Antara Pasar Tumburuni dan Pertokoan Pecinan

Angga Prasetyawan 30 Juli 2011
Ketika melihat Kabupaten Fakfak, sempat terlintas pertanyaan dalam hati, “Ini kota kabupatennya ya?”. Pertanyaan itu muncul karena aku masih membandingkan keadaan kota-kota kabupaten yang ada di Pulau Jawa. Kalau di Pulau Jawa, sebagian besar kota-kota kabupaten memiliki beberapa pusat keramaian yang pasti dipenuhi oleh masyarakat. Menurutku, Kota Kabupaten Fakfak memang tidak terlalu luas dan tidak terlalu banyak memiliki fasilitas umum. Di sini, ada dua pusat keramaian, yaitu di Pasar Tumburuni (dibaca: Tambaruni) dan di pertokoan. Masyarakat Fakfak banyak yang menyebut Pasar Tumburuni sebagai Plaza Tumburuni. Di pasar itulah, kegiatan perdagangan masyarakat berlangsung. Masyarakat dari pelosok Kabupaten Fakfak ada yang menjual hasil-hasil kebun dan laut mereka di pasar itu. Kebetulan, Ibu Asuhku di sini juga berjualan di pasar itu. Ibu Asuhku menjual pinang dan keladi yang merupakan hasil kebun di kampung kami. Aku sempat beberapa kali membantu berjualan di pasar tersebut. Jika dibandingkan dengan Pulau Jawa, harga barang-barang kebutuhan di sini sangat jauh berbeda. Di sini, harga barang-barang kebutuhan mahal. Hal ini terjadi karena pengaruh adanya biaya transportasi yang mahal. Maklum, sebagian besar barang-barang kebutuhan di sini masih harus dikirim dari Pulau Jawa. Pusat keramaian yang kedua adalah pertokoan. Dinamakan pertokoan karena memang terdiri atas banyak toko. Teman-teman, aku lebih suka menyebut pertokoan dengan istilah pecinan karena sebagian besar yang membuka toko adalah orang-orang Cina dan dari segi bangunan toko sebagian besar masih mempertahankan gaya bangunan orang Cina. Di daerah pertokoan inilah, aku kadang-kadang bisa memperoleh beberapa barang yang biasa aku beli ketika aku ada di Jakarta. Namun, tentu saja, mereka menjualnya dengan harga yang berbeda dengan harga yang biasa aku beli di Jakarta.

Cerita Lainnya

Lihat Semua