info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Ketika ada siswa sulit, sering terbesit pertanyaan "serius mau jadi guru?"

Agung Yansusan Sudarwin 26 November 2011

Pagi hari jam 6.30 pagi aku berdiri didepan rumahku memandang ke arah SD Inpres Oeoko. Rumahku dan SDku hanya berjarak 30 meter, dekat. Kulihat anak-anak sudah datang dan berlarian di depan teras SDku. Aku sudah siap, aku sudah menggunakan kemeja lengan panjang berwarna ungu dan celana bahan warna hitam siap melangkah ke arah sekolah.

Aku pun melangkahkan kaki dengan dimulai kaki kanan dan membaca bismillah.

Aku berjalan dan berjalan, entah kenapa ketika itu ada secuil perasaanku yang menarik bajuku kebelakang untuk kembali ke rumah. Ayo gung, ayo kembali ke kamarmu, tidur saja lagi. Aku memejamkan mata dan berusaha terus berjalan ke arah SDku. Ku lawan rasa malasku itu.

Sesampai di kelas, kulihat anakku masih santai-santai sambil memandangku dan menyapaku, mereka memanggilku dan menyapaku dengan hangat, aku balas sapaan mereka dengan senyumanku. Setelah itu aku masuk kedalam kelasku, kotor sekali keadaan kelasku ini. Aku pun memanggil siswa-siswa yang seharusnya bekerja piket hari itu. Aku panggil mereka dan kusuruh mereka melakukan kewajiban. Anak-anakku menjawab “iya pak!”.

Tapi taukah apa yang mereka lakukan, mereka hanya berlari-lari tanpa mau mengerjakan pekerjaan piket kebersihan. Aku mulai agak dongkol. Teknik penguasaan diriku mulai diuji. Mereka berlari-lari tanpa menghiraukan permohonanku.

Setelah itu aku sedikit menyuruh kembali kepada anakku dengan nada yang tinggi. Mungkin tidak usah di paparkan seperti apa nadanya. Dan akhirnya anak-anak yang piket mau mengerjakan pekerjaannya.

Setelah itu aku berpikir bahwa ada yang salah denganku, ada yang salah dengan semangatku, ada yang salah dengan gaya kepemimpinanku di kelas. Prinsipku, aku tidak mau menjadikan siswaku seperti gajah sirkus yang bekerja karena takut di pecut. Aku ingin mereka bekerja sesuai hatimereka.

Aku terus mencoba untuk seperti itu, walaupun terkadangkala sering terjadi eror dalam usahaku itu.

Ada definisi bagus mengenai apa itu leadership yang di definiskan dan saya baca pada akun twitter @goodmotivator. Disebutkan bahwa “leadership is the art of getting someone else to do something you want done because he wants to do it”.

Melihat belum respeknya muridku terhadap permohonanku, tampaknya ada yang salah dengan gaya kepemimpinanku. Harus ada perubahan, aku harus bisa menggali potensi diri dalam hal memperngaruhi orang lain dari hati ke hati.

Okay, aku akan menjadikan itu catatan dalam hidupku, dan aku rasa mempengaruhi hati orang lain agar mau melakukan apa yang kita inginkan adalah latihan sepanjang masa bagi seorang pemimpin.

Murid pertama dari segala ucapan kita adalah diri kita sendiri

Setelah kejadian itu, aku memulai mengajar pelajaran. Kami belajar seperti biasa, hari itu tumben kelas menjadi tidak kondusif, ada yang ngantuk, ada yang semangat ada yang melamun. Aku mencoba memberikan yang terbaik kepada anak-anakku.

Semuanya berlalu dan saatnya istirahat diluar kelas. Aku sudah mengajarkan kepada muridku agar mencuci tangan sebelum makan jajanan sekolah, tapi entah kenapa ketika itu aku memakan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, aku makan “hap” dan aku khilaf makan tanpa mencuci makan terlebih dahulu. Aku sempat terdiam, dan tidak meneruskan memakan makanan itu.

Aku mengunyah...

Aku mengunyah perlahan-lahan, dan makanan pun habis, tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Memang keadaanku sudah lelah tapi aku selama ini menyuruh anak-anakku mencuci tangan sebelum makan, sementara aku? Aku mengingkari apa yang ku ucapkan sendiri.

Ternyata benar, bahwa murid pertama dari segala ucapan kita adalah diri kita sendiri. Aku lah yang seharusnya menggunakan setiap kata-kata yang aku ucapkan. Oh Tuhan, sungguh hari ini serasa banyak sekali kesalahan yang ku perbuat.

Marah ketika mengerjakan sesuatu hanya akan membuat kita seperti keledai

Kejadian hari yang penuh pembelajaran bagiku terus berlanjut. Aku masih marah, marah akan diriku. Setelah itu datanglah pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan, aku melihat anak-anakku menganyam kerajinan tangan. Keadaan sedang kacau, kotor, berserakan, daun lontar berserakan dimana-mana.

Semakin marah sekali. Aku marah, aku sudah tak terkontrol lagi.

...

Aku marah

...

Anak-anak menjadi diam dan terfokus kepadaku. Fokus kepadaku, mereka fokus tidak dengan hati mereka. Tapi dengan ketakutan.

Ya, langkahku salah. Aku terbawa suasana dan kecerdasan emosionalku sedang tidak bekerja dengan baik.

Sekali lagi, aku harus banyak memperbaiki diri, khususnya dalam hal penguasaan diri.

Ya Allah, khusus untuk hari ini dan seterusnya, saya mohon selaku hamba-Mu, tolong jadikan saya manusia yang mampu menguasai diri sendiri sehingga bisa membagikan banyak manfaat bagi semesta.

Keesokan harinya, aku meminta maaf kepada siswaku. Mereka tampak terdiam dan akhirnya sama-sama meminta maaf juga.

Aku tiba-tiba berubah menjadi sentimentil. Entah kenapa, sedih. Kami pun saling memaafkan dan memulai proses belajar mengajar seperti sediakala, penuh canda dan tawa.


Cerita Lainnya

Lihat Semua