info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Siapa Suruh Jadi Pengajar Muda

Angga Oktra Pria Fambudi 5 Mei 2015

Ada beberapa kata yang sempat aku tolak masuk dalam kepalaku beberapa tahun silam. “Mengajar”, “Menjadi Tutor”, Menjadi Pelatih”, “ Menjadi  Dosen” dan “ Menjadi Guru”, Aku masih teringat beberapa tahun lalu ada yang bertanya padaku,

               “Ngga, kamu mau kemana setelah lulus kuliah”

Dengan yakin aku menjawab,

                 “ Aku mau kerja di perusahaanatau tempat lain yang mau menerima ku dengan kemampuanku, Yang penting aku gak mau ngajar!! “

                Itu adalah kata – kata yang sangat aku ingat sampai sekarang. Wajar saja jika aku kurang begitu tertarik dengan dunia pengajaran dan sempat menolak kata – kata “Mengajar” dalam list pilihan dikepalaku. Aku selalu berfikir bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang. Salah sedikit kita malah akan menyesatkan orang dan pastinya akan menjadi beban tanggungan kita seumur hidup kelak. Berkaca pada nilai akademikku di SMA yang jeblok dan selalu berada diperingkat ke 3 dari bawah, ditambah lagi nilai ulangan yang selalu diwawah KKM, membuat “Mengajar” adalah hal yang sungguh jauh dari jangkauan, mungkin sejauh Wakatobi dan Raja ampat yang jauuuh terpisah oleh lautan.

                Sekuat apapun aku menghindari kata “Mengajar” malah semakin aku didekatkan padanya. Kuliah, aku masuk di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan(FKIP), jelas itu adalah fakultas untuk calon – calon pengajar. Namun aku bersikeras untuk meghindarinya, aku menanamkan dalam hati bahwa aku kuliah ini hanya untuk mengambil skill nya saja untuk kemudian mengembangkannya didunia non-kepengajaran. Hal itu bisa sedikit membantu karena aku memang sengaja mengambil jurusan Bahasa Inggris dimana nanti setelah lulus aku bisa loncat ksana – kmari mencari tempat dimana akan membutuhkanku, yang jelas bukan didunia kepengajaran seperti misi awal.

                Dibangku perkuliahan ini aku sengaja mencari forum dimana aku bisa berkumpul dengan anak – anak dari fakultas lain dengan tujuan mencari teman dan hal - hal baru yang belum aku ketahui. Lagi – lagi rencana untuk menghindar lebih jauuh sudah kususun dari awal. Yah mau bagaimana lagi, aku memang selalu berjalan dengan rencana A, B dan bahkan C sebagai cadangannya. Dalam perjalanan itu kutemuilah Mereka, para Debater, kumpulan orang yang selalu menggunakan logika mereka dan tidak mau terikat dalah suatu hal yang rancu. Disini aku belajar banyak, dan memang ini juga menjadi tujuanku dari  awal juga. Aku ingin belajar sebanyak – banyaknya di bangku perkuliahan untuk menebus sedikit kekhilafanku semasa bangku SMA.

                 Banyak hal aku pelajari disini, 2 misi awal tercapai. Aku bisa belajar dan mendapat link baru, disini aku mendapatkan pekerjaan pertamaku, yakni “menjadi tutor”. Tak apalah, sedikit meluangkan waktu kosong untuk menghasilka rupiah. Sampai beberapa bulan aku mengajar anak – anak les ku tawaran lain datang, “Menjadi Pelatih”. Waduh, menjadi pelatih Debate ini aga memusingkan, aku harus rajin membaca berita dan memberikan update pada anak-anakku selain aku juga harus melatih logika mereka dan juga Bahasa Inggris mereka juga yang jelas. Tak apalah, aku ambil saja sebagai media mengasah ilmu yang diturunkan pelatih agar tidak luntur.

                Begitulah kegiatanku selama kuliah, pagi mengikuti kuliah, siang “Menjadi Pelatih”, sore kuliah, malam “Menjadi Tutor”. Sungguh penuh dengan persiapan setiap harinya dan aku sudah mulai terbiasa akan hal itu. Hal itu berlanjut sampai aku lulus kuliah sampai akhirnya aku melepaskan anak les ku karena mereka juga sudah mulai kuliah dan anak – anak yang kulatih debate karena sudah waktunya juniorku yang selama ini menjadi teman seperjuanganku menggantikanku agar bisa meresakan pengalaman yang sama. Pengalaman “Menjadi Pelatih”.

                Selulus kuliah aku mulai menjalankan misiku lagi. Aku sudah mendapatkan skill yang kumau dan tinggal mencari pekerjaan yang sesuai. Sekitar beberapa bulan aku sempat mencari dan melamar ke hampir 50 perusahaan di Indonesia, namun tidak ada yang lolos. Sempat beberapa kali aku berangkat ke ibukota untuk interview, ternyata aku pergi ke perusahaan yang bisa dibilang kurang bisa dipercaya kredibility nya. Yah, aku sadar ini adalah resiko karena kurang browsing info mengenai perusahaan tersebut sebelum berangkat dan terlalu bernafsu untuk cepat bekerja. Usaha ini sempat tabunganku habis dan menjadi susah makan untuk beberapa minggu di kota perantauan. Aku tidak mau bicara pada orang tuaku menenai hal ini, karena aku memang tak mau menyusahkan mereka lagi. Cukup mereka mengkuliahkanku saja sampai sarjana ini, biar sisanya aku yang berusaha sendiri. Mereka cukup tahu aku baik – baik saja  agar tidak terlalu kepikiran.

               Dari jakarta aku sempat hilir mudik ke Surabaya dan Semarang namun semua usaha mencari pekerjaan tersebut kebanyakan kandas di interview akhir. Yah mungkin bukan jodohku untuk bekerja di perusahaan. Sampai akhirnya ada tawaran untuk “Menjadi Dosen”  di Language Centre di kampusku sendiri. Aku iseng mencoba dan bisa dibilang persiapanku sangat minim dibanding para pasaingku yang lain. Maklum aku kurang begitu menginginkan posisi ini. Aku hanya ingin mencoba membuat orang tuaku senang karena mereka ingin aku menjadi pengajar suatu hari nanti, namun aku masih saja menyangkalmya dari pikiranku. Sedikit jahat memang.

                Hari pengumuman pun datang, tiba- tiba disuatu siang dihari sabtu handphone ku berdering, diujung sana kudengar seorang sahabat baikku memberikan kabar,

               “Halo Angga, selamat yah kamu sekarang udah “Menjadi Dosen”

               Aku sempat bingung, aku mencernanya dan kemudian aku tersenyum karena paling tidak aku telah memenuhi keinginan orang tuaku meskipun sedikit mengganjal dihati.

“ Menjadi Dosen”, boleh, siapa takut!”Dengan PD nya aku berkata hal tersebut didalam hatiku, seakan lupa akan perkataan beberapa tahun silam dimana aku sangat menghindari “Mengajar”

              Sekitar setengah semester aku menjadi dosen, namun tiba- tiba sebuah kesempatan yang yang sangat jarang ditemui banyak orang datang padaku. Suatu siang aku membuka emel di kantor setelah mengajar dan disana ada sepucuk email yang membuatku meninggalkan pekerjaanku sebagai pengajar di tempatku mengajar sekarang. 

              “Selamat anda telah menjadi calon Pengajar Muda angkatan VIII”

              Yah, aku lolos dalam proses seleksi Indonesia mengajar yang aku ikuti sejak enam bulan silam. Awalnya aku tak berharap banyak dari seleksi itu karena peserta yang mendaftar ada sekitar 9.250 orang dan hanya segelintir orang saja yang nantinya akan diambil. Namun ketika melihat emel itu rasanya senang dan hampir menangis rasanya. Aku berteriak dan lari keluar ruangan untuk berjingkrak – jingkrak. Yah, salah satu keinginan ku akhirnya tercapai. Aku bisa keluar dari Jawa untuk merantau sesaat. Sebuah keinginan yang sudah kupendam lama sekali. Keluar dari daerah tempat kita tinggal mungkin sudah biasa untuk kebanyakan orang namun untuk orang sepertiku kesempatan keluar jawa ini adalah momen yang sangat istimewa sekali. Aku tak ingin hanya keluar jawa jika hanya untuk bermain, hanya akan menghabiskan waktuku saja, namun yang ini sungguh sangat lain. Aku akan kesana, kesebuah tempat yang belum aku ketahui dimana, yang jelas akan berada di ujung peta Indonesia, atau bahkan tidak tercatat di peta. Apa yang kulakukan? Aku akan memulai untuk merajut tenun kebangsaan ini dengan memahami negeri ini mulai dari akar rumput, akar paling bawah yang banyak orang lupakan selama ini.

               Itulah sekilas perjalananku hingga akhirnya aku berada ditempatku ini sekarang, “Menjadi Guru”  di Papua Barat, Kepulauan Karas, Kampung Tarak. Sebuah pulau yang tidak tercatat di peta Indonesia, namun pulau ini nyata adanya. Akhirnya akupun “Mengajar”, menjalani hal yang sungguh aku hindari selama ini, namun aku sudah tidak mempermasalahkan itu lagi karena mungkin hal ini yang harus aku jalani dulu sekarang sebelum melangkah lebih jauh lagi ke janjang berikutnya. Aku sempat teringat akan sebuah kata – kata yang entah aku sendiri lupa datangnya dari mana. Tapi sepertinya dari kepalaku sendiri tapi aku tidak sadar. Bunyinya itu seperti ini,

Hal yang kau hindari suatu saat nanti pasti akan menjadi hal yang sangat dekat denganmu, atau bahkan menjadi penentu kesuksesanmu karena suatu saat nanti kamu pasti akan menghadapinya entah sejauh apapun kamu menghindar

              Hal itulah yang aku rasakan sekarang, aku menjadi sangat dekat dengan dunia “Mengajar” dan untuk sementara, hal itu akan menjadi kehidupanku selama setahun di masa penugasan ini. Tetapi kalau aku mengingat –ingat lagi, ternyata aku juga mulai dekat dengan “ Mengajar” bukan sekarang ini saja, namun sejak aku duduk dibangku kuliah juga, mulai dari “Menjadi Tutor”, “Menjadi Pelatih”, “Menjadi Dosen”, dan terakhir “Menjadi Guru” di Indonesia Mengajar ini. Sungguh tidak terasa dan sangat tidak kusangka sebelumnya kalau akhirnya “Mengajar” menjadi teman baikku sekarang. Hal yang dulu kuhindari malah sekarang menemaniku setiap harinya mulai dari bangun dipagi hari sampai akhirnya terlelap lagi. “Mengajar”,  I proud to be a teacher, dan akhirnya sekarang semua orang yang kutemui dikampung mulai dari anak – anak sampai kakek nenek memanggilku “Pak Guru”. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua