Les Membaca

Angga Oktra Pria Fambudi 2 Maret 2015

Beberapa hari yang laku ketika jam istirahat datang aku mendatangi salah satu muridku kemudian bertanya;                

                “Nak, kamu kelas berapa?”

                “ Empat Pak guru”

                “ Ini bacanya apa”

Dia tersenyum kemudian berkata

                 “ Beta belum tau baca Pak Guru”

                Sedih mendengarnya, namun mau bagaimana lagi. Itulah kenyataan yang ada di salah satu ujung negeri terkaya di Indonesia ini, Papua. Sepertinya hal ini bukan hanya menjadi salah satu masalah di tempatku mengajar sekarang. Kelas tiga atau empat masih dalam tahapan mengeja atau bahkan belum lancar membaca. Bagaimana bisa mengajar dengan baik jika hanya ada tiga orang guru termasuk kepala sekolah dan itupun harus merangkap operator yang mengurusi administrasi sekolah. Ditambah lagi guru yang seharusnya bertugas dikampung tidak mau datang untuk menunaikan tugasnya.

                Namun hal itu sekarang sudah sedikit membaik di SDN Tarak ini. Aku seringkali mencoba membicarakan mengenai cara mengatasi hal tersebut dengan kepala sekolah sejak beberapa bulan lalu ketika setiap hari aku harus berduet dengan beliau mengajar 6 kelas. Awalnya beliau menanggapi dengan menambahkan satu orang guru honor sehingga kami bertiga berada disekolah. Datangnya guru honor ini sangat meringankan beban, tetapi setelah dirasa, sepertinya hal ini masih kurang maksimal. Menghandle kelas rangkap berarti kita harus membagi perhatian kita dan tentu saja proses belajar tidak akan maksimal.

                Menanggapi hal ini akupun mencoba mengusulkan tambahan satu guru honor lagi agar proses mengajar bisa menjadi lebih ringan. Usul tersebut awalnya sempat menjadi kebimbangan di pikiran kepala sekolah karena takut dana yang ada akan habis untuk dipakai untuk guru honorer saja. Setelah lama kuyakinkan akhirnya kepala sekolah pun mengiyakan usulanku tersebut. Guru barupun datang dan akhirnya jumlah kamipun menjadi empat orang disekolah.

                Setelah Ibu guru baru datang sekolah menjadi semakin ramai. Maklum, biasanya aku hanya berdua atau bahkan bertiga saja dangan rekan mengajarku disekolah ini. Setiap sepulang sekolah aku melakukan kegiatan rutinku untuk anak –anak kelas lima dan enam, yakni les siang untuk menambal materi yang kurang maksimal ketika dikelas. Awalnya sang ibu guru hanya melihat dan mengamatiku dari kejauhan kemudian lama – lama beliau mendatangiku dan bertanya;

                “ Pak bikin les ini setiap hari kah?”

                “ Iya ibu, kalau sedang tidak ada halangan saya kasih les anak – anak ini tiap hari biar materi dikelas bisa terkejar”

                “ Oh bagus yah kalau begitu!”

                Setelah berbicara cukup lama kemudian beliau pun pamit dan aku melanjutkan lagi les siangku. Esok harinya sepulang sekolah aku melihat ada sedikit hal yang menarik dikelas tiga dan empat. Diam – diam aku melihat dari balik pintu kemudian ibu guru tersebut memberikan pengumuman;

                “ Anak – anak, mulai nanti malam ibu mau kasih les di rumah ibu. Ibu sudah buat jadwal les hariannya, satu malamnya lima anak saja jadi semuanya harus di ingat – ingat jadwal masing – masing”

                “ Iya ibuuuuuu...” mereka serempak menjawab.

                Setelah itu anak – anak pun pulang dan beliau pun berpamit juga untuk pulang karena jam sekolah telah usai. Melihat adanya usaha tersebut aku merasa senang, karena akhirnya muncul juga semangat baru untuk membantu meningkatkan taraf pendidikan di sekolah ini.  Beberapa minggu kegiatan les dari ibu guru ini sempat berlangsung sampai akhirnya akupun melihat kepala sekolah ikut melakukan hal yang sama pada muridnya. Beliau mengadakan les untuk membantu melancarkan kemampuan membaca anak – anak. Bedanya, jika sang ibu guru melakukan lesnya pada malam hari, aku dan kepala sekolah mengadakan les kami disiang hari sepulang sekolah di sekolah juga. Seakan kegiatan belajar anak – anak ini terus berjalan sampai malam secara bergantian.

                Semangat dari para guru ini sepertinya mulai menular secara perlahan ke anak – anak muridnya masing -masing. Awalnya semangat untuk memberikan les hanya datang dari para guru, tapi sekarang murid – murid pun merasa bersemangat untuk les dan menjadi sering bertanya “ apakah ada les sepulang sekolah?”. Senang sekali jka sudah mendengar anak – anak mulai bertanya seperti itu. Jika diibaratkan dalam sebuah istilah, SD tempat aku mengajar ini bagaikan mendapat durian jatuh saja. Dalam waktu yang cukup singkat sudah ada tambahan guru yang mempunyai semangat berlebih untuk mengajar anak -  anak didiknya. Bersyukur sekali aku mendapatkan mereka semua menjadi rekan mengajarku. Semoga langkah kecil ini akan menjadi sebuah lompatan besar pada waktunya nanti.


Cerita Lainnya

Lihat Semua