info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Srikandi Cilik Labuang Kallo

Andrio 8 Maret 2012

"Guru adalah pemimpin bagi seluruh siswa dan siswi di Indonesia. Di luar sekolah, ia adalah teman kita tetapi kalau di sekolah, ia adalah guru kita dan jikalau di masjid, ia adalah pemimpin kita selain Nabi Muhammad SAW menuju ke surga yang paling layak untuk ditempati," Nurdiana, siswi kelas 6 Desa Labuang Kallo. Pertama kali bertemu, kelas dimulai dengan kegiatan "perkenalan". Dan saya pun sangat terkesan pada beberapa orang diantara mereka.

Salah satunya Nurdiana. Kata orang-orang, ia siswi yang pintar dan juara kelas namun suka protes dan membentak teman bahkan gurunya sehingga sering membuat beberapa guru sangat kesal. Ia seperti tidak pernah mengenal sopan santun dalam berbicara. Ketika giliran ia maju ke depan kelas, ia tidak mau menyebutkan cita-citanya. Kemudian ia bertanya, "Bolehkah anak perempuan bercita-cita Pak? Kan tidak ada gunanya juga." Saya tertegun mendapat pertanyaan itu darinya.

"Kenapa kamu berbicara seperti itu?", tanya saya. Saya pun melanjutkan, " Setiap anak memiliki hak untuk bercita-cita, baik laki-laki maupun perempuan, tidak ada perbedaan. Kamu harus mempunyai cita-cita karena dengan itulah kamu dapat mempunyai arahan dalam hidup, punya tujuan. Nantinya akan ada semangat untuk mewujudkannya. Ayo, kamu harus punya cita-cita."

Dengan terpaksa ia pun menjawab sekenanya tanpa tersenyum, "Jadi guru saja ji Pak." Di bulan kedua, ia pun mulai menuliskan cita-citanya sebagai seorang guru. Bahkan ia menggambarkan cita-citanya itu di sebuah kertas; denah ruang kelas dengan tulisan yang cukup panjang di bagian bawahnya.

Dan pada saat itu, jika Anda bertanya tentang cita-citanya, dengan bangga dan lantang ia akan berkata, "Cita-cita saya menjadi guru di daerah pesisir karena saya ingin memajukan desa saya. Sekolah pun tidak perlu tergantung dengan guru dari Grogot (Ibukota Kabupaten Paser). Saya juga ingin menjadi guru untuk membantu anak-anak yang lain agar menjadi anak yang cerdas." Kemudian di bulan ketiga penempatan saya di Desa Labuang Kallo, kami kembali bercerita mengenai cita-cita.

Dan mengejutkan bagi saya ketika ia berkata, "Bapak, kenapa tidak ada yang bercita-cita jadi ibu rumah tangga? Kan Bapak pernah bilang kalau ibu rumah tangga adalah tugas paling mulia." Pernah suatu waktu kami berdiskusi dan jika ia dihadapkan pada kenyataan pahit akan sulitnya kemungkinan untuk melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi, ia berkata, "Jika saya tidak bisa menjadi guru pada saat ini, nantinya anak saya mungkin akan bisa menjadi guru Pak. Saya akan menjadi orang tua yang baik bagi mereka." That's why she's so inspiring for me.

Pada bulan keempat di Labuang Kallo, kami mendapat surat dari sahabat pena di Sulawesi. Ia membalas surat itu dengan serius dan sepenuh hati pada temannya, Erwin, yang bercita-cita menjadi pemain sepak bola. Menanggapi cita-cita temannya, ia berkata melalui sebuah video singkat, "Cita-cita kamu jadi pemain bola aja ya? Kenapa tidak menjadi guru, polisi atau tentara?" Dia pun bercerita tentang saudaranya yang patah kaki akibat bermain bola. Itu karena ia takut nantinya akan terjadi hal yang sama dengan temannya yang bahkan belum pernah ia temui. Begitulah semangat ia pada saat ini dalam usaha meraih cita-cita dan menentukan arah hidupnya.

Dalam suratnya yang ditujukan kepada saya, ia pernah menulis, "Bapak bagaikan bintang kami yang selalu bersinar di saat sedih maupun senang. Bapak selalu menyinari kami kapan pun dan di mana pun. Bapak adalah pemimpin kami menuju jalan yang benar... bukan begitu? Seandainya Bapak pergi, kami adalah penerus Bapak. Saya akan ikuti jejak Bapak supaya bisa menjadi guru. Dulu saya gak punya cita-cita karena saya menganggap sekolah itu tidak ada artinya. Setelah Bapak ada, saya mengerti tujuan sekolah itu apa. Dengan sekolah, kita dapat menggapai cita-cita kita kini. Saya mengetahui arti hidup hanyalah untuk menggapai tujuan/cita-cita kita dan menjadi anak yang soleh/soleha serta membanggakan orang-orang di sekitar kita." Pun ketika ada masalah di keluarganya, ia tetap bersemangat.

Di dalam suratnya, ia menulis "Hidupku terasa hancur tapi saya harus bangkit dan harus bersemangat karena saya ingin meneruskan cita-cita saya." Dekap erat mimpi-mimpi mu anak-anak ku, biarkan mereka menjadi nyata hingga nanti kita bertemu lagi. :)

Catatan Andrio Pengajar Muda III Desa Labuang Kallo Kab Pasir, Kaltim


Cerita Lainnya

Lihat Semua