info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

SD-ku, SD Negeri Torosubang

Anita 8 November 2011

Setelah mengantar kepergian Pak Aji, siangnya saya mengajak adik piara saya, siswa kelas V, untuk melihat seperti apa bentuk dan rupa sekolah tempat saya mengajar nanti.  Hanya berselang satu rumah dari rumah saya, ada gang kecil menuju ke sekolah. Oh,  ternyata dekat sekali dari rumah. Hanya sekitar 50 meter.

Jangan bayangkan bahwa SD  di daerah terpencil selalu kondisinya seperti SD yang digambarkan di film Laskar Pelangi. Sebagian besar SD yang saya temui di Kabupaten Halsel, sebagian besar kondisi  bangunannya masih baru dan sangat layak pakai. Program pemerintah dalam beberapa tahun belakangan memang merehabilitasi dan memperbanyak jumlah SD di daerah Indonesia timur. Tapi sayangnya yang dibangun hanya fisiknya saja. Tanpa ada jiwa-jiwa pendidik di dalamnya.

SD Torosubang adalah salah satu contoh pembangunan pendidikan yang belum selesai itu. Baik dari fisik maupun non fisik. Bangunan 6 ruangan itu hanya berpagarkan rumput ilalang. Jadi jika siswa lupa menutup pintu kelas maka jangan heran jika keesokannya lantai ruangan kelas akan bertaburan kotoran kambing ataupun ayam. Lima ruangan menjadi ruang kelas 1-6 dan sisanya menjadi ruang guru merangkap ruang kepala sekolah, dapur dan perpustakaan.

Walaupun terletak di pinggir hutan belakang desa, untungnya bangunan SD Torosubang tidak berdiri sendiri. Kami memiliki tetangga, yaitu SMA Negeri 3 Bacan. Desa Bajo, tempat SD ini berada merupakan ibukota kecamatan Botang Lomang. Karenanya sekolah dari jenjang PAUD hingga SMA ada disini. Sebagai tetangga kami pun memiliki banyak persamaan. Sama-sama berpagarkan ilalang dan kekurangan tenaga pengajar. Bedanya, SMA memiliki pekarangan yang lebih rindang, beda dengan SD Torosubang yang tidak memiliki pohon kayu satupun untuk tempat berlindung. Jadi kalau matahari sudah mulai naik, halaman sekolah pun sepi. Anak-anak lebih memilih bermain di serambi depan kelas atau di dalam kelas. Selain itu jika dilihat dari jumlah ruang kelas, ruangan kelas di SMA cukup untuk total 6 kelas yang ada.

Guru di SDN Torosubang pun jumlahnya pas-pasan. Pas untuk memegang satu kelas satu guru, ditambah dengan satu guru agama. Dengan hadirnya Indonesia Mengajar disana maka jumlah guru SD Torosubang sekarang ada 7 orang, ditambah kepala sekolah. Jumlah yang Alhamdulillah sekali untuk sebuah daerah terpencil. Setengah dari guru tersebut adalah pegawai tidak tetap dan berstatus honorer. Jangan tanyakan berapa orang yang sudah sertifikasi atau berapa orang guru yang telah S1. Sebagian besar guru di SD Torosubang adalah tamatan D-II Pendidikan Guru SD, atau yang biasa disingkat dengan PGSD. Hanya satu orang yang merupakan tamatan S-1 PGSD.

Jangan pula pernah membandingkan bagaimana kualitas guru di SD terpencil dengan SD di kota. Jangan tanya apakah mereka mengenal RPP, silabus atau program semester. Istilah-istilah itu tidak pernah dibahas di dalam ruang guru. Guru masuk ke dalam kelas – yang sangat terlambat dari jam seharusnya- mencatat materi di dinding lalu duduk manis sambil menunggu siswa selesai mencatat. Kehadiran guru pun masih shift-shift an. Seminggu masuk, minggu depan absen. Lalu bagaimana kepala sekolah mengelola sekolah? Sangat jauh dari capaian dambaan yang disebut kepala sekolah ideal.

Tapi walaupun demikian adanya, Anda sungguh akan terkesima jika dari sekolah yang demikian adanya, terdapat anak-anak luar biasa. Mereka punya semangat untuk belajar dengan segala keterbatasan, kekurangan dan apapun itu namanya yang sering terucap jika mendengar daerah terpencil. Mereka punya optimisme yang tinggi untuk bermimpi dan menggapai cita-cita. Mereka berani maju ke depan, menghadapi selentingan teman-teman SD tetangga yang bilang mereka berasal dari SD yang tidak berkualitas. Mereka berani unjuk gigi bahwa mereka bisa. Walaupun salah, mereka berani mencoba. Dengan semangat mereka pula, saya bersemangat setiap pagi datang ke sekolah paling awal. Membuka pintu kantor, melakukan apel pagi, bahkan saat upacara bendera saya menjadi satu-satunya guru yang berdiri di lapangan. Tidak apa-apa. Selama masih ada makhluk-makhluk kecil yang menanti saya di sekolah, menatap saya dengan mata yang haus ilmu pengetahuan, maka saya akan terus melangkah dengan semangat ke SD ini, SD Negeri Torosubang.


Cerita Lainnya

Lihat Semua