Ibu Sri
Angga Oktra Pria Fambudi 23 Maret 2015Diruangan salah satu ruangan kantor desa yang tidak terpakai selalu terdengar suara riang anak – anak kecil sedang bernyanyi dan juga belajar setiap hari senin – kamis nya. Ketika kutengok disana terlihat anak – anak kecil menggunakan pakaian biru putih sedang bermain dan belajar bersama sang guru mereka. Jika dilihat dari seragamnya bisa dipastikan jika mereka adalah murid PAUD Kampung Tarak. Kampung kami memang bisa dibilang tidak terlalu besar karena memang keseluruhannya terdiri dari kurang lebih 100 kepala keluarga saja. Namun dengan hadirnya PAUD sebagai tempat pendidikan disamping SD bisa menunjukkkan adanya gejolak kepedulian masyarakat akan pendidikan anak – anak mereka.
PAUD di Kampung Tarak bisa dikatakan aktif sejak pertama kali berdiri di tahun 2012 silam dengan jumlah rata –rata siswa sekitar 15 siswa setiap tahunnya. Meskipun sudah cukup lama berdiri dan sudah aktif, namun PAUD di Kampung belum mempunyai gedung belajar mereka sendiri sehingga harus menumpang di salah satu ruangan balai kampung yang kebetulan tidak digunakan. Untung sekali ada kebijakan dan kemurahan hati dari Kepala Kampung dan jajarannya sehingga PAUD di kampung bisa mempunyai tempat untuk belajar setiap harinya. Disamping itu, fasilitas belajar di PAUD pun bisa dibilang seadanya saja. Alat peraga belajar anak – anak tidak terlalu banyak namun sang guru selalu ada dan hadir menemani mereka setiap harinya.
Ibu sri namanya. Beliau adalah bunda PAUD di Kampung Tarak yang mengurus dan mengatur kegiatan di PAUD sejak pertama kali berdiri. Disini Ibu Sri tidak sendiri namun beliau dibantu dengan seorang rekan nya, Ibu Selvia dalam mengatur administrasi dan juga anak – anak di PAUD. Hampir setiap hari aku berpapasan dengan beliau ketika berangkat kesekolah. Meskipun terkadang jumlah murid yang hadir naik turun jumlahnya namun beliau terus saja mengajar seakan hal itu tak menjadi masalah buatnya selama hampir dua tahun lebih ini. Suatu hari ketika jam istirahat sekolah, aku menghampiri Ibu Sri di tempat beliau mengajar dan kamipun sempat berbicara cukup banyak mengenai PAUD dan motivasi beliau dalam mengajar. Dalam pertemuan itu aku sempat bertanya kepada beliau;
“ Ibu, kenapa ibu kok mau mengajar di PAUD sejak dua tahun lalu padahal fasilitas yang diberikan itu bisa dikatakan cukup minim sekali?”
Ibu Sri tersenyum kemudian beliau menjawab.
“ Pak Guru, saya itu prihatin jika melihat anak – anak kecil yang sudah waktunya belajar itu tidak belajar sebagaimana mestinya. Kalau mereka diarahkan dengan baik oleh orangtuanya kan masih baik tapi kalau mereka hanya dibiarkan bermain saja kan kasihan. Nanti takutnya ketika di SD mereka malah terlambat menerima pelajaran yang disampaikan. Memang benar guru itu bertanggung jawab disekolah tapi kan sebisa mungkin kita juga harus membantu bapak guru dorang diluar sekolah. Guru kan juga terbatas kemampuannya. Makanya waktu itu saya mau saja menjadi Kepala PAUD di Kampung Tarak ketika saya tahu ada kesempatan untuk mendirikan PAUD waktu itu. Sekalian membantu masyarakat sendiri. Kan meskipun dipulau biar kita tidak terlalu ketinggalan seperti dikota begitu”
Mendengar jawaban beliau aku tergoda untuk menanyakan pertanyaan lain lagi seputar PAUD.
“ Tarus apa ibu tidak merasa kesusahan untuk mengajari anak dengan sarana dan fasilitas yang ada di PAUD?”
“ Kesusahan sih iya, tapi kalau kita mengeluh terus keadaan juga tidak akan berubah. Mau tidak mau ya kita harus menggunakan segala yang ada disekitar kita. Yang penting ada yang mengajar saja, agar anak – anak tersebut ada yang mengajari. Alat belajar itu ya guru itu sendiri ada alat tapi tidak ada guru kan percuma. Alat itu membantu sedangkan guru itu sumber Ilmu nya. Saya sudah mencoba mengajukan permohonan juga untuk alat peraga tersebut tapi yah, masih belum ada jalan terang juga sampai sekarang ini. Untung saja masih ada bantuan ruangan dari kampung Pak Guru. Kalau tidak, tidak tau lagi sudah anak – anak ini mau pakai ruangan mana untuk belajar. Di lapangan mungkin pakai tenda macam orang hajat, Hahaha, “ Canda ibu di sela jawaban nya..
Waktu hampir menunjukkan pukul 10.30 WIT, sebelum aku kembali ke kelas akupun sempat mengajukan pertanyan terakhir kepada beliau.
“Kalau kesadaran dari masyarakat untuk meyekolahkan anak mereka bagaimana ibu?”
“Kesadaran masyarakat itu masih belum sepenuhnya ada pak guru. Ada yang sudah sadar kemudian meyekolahkan anak mereka di PAUD, namun ada juga yang belum meyekolahkannya. Yang saya lakukan ya masih sebatas mengajak mereka saja. Saya kan tidak bisa memaksa juga toh. Kesannya bagaimana begitu. Semua nya kan pilihan masing – masing. Yan penting saya sudah berusaha dan memberikan yang terbaik saja buat anak – anak dan masyarakat dengan aktif di PAUD ini. Tapi sebenarnya saya juga ada rasa kasihan begitu kalau melihat anak yang tidak ke PAUD padahal sudah waktunya masuk PAUD. Tapi ya mau bagaimana lagi, saya Cuma bisa ajak mereka terus setiap hari. Kalau hari ini mau ya alhamdulillah kalau belum ya mungkin besok bisa saya coba ajak lagi”
Setelah beliau selesai berbicara akupun segera pamit untuk kembali mengajar dikelas karena jam istirahat sudah habis. Beliau pun mengerti dan mempersilahkanku untuk kembali ke kelas. Mendengar jawaban dari Ibu Sri aku sempat tertegun sejanak dalam perjalanan ke kelas. Aku mencoba memahami bagaimana kegigihan beliau selama ini. Aku kagum dengan usaha beliau yang sangat gigih dan semangat dalam membantu mengembangkan dan memajukan pendidikan di Kampung melalui PAUD. Meskipun segala keterbatasan menghadang namun semangat beliau belum terlihat redup sampai sekarang ini. Bersyukur sekali karena ternyata masih ada juga orang lain yang peduli akan pendidikan di salah satu titik bagian timur indonesia ini dan aku lebih bersyukur lagi karena bisa bertemu dengan beliau secara langsung disini. Terimakasih Ibu Sri atas kepedulianmu, semoga semangatmu ini bisa memotivasi orang lain untuk bisa ikut bergerak bersamamu.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda