dijelaskan alasannya ketika saya menggali lebih dalam mengapa ingin menjadi itu?. Dan, sore ini, saya bertanya kepada anak-anak yang dijawab oleh Jainah (Asri=A; Jainah: J)

A: Adakah yang mau jadi gubernur?

J: Apa gubernur bu?

A: Apa ya kira-kira?

J: Kada tau bu ai (tidak tahu bu)

A: Coba, pemimpin di desa apa namanya?

J: Pembakal (kepala desa)

A: Kalau di kabupaten, nama pemimpinnya?

J: Bupati bu ai

A: Betul, kalau di provinsi, kita provinsi apa?

J: Kalimantan Selatan (menjawab bersama anak-anak lainnya)

A: Nah, pemimpinnya disebut apa?

J: Kada tau bu ai

A: Itu gubernur namanya, pemimpin di provinsi

J: oo...

A: Sekarang Ibu tanya, ada yang mau jadi gubernur?

 

Anak-anak tertawa sembari menanyakan apa tugas gubernur. Saya pun balik bertanya, kira-kira menurut anak-anak apa?. Apa jawaban Jainah? "Tinggal di istana bu ai, kayak presiden" (aduh!). Sejak kapan gubernur punya istana. Saya pun menjelaskan tugas gubernur dengan contoh-contoh sederhana.

 

Bagaimana respon Jainah dan anak-anak lainnya?

"hehehe, kada handak bu ai" (tidak mau, bu-jadi gubernur). Kenapa?, tanya saya.

"kada bu ai, handak jadi polwan haja" (tidak bu, mau jadi polwan saja).

Lagi-lagi, mereka tidak menjelaskan alasannya. Yang jelas, tidak mau jadi gubernur.

 

 

Jainah memiliki bakat seorang pemimpin, pengayom, bersemangat belajar, cerdas namun tak menginginkan cita-cita sebagai pemimpin provinsi. Barangkali karena ia belum benar-benar paham seperti apa tugas gubernur. Atau mungkin juga menganggap banyak hal yang bisa dilakukan tanpa menjadi seorang pemimpin.

 

Banyak Jainah lainnya di sudut negeri. Bukan tentang menjadi yang tertinggi di suatu instansi, melainkan optimal mengembangkan diri. Mari berbuat sebaik mungkin pada bidang kita, karena banyak cara untuk mengabdi pada negara. 

"Karena setiap dari kita adalah pemimpin dan (kelak) akan diminta tanggung jawab atas apa yang dipimpin"

 

Desa Baru, 6 April 2017

 

 

 

 

 

 

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua