info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Dua minggu lamanya

Anies Wahyu Nurmayanti 10 Agustus 2012

           Pengajar muda angkatan dua sudah selesai menjalankan amanah dan tugasnya menjadi PM Rote Ndao selama satu tahun. Tidak terasa kebersamaan dengan mereka selama dua minggu terakhir ini sangat membekas dan terkenang selalu. Dimana setiap hari aku satu rumah dengannya melakukan segala sesuatu bersama-sama sepanjang waktu. Pergi ke sekolah bersama, senam bersama, mengajar di sekolah, dan juga jalan kaki ke sekolah. Hal yang tidak pernah aku lupa, saat dia membuatkanku sarapan mie goreng (karena hanya itu yang ada) maklum disini susah mencari sayur dan lauk. Menyalakan tungku dengan kayu dan asap yang mengepul sembari api menyala. Setelah itu, dibuatkan secangkir teh hangat dengan mie goreng menu sarapan pagi ini untuk dimakan bersama-sama. Selain itu juga, untuk mandi, mencuci, memasak harus menimba air di sumur sedalam 23 m sambil bernyayi lagu Indonesia Raya dalam hati. Satu kamar berdua dalam satu ranjang tempat tidur. So sweet banget....hawa malam yang dingin dengan tiupan angin yang kencang kami hanya berselimut sprei di bawah kelambu putih.

          Dia  seorang yang tangguh selalu memboncengku melewati jalan terjal dan rusak. Di sepanjang jalan kita selalu bercerita banyak hal sambil menikmati pemandangan alam yang indah. Tanpa disadari hamparan yang kita lewati daun-daun mulai menguning, pohon jati sudah merontokkan daunnya, dan sejauh mata melihat semua terlihat kuning kecokelatan. Perjalanan ke Ba’a selama 60 menit ini terasa sebentar dan cepat untuk menuntaskan satu cerita. Dia adalah pribadi yang menyenangkan, senang bercerita, dan pendengar yang baik. Gaya bicaramu dengan tutur kata yang lemah lembut bercampur logat Rote sangat hati-hati dalam menyampaikan suatu pesan.

       Perpisahan kelas VI di sekolah yang bersamaan dengan pelepasanmu dari SD Inpres Batulai membuatku sedih dan terharu. Air mata bercucuran tidak sanggup melepasmu pergi meninggalkanku. Andai saja diberi kesempatan perpanjangan masa tugas, mungkin aku adalah orang pertama yang sangat bahagia. Tentu saja ada beberapa teman lain yang sama halnya merasakan apa yang saya rasakan ini. Puisi yang dibawakan anak-anak dengan kepolosannya sangat menyentuh hati dilanjutkan lantunan lagu Terima kasih guru yang kamu ajarkan telah menyulap seisi ruangan terharu menangis. Mata Bapak/Ibu Guru berkaca-kaca, isak tangis murid dan juga wali murid memenuhi ruangan itu. Kasih sayang yang kamu berikan ke anak-anak berbekas kesedihan dalam mengantar sang guru pulang ke Jawa. Namun, mereka akan tersenyum kembali dengan guru yang baru. Sinyal-sinyal dan kebiasaan positif yang telah kamu ajarkan akan kulanjutkan dan kelak ada penambahan hal-hal yang baru pula.

      Selama saya datang di desa ini, tetangga dan orang-orang di desa sangat ramah dan selalu menyapamu setiap hari. Konon katanya, kamu adalah idola di desa ini. Hampir semua orang di desa dari ujung ke ujung selalu memanggilmu dengan sapaan “Selamat pagi, selamat sore Ibu”. Kamu sangat diterima baik oleh masyarakat dan mereka sangat menyayangimu. Disini kamu mempunyai orang tua kedua yang sangat baik dan sayang. Hal itu terlihat saat kamu mau pulang ke Jawa, tetangga dekat pergi ke rumah dan mengobrol sampai larut malam bercerita banyak hal denganmu. Saya pun ikut bercerita menikmati suasana detik-detik terakhir bersamamu diterangi oleh bintang-bintang di langit dan lampu di serambi rumah. Keesokan harinya kamu pulang diantar oleh keluarga asuh dan tetangga menuju pelabuhan Ba’a. Di pelabuhan kaliyan berpamitan dengan housefam dan memeluk kita (PM 4) sambil mendengungkan yel-yel semangat.

        Itupun tidak cukup, teman-teman PM 2 meminta kita menyayikan lagu Juleha di pelabuhan dekat kapal feri. Dengan nada penuh semangat bercampur haru kita menyayikan Juleha disaksikan oleh seluruh penumpang kapal. Ada perasaan malu, tetapi kata PM 2 mereka sangat menikmatinya. Tidak apalah semoga lagu Juleha ini diingat selalu mengiringi kepulangan mereka menuju kapal feri. Lima belas menit kemudian mereka melambaikan tangan dan kapal feri mulai berjalan berputar arah dari kami.  Hari itulah kita bersembilan melanjutkan perjuangan mereka di Pulau Rote dan tinggal sendiri di desa masing-masing.

 

       


Cerita Lainnya

Lihat Semua