Catatan Kunjungan ke Desa Selengot, 13 November 2011

Andrio 13 November 2011

Hari Minggu waktunya untuk bersantai ria bagi sebagian orang. Namun bagi saya dan Laskar Bengkallo, hari Minggu ini terasa sangat spesial karena kami berencana mengunjungi desa tetangga untuk bersilaturahim dan melaksanakan pertandingan persahabatan. Dengan tekad kuat, para siswa kelas 5 dan 6 telah berlatih bermain bola sebelumnya. Strategi pun telah disusun dengan apik dan terencana. Tekad untuk menang telah bulat ada di hati setiap para siswa, “kami harus jadi juara”.

Empat orang siswa pun menggedor pintu rumah yang saya tempati di pagi hari pukul 7 sesuai dengan janji di hari sebelumnya. “Bapak, siap sudah?” tanya salah seorang anak. Saya pun menimpali pertanyaan itu dengan jawaban “Bapak sudah siap dari tadi subuh. Mana teman-teman mu yang lain? Ada 12 orang bukan yang akan ikut hari ini ke Selengot?”. Setelah menjawab “Iya”, mereka pun berlarian ke segala penjuru memanggil teman-temannya untuk segera datang berkumpul. Alhasil perjalanan pun kami mulai pukul 8 pagi, perjalanan yang katanya cukup panjang.

Dan terbukti, perjalanan itu pun cukup panjang dan melelahkan, bagi saya. Panas terik matahari menemani kami sepanjang perjalanan. Walaupun begitu, Laskar Bengkalo yang berjumlah 12 anak tidak mengeluh dan malah bertanya “Bapak, bolehkah saya bantu membawakan tasnya?”. Ah, mungkin mereka sudah melihat wajah bapak gurunya kecapaian, tapi Bapak belum terlalu kelelahan. Masih tetap bersemangat, tetap melangkah maju.

Kami pun menginjakkan kaki di Desa Selengot, desa yang kondisi alamnya hampir sama dengan desa yang kami tinggali. Perasaan lega, senang dan gembira begitu saja terpancar di wajah mereka setelah melewati perjalanan selama satu setengah jam melintasi hutan dan tambak (lahan yang digunakan untuk mengembangbiakkan udang dan ikan). SD Selengot menjadi tujuan pertama untuk kami kunjungi dengan maksud beristirahat sejenak sebelum pertandingan persahabatan dimulai.

Pengajar Muda, Bapak Hafiz, yang ditempatkan di Selengot menyambut kami dengan penuh antusias dan menyediakan ruangan untuk bersilaturahim, saling mengenal antara para siswa. Dan mereka pun memang belum saling mengenal secara keseluruhan. Jadilah di siang itu, ruang kelas 6 dipenuhi canda dan tawa diantara mereka. Santapan dari tuan rumah pun kami lahab habis dan para pemain bola sepak bersiap ke lapangan untuk saling menunjukkan kebolehannya. Namun apa boleh dikata, lapangan bola tidak dapat digunakan karena digenangi air dari tambak.

Tergambar raut kekecewaan di wajah mereka. Kami semua beranjak kembali ke sekolah untuk bersiap menunaikan Sholat Dzuhur berjamaah. Kegiatan pun dilanjutkan dengan makan siang dan beristirahat sembari menonton film dokumenter yang edukatif ditemani hujan yang mengguyur seluruh sudut desa ini. Alhamdulillah. FYI: Kehidupan kami sangat bergantung pada air tadah hujan, tak ada air hujan tak mandi. :)

Beberapa menit kemudian setelah hujan reda, kami bersiap untuk kembali pulang menuju Bengkallo. Di tengah perjalanan, hujan kembali turun membasahi bumi dan kami pun tidak dapat berbuat apa-apa selain berserah diri. Kami tidak dapat berlindung karena tidak ada pohon di tengah-tengah hutan, kondisi umum hutan yang saya temui di daerah ini. Hampir semua hutan telah dijadikan tambak. Perjalanan tetap dilanjutkan setelah seorang siswa berkata “Pak, ingat lagu Aku Bisa. Masak sama hujan saja kita kalah? Ayo terus maju Pak, kita pulang.” Berbagai lagu pun disenandungkan dengan semangat untuk menghangatkan tubuh mereka yang kedinginan.

Tetap semangat Laskar Bengkallo... Kita tunggu siswa Selengot berkunjung Minggu depan.


Cerita Lainnya

Lihat Semua