Sendu di Senin Kelabu Part 1

Andrio 20 November 2011

“Pulang sudah je Pak, ndak ada banyak orang yang datang hari ini. Masih tidurnya mereka,” ucap salah seorang siswa saya menanggapi pertanyaan saya terhadap kondisi sekolah yang masih sangat sepi di Senin pagi.

Di hari Senin ini, kami tidak mengadakan upacara penaikan bendera merah putih. Beberapa hal yang menyebabkan hal ini adalah sebagai berikut: cuaca mendung yang disertai gerimis, tidak adanya pelaksana upacara dan jumlah siswa yang sangat sedikit hadir di pagi itu disebabkan oleh adanya hiburan dangdutan di Minggu malam.

Hiburan yang tidak menghibur

Sudah menjadi hal yang lumrah di desa saya ketika ada hiburan (baca: dangdut), seluruh warga desa pun berkumpul dan warga desa lain berdatangan guna mencari hiburan yang sama bentuknya. Hiburan memang merupakan sesuatu yang sangat wah di desa ini karena tidak ada hiburan lain selain joget. Joget pun jarang diadakan, tergantung pada ada atau tidaknya acara nikahan. 

Situasi ini menyebabkan warga termasuk anak-anak begadang hingga larut malam dan dini hari. Untuk menghindari hal ini, saya dan seorang guru, Pak Amin, berinisiatif untuk mengunjungi lokasi hajatan dan mencari anak-anak SD yang masih berkeliaran di larut malam. Dan memang, masih banyak siswa yang saya temui, bahkan ditemani orang tuanya.

Di malam itu, saya juga berhasil menemui seorang siswa kelas 1 SD, bertanya kapan dia akan balik ke rumah. Dan dia pun menjawab “Sampai acara selesai Pak, ada potong kue.” Untuk diketahui, acara dangdutan selesai pada pukul 2 pagi. Ketika saya minta dia dan beberapa temannya untuk pulang ke rumah, mereka bilang tidak bisa karena tidak ada orang di rumah, seluruh anggota keluarga ada disana hingga dini hari.

Saya beranjak menuju tempat lainnya dan menemukan beberapa orang siswa kelas 6. Sebagai wali kelas, saya menekankan pada mereka untuk pulang ke rumah saat itu juga. Kalaupun tidak, saya hanya berpesan pada mereka untuk tidak tidur terlalu larut karena besok harus turun ke sekolah.

Disamping itu, kondisi memang tidak kondusif bagi perkembangan psikologi mereka. Di panggung utama, muncul biduan-biduan yang menyanyikan berbagai lagu dengan pakaian yang tidak senonoh untuk ditonton anak kecil. Bukan hanya pakaian, ekspresi dan tingkah para biduan di atas panggung pun membuat mata para siswa ku tidak berkelip sedikit pun, memperhatikan lekuk tubuh para biduan yang memang, maaf, membangkitkan nafsu birahi bagi yang melihatnya beraksi.

Setelah menemui dan memberi pesan serta penekanan pada para murid, saya pun beranjak pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Hanya bersiap menunggu kenyataan esok hari, apakah mereka akan banyak datang bersekolah atau tidak.


Cerita Lainnya

Lihat Semua