info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Hutang Sarjana Ekonomi

Arif Lukman Hakim 2 Desember 2011

Pak Baharudin datang sambil menghela napas panjang. Lembaran kertas yang dibawanya langsung disinggahkan di atas meja besar di ruang tengah. Dari raut mukanya sudah bisa ditebak, beliau sedang mengalami kegelisahan, pikirannya pasti sedang pusing, karena ada masalah yang harus dihadapi.

“Om Desa, ini bagaimana?”, tanyanya kepada bapak angkatku, Kepala Kampung Tarak. “Kau isi sudah, nanti beta periksa”, kata bapak angkatku.

Sekitar 2 jam Pak Baharudin yang biasa dipanggil Om Udin membuka-buka dan menuliskan sesuatu di atas 3 lembar kertas.

“Sudah?”, pak desa bertanya. “Begini, kalau sudah selesai diisi, pak guru mungkin bisa bantu”.

“Boleh saya tahu apa isi kertas itu Om?” tanyaku.

Kertas itu berjudul Identifikasi Koperasi. Kata bapak ada utusan dari Bappeda yang memberi lembaran kertas tersebut untuk diisi. Beberapa pertanyaan mendasar tentang koperasi tertuang di atasnya.

Pantas Om Udin sebagai ketua koperasi berkali-kali memegang kepala. Pertanyaan seputar kendala dalam menjalankan koperasi cukup menusuk perasaan dan pikirannya.

“Jadi, selama ini koperasi menjalankan bisnis apa Om?”, tanyaku pada Om Udin.

“Selama ini cuma jual beli BBM saja pak guru. Tapi itulah... modal sudah habis dan kita orang bingung mau jalan bagaimana.”, suara Om Udin sudah tak bisa menutupi kegalauannya.

“Begini Om, kira-kira Om berani kah tidak untuk mencoba terobosan baru dengan menambah bidang bisnis lagi? Masih ada hasil laut seperti ikan, rumput laut, pala, pisang, kerajinan, dan lainnya, bagaimana?”, tanyaku mencoba menggali solusi.

Kita orang su berpikir sampai di situ. Tetapi masalah pemasaran pak guru, kira-kira bagaimana? Selama ini hasil alam di sini sangat banyak, tetapi belum bisa menyelesaikan masalah pemasaran itu!”, Om Udin mulai asik diajak bicara.

Ya, dari dulu kampung ini hampir tak tersentuh. Di balik pulau kecil yang dihuni sekitar 350 jiwa ini memang hasil alamnya sangat melimpah. Sumber daya alam yang sangat kaya. Dan memang sangat tepat jika sistem usaha berbasis kerakyatan dijalankan.

“Om, saya ini lulusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, saya sudah dibekali beberapa ilmu ekonomi, apalagi jual-beli dan koperasi. Rasanya saya punya tanggung jawab besar untuk urusan ini. Kalau diijinkan, saya mau mendampingi Om Udin dan Kepala Kampung untuk urus koperasi. Bagaimana?” kataku mencoba menyemangati.

“Kalau begitu pas sudah! Katong sama-sama urus koperasi supaya bisa aktif dan berjalan lebih bagus”, bapak angkatku langsung menanggapi.

“Pak guru, kita orang minta tolong urusan pemasaran itu pak guru. Siapa tahu pak guru punya kenalan orang-orang besar yang membutuhkan hasil alam kita ini, pak guru kasih masuk di sini”, kata Om Udin.

“InsyaAllah Om, kalau memang sudah ada jalan terang saya kasih tahu ke Om dan Bapak Desa. Sambil kita menunggu calon investor yang tertarik, kita perbaiki sedikit-sedikit manajemennya, pembukuannya, sampai ke masalah teknis lainnya.” Aku berkata sambil menatap optimis ke kedua saudaraku di Papua ini.

___________________

Oktober 2011. Di bawah temaram cahaya pelita. Kampung Tarak, Distrik Karas, Fakfak, Papua Barat.


Cerita Lainnya

Lihat Semua