info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Pelari Terakhir

Angga Oktra Pria Fambudi 4 Mei 2015

                 “Selamat pagi anak – anak!”

                “Selamat pagi Pak guru!!” jawab mereka dengan semangat

                “Bagaimana keadaan disekolah ketika Pak Guru ada di Kabupaten beberapa hari kemarin?”

                “Aman Pak Guru!..”

                “Tugas yang Pak Guru tinggal dikerjakan apa tidak?”

                “ Dikerjakan Pak Guru!!”

                “ Pintar, terus sekolah masuk terus selama Pak Guru tidak ada?”

                Sekejap semua terdiam, sepertinya aku mengerti maksud mereka sampai tiba – tiba ada yang menyahut.

                “ Katong sekolah dua hari saja Pak Guru, setelah itu tidak lagi!”

                Terkadang sebuah usaha yang telah dilakukan tak sebanding dengan timbal balik yang didapatkan. Setiap hari aku bergelut dengan segudang aktifitasku untuk sesuatu yang disebut keberlanjutan dan kemandirian daerah. Loncat ke kanan dan kekiri, masuk ke kantor dinas pendidikan, rumah negara, stasiun radio, rumah pemangku kepentingan, rumah para siswa dan bahkan ke gunung untuk mengejar siswaku yang bolos sekolah pun pernah aku lakukan. Namun usaha itu terkadang terasa timpang karena hanya diusahakan oleh sebelah pihak saja.

                Dikota agenda wajibku dengan teman – teman PM adalah menyambangi kantor dinas pendidikan. Mencoba bekerjasama dengan mereka untuk melakukan sesuatu yang bisa memajukan pendidikan seperti tujuan dikirimkannya kami, membantu perkembangan pendidikan daerah. Namun dalam kenyataannya tak banyak yang bisa kami lakukan karena sepertinya mereka sudah bisa menjalankan semua itu sendiri meskipun ketika diteliti sebenarnya masih ada beberapa aspek yang sangat bisa di tingkatkan kapasitasnya. Mungkin kami masih terlalu muda untuk didengarkan.

                Dirumah negara aku dan teman – teman PM beberapa kali mengajukan permintaan pertemuan kepada orang nomor satu di kabupaten untuk membahas beberapa rencana yang akan kami lakukan selama satu tahun ini. Namun sampai menjelang masa akhir penugasan permintaaan tersebut tak pernah terjawab ibarat surat yang salah alamat. Mungkin kami hanya akan bertemu secara formal ketika penyambutan dan pelepasan saja. Tak apalah, kami memang bukanlah EO (Event Organizer) yang megharuskan adanya sebuah kegiatan ataupun program disuatu daerah. Kami hanya bisa mengajak dan menggerakkan pemerintahan, tapi jika memang dirasa ajakan kami kurang meyakinkan kami hanya bisa mencari alternatif lainnya untuk menyongsong pergerakan daerah yang kami idamkan.

               Dikampung aku pernah mendapati siswaku tidak masuk sekolah selama satu minggu lebih. Aku memutuskan untuk menjenguknya karena teman- temannya yang lain berkata jika ia sakit. Siang itu ketika jam istirahat datang aku memutuskan untuk menjenguknya dengan beberapa anak kelas enam, namun apa yang kudapati disana, siswaku terlihat sehat dan malah bermain dengan asiknya dirumah sedangkan orang tuanya seakan membiarkan anaknya tidak berangkat sekolah. Aku terdiam namun kemudian kucoba untuk berbicara dengan orang tua siswaku agar mau mengingatkan anaknya untuk bersekolah lagi. Orang tua siswaku mengiyakan ajakanku dan besoknya kulihat siswaku tersebut kembali bersekolah seperti biasa. Aku senang melihatnya sekolah lagi, namun di minggu – minggu berikutnya hal tersebut terulang kembali. Bukan di satu siswa tapi mulai menyebar di beberapa siswaku yang lain.

                Masih banyak lagi kisah perjuangan menarik mengenai usaha yang telah kami lakukan di daerah. Ini bukan keluhan, namun sebuah kenyataan yang kemungkinan besar akan kalian ditemui ketika sampai di daerah. Pernah suatu hari aku bertemu dengan salah satu pengajar dari luar daerah yang telah mengajar sekitar 17 tahun di kampung dekat SD dimana aku bertugas. Aku bertanya kepadanya akan kondisi siswa disekolahnya. Beliau menjawab dengan sedikit berat;

                “ Disini yang butuh itu guru bukan siswa. Guru yang harus mencari siswanya karena masih banyak orang tua yang membiarkan anaknya ketika anaknya bolos sekolah.”

                “Terus ketika Pak Guru mendapati siswa seperti itu apa yang Pak Lakukan?”

                “ Ya saya jemput kerumahnya, sering sekali saya jemput siswa/i saya dirumah ketika mereka tidak datang. Orang tuanya juga tahu saya jemput anaknya dirumah. Namun ketika hal itu saya lakukan orang tuanya seakan tidak peduli.”

                “ Maksudnya Pak guru dengan tidak peduli itu bangaimana?”

                “ Orang tua nya cuek saja anaknya sekolah atau tidak. Jadi ketika saya tidak jemput kerumah siswa/i yang bolos orang tuanya tidak akan ingatkan anaknya untuk sekolah.”

                Seberat itukah tantangan nya? Jawabannya adalah “ IYA”. Banyak yang harus dilakukan untuk merubah semua hal itu. Tapi kita bisa memilih antara membantu menyelesaikan tantangan itu ataupun malah terdiam di zona nyaman kita saja; mengajar, memberi tambahan les kemudian pulang. Memang tak semua masalah bisa kita selesaikan, ada porsinya masing – masing. Namun jika kita tak mencobanya kapan hal tersebut akan berubah. Seperti pepatah yang berkata jika seribu langkah kedepan itu dimulai dari satu langkah kecil yang kita mulai sekarang.

                Demikian akhirnya bisa kuakhiri pesan singkat mengenai apa yang kami lakukan didaerah. Beberapa orang mungkin menganggap kami hanya membuang waktu muda kami dengan berangkat kedaerah dan menyayangkan keputusan kami karena telah meninggalkan pekerjaan lama kami di ibukota yang lengkap dengan segala fasilitasnya. Namun kami tidak meyesal karena kami tahu apa yang kami lakukan. Kami ingin berbagi dengan saudara kami didaerah dan ingin sedikit berkontribusi untuk bangsa kami, Indonesia. Ini bukanlah pengorbanan namun ini adalah sebuah kehormatan yang kami terima untuk mengenal bangsa kami lebih dekat.

Pelari terakhir, kami menunggumu!!

                   


Cerita Lainnya

Lihat Semua