Dan Akhirnya Mereka Semua Pun Menangis, Alhamdulillah,,
Andrio 15 November 2011“Pak, Bapak pilih kasih. Kami tidak dkasih belajar. Kami kan juga mau belajar”
Itu lah kata yang terlontar dari seorang siswi kelas 6 yang bernama Lisdayanti di pagi hari.
Di hari Selasa ini, 15 11 2011, saya memasuki kelas dengan semangat yang jauh berbeda dari sebelumnya, saya semakin yakin bahwa murid kelas 6 adalah anak-anak yang bersemangat untuk menuntut ilmu berdasarkan observasi saya selama lebih kurang satu minggu tinggal di desa ini. Dan saya pun berniat memberikan kesempatan bagi mereka berkirim surat berbagi cerita dengan teman mereka yang berada di pulau lainnya di Indonesia sembari mempraktekkan seni origami yang paling sederhana yakni melipat kertas menjadi merpati, lambang perdamaian dan kasih sayang.
Saya pun kemudian membagikan kertas bagi tiap siswa dengan ketentuan sebagai berikut: kertas saya letakkan diatas meja dan mereka tidak boleh menyentuhnya sedikit pun. Hal ini ditujukan untuk melihat respon mereka terhadap perintah guru. Dan seorang siswi, Mirani, dengan sengaja mengambil kertas origami tersebut. Satu hal yang menjadi kebiasaannya untuk menarik perhatian guru. Kemudian saya dengan tegas mengambil kertas itu kembali dari tangannya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Nah, di bangku yang diduduki dua orang tersebut (Mirani dan Nurdiana), saya meminta mereka memilih satu orang yang tidak akan mendapat kertas sebagai hukumannya. Nurdiana kemudian memberikan satu-satunya kertas di meja mereka untuk Mirani dengan konsekuensi tidak dapat mengikuti pelajaran selanjutnya walau dia tidak berbuat kesalahan.
Kelas pun dilanjutkan. Sesuai dengan kebiasaan belajar di pagi hari, saya meminta seluruh murid keluar dari kelas untuk membentuk lingkaran manusia di lapangan upacara, kecuali Nurdiana karena dia tidak memiliki kertas origami. Namun, para siswi menolak keluar kelas karena Nurdiana tidak ikut bersama mereka. Dan respon saya pun hanya, its up to you. Jika mau belajar bersama Bapak, ayo. Mereka semua tetap bersikukuh di dalam kelas, minta untuk dibujuk, kata para siswa. Saya pun memutuskan untuk membiarkan kondisi tetap seperti itu hingga jam pelajaran Bahasa Indonesia usai.
Selama masa tersebut, mereka hanya mencuri pandang dari dalam kelas sembari memicu keributan di kelas untuk menarik perhatian saya dan guru lainnya yang ada di di kelas sebelah. Sikap para guru dan saya pun sama, hanya membiarkan mereka berbuat semaunya. Saya dan para guru melakukan hal tersebut untuk menekankan pada mereka bahwa belajar adalah kebutuhan mereka, bukan kebutuhan guru sehingga jika mereka tidak mau belajar, seorang guru tidak harus datang membujuk mereka satu per satu, hal yang sangat menguras energi dan menyita banyak perhatian.
Sekembalinya ke dalam kelas, saya pun baru tahu bahwa ternyata tadi pagi Nurdiana menangis karena tidak mendapatkan kertas untuk belajar Bahasa Indonesia dan Origami. Dia merasa sangat dirugikan tidak diikutsertakan dalam kegiatan belajar mengajar. Teman-temannya juga ikut menangis karena hal yang sama ditambah lagi dengan sikap besar hati Nurdiana yang telah ditunjukkan sebelumnya membuat mereka terharu, mendahulukan kepentingan orang lain diatas kepentingannya (hal yang baru saja kami pelajari di mapel PKn).
Sebelum istirahat, mereka menyampaikan permintaaan maaf atas kesalahan “kecil” yang telah mereka lakukan sebelumnya dan berjanji tidak akan mengulanginya kembali. Mereka sadar bahwa yang akan dirugikan dalam hal ini adalah para siswa bukan gurunya. Mereka berjanji akan menjadi lebih baik lagi, terutama dalam listening skill (skill yang sebenarnya kami para Pengajar Muda butuh waktu lama untuk diterapkan).
Final word: Saya hanya ingin menanamkan dalam diri mereka bahwa Belajar merupakan suatu kebutuhan seperti halnya makanan bukan sebuah kewajiban yang dipaksakan dan akhirnya menjadi beban. Ya Allah, hari ini saya sangat bersyukur karena mereka dapat menangis dan belajar. Bukan menangis karena dipukuli fisiknya, tetapi menangis karena disentuh hatinya. Mudah-mudahan hal sederhana ini dapat tertanam jauh di lubuk hati mereka.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda