Gaung Indonesia Raya dari Ujung negeri

AnggiPresti Adina 17 Agustus 2015

 

Indonesia Raya, merdeka, merdeka, Hiduplah Indonesia Raya

Pagi itu (bisa jadi) terbilang pagi yang paling membahagiakan sepanjang usiaku. Pagi itu, walau cuaca malamnya yang dingin terus merayu penduduk desa untuk tetap berselimut hingga matahari naik, tapi kenyataannya sejak pukul tujuh pagi mereka semua sudah siap mengenakan pakaian rapi (siswa SD mengenakan seragam merah putih mereka dan jas almamater bagi mahasiswa KKN). Pagi itu, kami semua berbaris rapi, bersiap, dan bersemangat untuk mengikuti  upacara 17an sebelum riuh-riuh lomba resmi diselenggarakan siang harinya.

Inilah agenda #kumpul17an yang diinisiasi oleh warga transmigran Desa Rantau Panjang, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Bapak dan Ibu yang rata-rata profesinya petani, turut serta mengikuti upacara bersama dengan anak-anak mereka (yang sejak dua hari lalu berlatih menjadi petugas upacara), dilengkapi juga dengan kehadiran mahasiswa-mahasiswa KKN dari Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur.

Bapak dan Ibu yang sering kutemui di jalan sembari berangkat atau pulang sekolah dan menyapa panjang mereka “mari paaaaaak” atau “mari buuuu” pagi itu tampil gagah tak gentar menyanyikan lagu Indonesia Raya yang menurut (hasil wawancara dengan) mereka, khawatir lupa liriknya karena sudah tak lama menyanyikannya. Kenyataannya, mereka masih sangat hafal, bahkan juga Mengheningkan Cipta dan Hari Merdeka. Bapak dan Ibu (termasuk orang tua angkatku) yang biasanya sepagian tengah asyik di ladang jeruk atau dapur mereka masing-masing, pagi itu dengan langkah ringannya mereka menuju lapangan RT, bahkan ada yang mau berlelah-lelah sejak dua hari sebelumnya untuk latihan menjadi pembina upacara.

Inisiatif itu sudah datang dari mereka. Mereka dengan jelas menyatakan bahwa mereka juga turut ingin menorehkan sejarah dalam masa hidupnya, yaitu menyelenggarakan upacara bendera setelah belasan bahkan puluhan tahun tak pernah lagi dilakukannya. Berbeda dengan anak-anak mereka yang tengah duduk di bangku sekolah, Upacara ini juga mengingatkan pada masa-masa sekolah mereka yang rata-rata singkat.    

Sesetia mereka merawat tanaman jeruk dan menyuruh anak-anak mereka untuk tetap pergi ke sekolah setiap harinya, sesetia itu pula mereka turut merawat Republik ini dengan mau ikhlas, sedia, dan kerjasama mensyukuri, mengenang, dan mendoakan Republik Indonesia dan seisinya. “Kami maunya ada upacara sebagai pelengkap 17an kami, tak sekedar senang-senang saat perlombaan” Begitu kiranya yang masih aku ingat.

Selama lagu Indonesia Raya dinyanyikan dalam barisan rapi mereka (kebetulan aku bagian dokumentasi), selama itu pula aku sadar  bahwa aku tengah berada di ujung negeri bersama dengan orang-orang yang semangatnya juara. Aku bahagia mendengarnya dan turut serta menyanyikannya bersama mereka. Tak sama sekali aku lihat raut pesimisme mereka terhadap Republlik ini.

Luar biasa.

Senin, 17 Agustus 2015


Cerita Lainnya

Lihat Semua