Bukan Kebun yang Kupilih, Tetapi Masa Depan Mereka
Ananda Putra Aryasatya 13 Januari 2025
Bukan Kebun yang Kupilih, Tetapi Masa Depan Mereka: Kisah Pejuang Pendidikan di Tokelemo
Pagi itu pagi yang berbeda, dengan penuh semangat dan menghapus bayang-bayang kalimat “Mas ke dusun itu jalannya jelek, susah dilalui”, aku mencoba menjenguk sekolah yang masih satu desa dengan penempatanku, tetapi berbeda dusun. Dusun Tokelemo, tepatnya Sekolah Dasar Negeri (SDN) Tokelemo menjadi tempat semakin percayanya aku bahwa masih ada cinta untuk pendidikan. Ku berjalan di bawah atap-atap sekolah yang bolong sampai menampakkan langit, “ini kalau hujan pasti bocor dan sepertinya banjir” pikirku. Ku datangi wanita berkerudung di ujung lorong yang sedang mendampingi anak-anak berolahraga. “Assalamu’alaikum Bu” sapaku. “Wa’alaikumussalam, Mas. Ohh Masnya Pengajar Muda yang di SD Lembantongoa ya” balas Ibu tersebut setelah melihatku dengan rompi hijau khas Pengajar Muda. Ibu itu langsung mengarahkan murid-muridnya untuk melanjutkan kegiatan berolahraganya lalu mengajakku ke ruang kelas 4 yang merupakan kelas binaannya. Kami berbincang panjang tentang banyak hal, termasuk tentang cerita perjalanannya mengajar di sini. Cerita itu pun diurai, dimulai dari 13 tahun yang lalu.
***
13 tahun yang lalu, cerita tentang seorang wanita tangguh dari Pulau Jawa yang datang ke Dusun Tokelemo, Desa Lembantongoa, Kabupaten Sigi dimulai. Ia jauh-jauh datang untuk mencari kehidupan baru sebagai seorang pekebun. Wajar saja, tanah yang belum digarap di dusun tersebut sangatlah banyak, ditambah harganya yang begitu murah. Peluang tersebutlah yang kemudian ia ambil ketika Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi membuka pendaftaran, sehingga ia dan keluarganya turut mendaftar. Wanita tersebut bernama Ibu Sutinah, wanita yang tak menyangka bahwa pada akhirnya ia akan datang ke daerah baru hanya untuk mengambil profesi yang sebelumnya telah ia jalankan, yaitu guru.
Jalan hidup memang selalu penuh misteri, termasuk atas apa yang dijalani oleh Ibu Sutinah. Kehidupan yang baru ia mulai rangkai menemui jalan baru ketika seorang perwakilan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Sigi datang menemuinya. Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah meminta Bu Sutinah untuk menjadi seorang guru di SDN Tokelemo. Hal tersebut tak dapat dilepaskan dari rekam jejak yang terdata pada data transmigran bahwa Ibu Sutinah memiliki latar belakang Sarjana Pendidikan dan juga pernah menjadi seorang guru. Kabupaten Sigi saat itu memang masih sangat membutuhkan tenaga guru, khususnya di desa dan dusun terpencil seperti Dusun Tokelemo. Setelah melalui berbagai pertimbangan, hati Bu Sutinah sulit menolak. Untuk itu, ia menerima permintaan tersebut dan kembali berprofesi sebagai seorang guru.
Awal mula masa ia mengajar di SDN Tokelemo, Bu Sutinah mendapatkan pengalaman yang cukup mencengangkan. Saat itu ia mengajar di kelas 5 dan sedang memberikan arahan tugas bagi murid-muridnya. Sesaat kemudian, ia mendapatkan respon yang tak terduga. Beberapa murid ternyata enggan mengerjakan tugas, bahkan salah satu diantaranya terlihat amat kesal dan berjalan keluar kelas. Alangkah kagetnya Bu Sutinah ketika murid yang keluar tadi ternyata kembali, bukan untuk belajar, melainkan untuk protes sembari membawa parang dan membentak. “Baru kali ini ada yang nyuruh-nyuruh saya dan kamu orangnya” ujar murid tersebut. Bu Sutinah lantas panik dan mencoba menenangkan muridnya itu sembari memastikan murid-murid lainnya tak terpengaruh. Kondisi tersebut memang pada akhirnya berhasil dikendalikan. Namun, kejadian tersebut cukup memberikan pengaruh bagi Bu Sutinah hingga membuat dirinya memikirkan ulang keputusannya mengajar di sana.
Tak berlangsung lama sejak kejadian tersebut, Bu Sutinah datang menemui Kepala Sekolah untuk menyampaikan maksud pengunduran diri sebagai guru di SDN Tokelemo. Ia menyampaikan segala pertimbangan yang membuat ia sampai pada keputusan tersebut. Hal tersebut sangat wajar mengingat pengalaman mengagetkan yang baru saja ia alami, ditambah ia memang datang ke dusun ini untuk menjadi pekebun, bukan guru. Apalagi gaji seorang guru amatlah kecil, tak sebanding dengan kerja keras yang harus dilakukan. Mendengar penyampaian Bu Sutinah, Pak Kepala Sekolah lantas mencoba membuat Bu Sutinah mengurungkan niatnya. “Ibu, kalau semua orang dengan kualitas seperti Ibu memutuskan untuk tidak menjadi guru, sampai kapan anak-anak ini bisa berubah? Kapan anak-anak ini bisa mendapatkan kesempatan?”. Mendengar penuturan tersebut, hati Bu Sutinah tersentuh. Ia teringat tentang misi mulia seorang guru yang selama ini ia jadikan pedoman. Percakapan tersebut cukup untuk membuat Bu Sutinah mengurungkan niatnya mengundurkan diri, ia kemudian bersiap untuk kembali menjalankan tugasnya, yaitu menjadi pelita harapan bagi anak-anak di sana.
13 tahun berjalan, ratusan anak telah ia didik. Fasilitas yang sangat terbatas tak menjadi penghalang baginya untuk menjalankan misi mulia. Berbagai kemajuan telah terjadi di sekolah itu. Anak-anak semakin banyak yang berprestasi dan lebih hebatnya lagi perilaku anak-anak semakin beradab. Ruang kelasnya juga diisi oleh berbagai karya hasil pembelajaran yang dibuat dari bahan-bahan bekas dan benda alam. Mengingat momen pembangkangan beberapa tahun silam, salah satu yang menarik bahwa saat ini, di ruangan kelas tersebut, dapat dilihat juga kertas yang berisi poin-poin “Kesepakatan Kelas” yang Bu Sutinah buat bersama murid-muridnya, juga ditanda tangani oleh para wali murid. Suatu hal yang mungkin tidak akan terjadi di SDN Tokelemo jika 13 tahun yang lalu Bu Sutinah memutuskan untuk berhenti menjadi guru.
Kini, Bu Sutinah masih fokus menggerakkan sekolahnya dan meningkatkan kapasitas dirinya. Ia juga mengikuti program Pendidikan Guru Penggerak dengan tujuan agar ia dapat terus meningkatkan kualitas dirinya dan sekolahnya. Ia memahami bahwa guru yang berhak mengajar adalah guru yang tak pernah berhenti belajar, maka berbagai ruang pembelajaran terus ia cari. Bu Sutinah juga sering bekerja sama dan bertukar ilmu dengan berbagai pihak. Perlahan, Bu Sutinah mulai mengalihkan fokusnya menjadi menggerakkan para guru SDN Tokelemo agar bisa berdaya dan memberdayakan. Ia percaya bahwa perluasan lingkar pengaruh diperlukan agar kebaikan dapat terus diduplikasi. Tujuannya tentunya untuk anak-anak orang itu, yang telah ia anggap sebagai anak-anaknya sendiri.
***
Tak terasa cukup panjang percakapan kami, penuh inspirasi, tetapi harus terhenti karena Bu Sutinah harus kembali mengajar. Selain berbagi cerita, kami pun bersepakat untuk mengadakan kolaborasi dalam berbagai hal. Kami bangkit dari kursi dan berjalan keluar menuju lapangan. Saya ikut menyapa para murid sebelum akhirnya berpamitan. Sebelum berpisah, Bu Sutinah menyampaikan bahwa ia merasa perlu belajar banyak dari Pengajar Muda. Karakter orang berilmu telah melekat padanya, selalu merasa perlu belajar, padahal orang lain yang seharusnya belajar darinya. Aku pun hanya tersenyum dan menunduk, agar mataku yang mulai berair tak terlihat olehnya.
***
Oh iya, lalu bagaimana kondisi anak yang mengancam Bu Sutinah dengan parang 13 tahun lalu?. Saat ini, ia sudah lulus dan bekerja di salah satu perusahaan ternama. Ia pun sering menyempatkan hadir ke SDN Tokelemo untuk bertemu Bu Sutinah. Tak jarang ia mengucapkan maaf atas kelancangannya di masa lampau, walaupun kemurnian hati Bu Sutinah tak pernah memberi ruang bagi rasa dendam. Anak tersebut menjadi bukti keberhasilan pendidikan yang Bu Sutinah terapkan, pendidikan penuh keikhlasan dan optimisme. Begitu pula anak-anak lainnya yang mendapatkan haknya atas pendidikan yang berkualitas, karena Bu Sutinah memutuskan untuk ambil peran.
Pendidikan adalah refleksi tentang keikhlasan serta optimisme bahwa selalu ada secercah harapan bagi jiwa yang mau mengabdi. Bu Sutinah percaya bahwa pendidikan adalah jalan mulia seseorang untuk berkontribusi bagi generasi selanjutnya, tak peduli seberapa besar tantangannya. Indonesia butuh banyak pejuang seperti beliau, yang mengedepankan kepentingan umum dan rela berjuang untuk masa depan bangsa yang lebih baik.
Salam hangat kami sampaikan untuk ‘Bu Sutinah-Bu Sutinah’ lainnya di luar sana. Nyala api pendidikan yang kalian jaga telah menyinari hati kami. InsyaaAllah kami akan turut hadir membersamai. Pun doa terbaik kami panjatkan agar terus menyertai perjuangan kalian.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda