info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Gadis Kecilku....

Ambarwati 4 Juli 2011

25062011 Bismillah...

Dia gadis kecil, bermata sipit dengan tubuh yang sedikit tak berisi. Sejauh mata memandang Cuma itu yang terlihat darinya. Kalau diperhatikan lebih seksama di kulit tubuhnya melekat banyak bekas luka goresan atau semacamnya, pandangan matanya teduh menyenangkan dan dia tak pernah melepas senyum dari wajahnya. Itulah salah satu kekuatan si gadis kecil ini. Beberapa hari ini langit kampung kami selalu muram dan tak henti2nya menangis. Selama beberapa hari, bahkan sampai 3 hari 3 malam ini dia rajin absen mengguyurkan air dari pelupuk matanya kadang deras kadang pula jatuh dengan lembut dan indah. Terlepas dari itu semua, dimataku adalah sosok kecil ini, ditengah hujan dan gelapnya langit dia berjalan menyusuri jalanan setapak diperkampungan kami dengan membawa kue-kue buatan sang ibu, bukan untuk dititipkan pada sebuah warung atau lainnya, tapi untuk ditawarkan mengelilingi kampung kami. Waktu itu surya pun enggan menampakkan wajahnya yang bersei, dan langitpun tak berwajah cerah. Ada sesosok anak kecil yang muncul dari sebuah rumah yang bisa terbilang mungil.

Sampai di jalan dia tersenyum kepadaku kemudian berlalu menwarkan kue yang dibawa. Dia berkeliling kampung menawarkan dari pintu ke pintu tanpa lelah bahkan sampai bisa dua kali putaran agar kue bisa terjual habis, dan memang usahanya tak sia-sia karena dia selalu pulang dengan wadah yang sudah tak berisi dan kantong uang yang semakin menebal. Tak berhenti di situ, dia masih punya aktifitas lain yaitu berkebun untk menoreh getah karet, Bahkan sampai langit gelap kembali. Pernah suatu saat kami akan memulai les bahasa inggris rutin malam hari kita. Seperti biasa aku menanti kedatangan mereka di bangku depan rumahku, karena aku senang sekali melihat moment ketika mereka berlari ceria menyusuri kegelapan menuju rumahku dengan memakai sebuah senter kecil yang hampir pensiun baterainya. Memang listrik di desa kami akan hidup ketika langit gelap dan tidak setiap hari, sehingga sekarang nyala terang lampu adalah salah satu hal yang langkah yang aku temui. Aku masih menunggu, satu anak datang dan dia menunggu bersamaku. Kami memandangi kegelapan dari sudut jalan setapak depan rumah menunggu murid yang lain, sampai sesosok mungil tubuh muncul dari kegelapan dan tanpa penerang dia menerobos kegelapan datang dalam keadaan menggigil tubuhnya, ternyata dia baru pulang dari kebun dan kehujanan. Padahal saat itu menurutku cuaca tidak begitu bagus dan orang lebih banyak yang memilih untuk tinggal dirumah tapi itu juga tak berlaku untuknya. Saat kami mengunjungi sebuah air terjun diperbukitankampung kami, dia termasuk yang sikap mengikuti langkahku dan menolongku karena dia takut aku tak sanggup melewati medan yang ada. Karena medannya benar-benar ekstrim, dan memang lebih dari sekali aku terjerembab di bebatuan, karena bisa jadi menurut batu-batu raksasa ini aku adalah orang yang tak cukup tangguh untuk melawan keperkasaannya ketika aku menginjakkan kakiku ke punggungnya. Dia setia memegang tanganku dan menginstruksi langkahku agar aku tak terpeleset dan terjerembab kembali. Dia memang petualang cilik yang ulung, dan aku banyak belajar dari cara dia menaklukkan kegilaan hutan dan keangkuan para bebatuan sungai itu. Dalam les bahasa inggris di rumah, dia masuk kategori murid yang pandai namun sayangnya dalam kehadiran dia tergolong yang sering absen, mungkin karena capaek dengan kegiatannya. Memang ketika liburan anak-anak disini tidak ada yang diam dirumah, semua bekerja tanpa perintah dari sang orang tua pun para anak-anak ini sangat cekatan melakukan perkerjaan orang dewasa termasuk si gadis kecil ini.

Bagiku mereka semua luar biasa ditenga semua pekerjaan yang mereka lakukan saat langit terang, dan mereka masih berkenan datang dalam kegiatan les pada malam hari yang ada di rumahku dan jaraknya pun tak dekat dengan rumah mereka ditampah jalanan yang tanpa ada penerang pula. Saat listrik di rumahku tak menyala pun mereka tetap semangat, dengan sigap mereka memakai senter seadanya yang dibawa beberapa anak yang datang. Mareka semua adalah contoh semangat yang tak akan padam di tengah semua keterbatasan yang selama ini banyak dipakai orang sebagai alibi atas segala ketidak mampuannya dalam melaksanakan tugasnya, termasuklah aku dalam golongan si punya alibi ini. Dia gadis cilik penakluk rimba,  dialah IPONG. Ya kami memanggilnya ipong, gadis mungil yang bersenyum lebar. Dia salah satu mutiara berhargaku. Mungkin banyak ipong-ipong yang lain dikampung ini yang berhati emas, dan aku sangat bangga mengenal mereka.

Aku memang sudah jatuh cinta pada mereka, mungkin kalau boleh lebih jatuh cinta setengah mati. Aku sangat yakin, bukan tanpa alasan Alloh menugaskanku disini melaui tangan Indonesia Mengajar. Meskipun banyak jawaban bahwa aku disini dengan randon (versi orang IM), tapi aku senang. Aku ingin belajar dari mereka, dan mengajarkan setitik ilmu yang aku bawah dan aku punyai. Bagiku tantangan disini memang cukup besar, tapi aku yakin melangkah bersama mereka akan membawa kekuatan besar yang dapat mengalahkan semua kesulitan.

Teruntuk sahabat-sahabat kecilku di Kepala Gurung, Bumi Uncak Kapuas.


Cerita Lainnya

Lihat Semua