Nanga Lauk yang "Kinesthetic Intelligence"

ANNISA NOVITA DEWI 27 Juni 2012

Empat hari, bukan waktu yang sebentar untuk cukup mengenal desa Nanga Lauk, Kecamatan Embaloh Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu. Empat hari itu pula sudah cukup untuk menyimpulkan desa ini, desa Nanga Lauk yang "Kinesthetic Intelligence". Pasalnya, memang seluruh penduduk desa ini memiliki kemampuan kinestetik yang di atas rata-rata orang pada umumnya. Alhasil, ketika kami (saya dan mbak Neti-PM2) sampai di desa Nanga Lauk dengan sampan, barang-barang di sampan; tas carrier, tas jinjing superbesar, dan beberapa tas backpack yang kami bawa mampu mereka angkut dalam 2 kali angkut saja (padahal saya berdua dengan mbak Neti harus bolak-balik 4 kali untuk mengangkut bersama), dengan rute dari lanting (terminal air) yang ada di pinggiran sungai sampai dengan rumah salah satu warga, kira-kira ada lebih dari 20 meter jaraknya.

Sungai yang berliku, tanah pinggir sungai dengan pasir putihnya, hutan rimba yang menyapa di sepanjang sungai yang kami lewati, kayu-kayu dan batu-batu yang begitu saja ada di tengah derasnya aliran air sungai, rumah panggung di tepi kanan-kiri sungai, serta ragam bahasa "Hulu"nya yang beraneka ragam .......

Itu semua merupakan "kearifan lokal" yang mungkin sudah biasa dilihat ketika berkunjung ke daerah aliran sungai di manapun di Indonesia. Tetapi "kearifan lokal" yang satu ini, mungkin sering kita temui, namun jarang kita sadari, yaitu "Kinesthetic Intelligence" masyarakat desa yang luar biasa. Bukan hanya orang tua dan pemudanya, namun juga anak-anak kecilnya. Bukan hanya pemuda ataupun bapak-bapaknya, namun juga para gadis dan ibu-ibunya. Bukan hanya dalam bekerja mencari ikan dan "ngarit" (berkebun), namun juga dalam membantu sesama warga dan pendatang baru seperti saya (terkait dengan ini, kesan saya tentang mereka yang penuh pesona kinestetik ==>  'inisiatif dan kontributif'). Mereka selalu penuh inisiatif ketika membantu pendatang baru seperti saya, dan selalu penuh dedikasi untuk berkontribusi membantu orang lain.

Apapun mereka lakukan untuk mengurangi beban saya, apapun itu, termasuk "mengajari" saya saat pertama kali mandi di sungai ^_^. Oh ya, satu lagi yang membuat saya semakin mantap dengan tagline "kinesthetic intelligence" for Nanga Lauk, karena masyarakat Nanga Lauk sangat identik dengan aktivitas Olahraga di sore hari. Mereka punya kebiasaan berkumpul di lapangan pada sore hari untuk menyalurkan kegemaran "kinesthetic" mereka. Ibu-ibu  dan para remaja perempuan bermain bola voli, pemuda dan bapak-bapak bermain bola kaki (sepak bola), sedangkan anak-anak bermain badminton serta permainan-permainan lain semacam kasti, gobak sodor, permainan kelereng, dan banyak permainan lain.

Tentang permainan kasti ini pun saya juga takjub. Bukan kasti yang biasa, tidak perlu menggunakan pemukul kayu dan bola kasti. Cukup menggunakan kertas bekas yang "diuntel-untel" (maaf, saya belum menemukan bahasa yang tepat :p) menjadi semacam bola seperti bola kasti. Pemukulnya pun tidak perlu menggunakan kayu, cukup memanfaatkan yang ada di tubuh kita ==> "tangan". Sederhana, tapi kreatif dan sangat logis.

Ada lagi yang membuat saya cukup terkesan dengan kearifan lokal yang saya sebut dengan "inisiatif dan kontributif". Saat pertama kali mandi di sungai sambil membawa cucian yang lumayan banyak, inisiatif mereka untuk membantu apapun yang bisa mereka bantu. Mulai dari turun ke sungai yang jaraknya kira-kira ada 10 meter dengan posisi miring yang amat sangat terjal, kemudian ketika sudah sampai di sungai pun, mereka tak pernah berhenti menanyakan apa yang bisa dibantu, hemm, mungkin itu juga efek dari pernyataan konyol saya, "Ajari Ibu mandi di sungai ya anak-anak"...... Dan ketika itu anak-anak pun menjawab dengan penuh semangat, "Siaaaaaaappp Buuu !!!"

Dan...... Inilah yang terjadi, mereka tak pernah bisa diam untuk membantu saya. Alangkah "kinestetik"nyaaaa anak-anak ini !!!

Beginilah jika kinestetik dan ketulusan bergabung, jadilah manusia-manusia penuh inisiatif yang selalu sigap dan lincah. Sayangnya potensi ini masih sangat tersimpan rapi di desa yang "terbatas" karena sungai dan hutan. Dan batas itu akan bisa terlampaui jika mereka mau ^_^

Na. Lauk, 24 Juni 2012 14:56  


Cerita Lainnya

Lihat Semua