Dari Selatan Sampai LAMBUNGRUJAK

Anggun Piputri Sasongko 15 September 2012

 

Suatu kehormatan ketika dapat berada di pulau terluar yang menjadi perbatasan paling selatan Indonesia, Pulau Dana. Apalagi kehadiran disana untuk melaksanakan Upacara Bendera dalam memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke 67 tahun. Perjalanan menuju Pulau Dana ditempuh hanya 1 jam dari pesisir Oeseli, Rote Barat Daya. Matahari diatas tepat pukul 12.00 WITA, 16 Agustus 2012 rombongan kami berangkat menuju ujung selatan Indonesia. Tidak ada alas kepala, kami duduk diatas kapal bersahabat dengan teriknya matahari.

Dari pandangan mata sebelum kapal kami berlabuh pada dermaga buatan. Mata sudah disuguhi kekeyaan alam yang eksotik. Pasir putih seperti belum ada yang menginjaknya, laut beraneka macam warna biru, mulai dari biru muda, bersih. Bahkan kami tidak perlu memakai kacamata untuk melihat isi lautnya. Batu karang yang berwarna hijau menjadi taman bermain ikan-ikan kecil yang cantik. Indonesia terlalu indah.

Sampailah kaki kami menginjak tanah perbatasan selatan ini. Berjalan menyusuri hamparan padang luas, dari kejauhan sudah terpampang tenda-tenda hijau tua milik TNI. Dalam 2 malam akan menjadi rumah kami. Melindungi dari panas, dingin dan angin kencang pada malam hari. Kegiatan sore ini kami akan mengikuti gladi upacara, jarak dari tenda menuju lapangan upacara kira-kira 1 km. Ternyata kami melaksanakan upacara tepat di depan kegagahan patung Jendral Sudirman. Mengapa Jendral Sudirman menjadi simbol di Pulau Dana? Adalah karena Pulau Dana merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dunia harus tahu, bahwa Pulau Dana adalah milik kita, Indonesia.

17 Agustus 2012 pukul 08.30 WITA dengan hikmat kami melaksanakan Upacara detik-detik Proklamasi. Panas tidak lagi dihiraukan, bertahan kami berdiri tegap selama upacara berlangsung. Setitik air mata bercampur dengan keringat membasahi pipi ketika Sang Saka Merah Putih bersama iringan Indonesia Raya diperdengarkan. Luar biasa bangga menjadi seorang Indonesia.

Upacara selesai kami mulai menghampiri beberapa orang (pejabat) yang berada diatas podium. Memang ada maksud untuk menjalin hubungan dengan beberapa stakeholders yang ada, salah satunya ketua DPRD Rote Ndao. Ketika niat kami menghampiri beliau, ternyata kami malah berpapasan dahulu oleh Komandan Resimen (DANREM) Nusa Tenggara Timur, beserta anak dan isteri. Mereka menegur serta mengungkapkan rasa bangga terhadap kami, Pengajar Muda. Obrolan pun berujung dengan undangan beliau mengajak kami kerumahnya ketika Hari Raya Idul Fitri, di kota Kupang.

Kamipun menghadiri undangan beliau, tanggal 21 Agustus 2012 kami datang kerumahnya. Disana kami di jamu dengan sangat baik. Bapak DANREM dan keluarga ternyata begitu mengapresiasi kami sebagai sosok Pengajar Muda. Banyak cerita, obrolan antara kami di ruang makan. Sampai akhirnya kata LamBungRuJak diucapkannya. Katanya, “kalian sebagai Pengajar Muda, yang punya tujuan membuat suatu perubahan, tidaklah mudah. Mereka sudah ada dengan karakter yang kuat, kebiasaan-kebiasaan itu diubah adalah sulit, walaupun sebanarnya tujuan kita baik dan positif. Namun adanya kesulitan bukanlah menandakan ketidakbisaan, toh, kataku dalam hati. Lalu katanya lagi, adik-adik harus ingat, “LAMBUNGRUJAK” apa itu? kata kami serentak penuh rasa penasaran. LAMBUNGRUJAK adalah MenyeLAM, MenghuBUNGkan, MempengaRUhi dan MengaJAK” Proses ini yang harus kalian kuasai dahulu.

Dalam hening beberapa saat begitu lambungrujak mengingatkan kami. Benar, bahwa segala sesuatu tidak ada yang instan. Semua perlu proses dan di dalam proses itu pun ada langkah yang harus kami lewati. Bukan apa-apa, tujuannya hanya supaya kami tidak salah langkah. Agar maksud baik itu dapat tersampaikan dan diterima, juga dengan baik.


Cerita Lainnya

Lihat Semua