info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Tragedi Sandi

Amalia Fitri Ghaniem 6 Desember 2013

“Hueeeeek” itulah sebuah suara yang saya dengar saat saya sedang membacakan soal MID Semester di hari Senin. Ketika saya mencari sumber suara, ternyata murid saya yang bernama Sandi tengah muntah. Hari ini memang Sandi terlihat lesu di pagi harinya karena tidak sempat sarapan. Ketika istirahat berhubung rumahnya dekat, saya suruh Sandi pulang untuk makan di rumah. Ketika jam ke dua, Sandi sudah kembali dan mengikuti ulangan kembali. Ternyata dia sudah masuk angin dan mengeluarkan semua isi perutnya (porsi nasi orang Rote, ikan, kacang dan lain-lain yang saya tidak ketahui). Seluruh kelas pun menjadi heboh, terutama karena muntahnya Sandi mengeluarkan bau yang tidak sedap. Anak-anak sudah tidak konsentrasi lagi pada ulangan. Akhirnya setelah Sandi saya pulangkan, saya mendiktekan soal MID (seharusnya anak-anak baca sendiri) agar lebih cepat selesai.

Setelah semua jawaban saya kumpulkan, saya langsung mengomandokan murid-murid saya untuk bersama-sama membersihkan kelas. Ada yang disuruh ambil air, cari pel, sapu angkat meja dsb. Banyak anak yang semula pada malas karena jijik. Awalnya hanya satu murid yang benar-benar mau membantu, Ucok namanya. Dia membersihkan dari awal, mulai dari menyerok muntahan dan membuang keluar sampai mengepel. Lalu datang Yunior yang ikut membantu mengepel. Lalu datang Reno dan Aldi membawa sapu. Lalu datang Elfira dan Inggrid membawa kain pel. Lalu datang lagi Miranda,Julio, dan Yongki membawa air, super pel dan sapu. Kemudian datang lagi Adit dan Selomitha yang membantu menyiramkan air. Akhirnya kami semua bekerja sama membersihkan kelas dari muntah agar kelas tidak bau besok.

Mereka bekerja sambil memberikan keluhan kepada Sandi (yang sekarang sudah di rumahnya) layaknya orang dewasa menegur anak kecil.

Aduh, Sandi ini’e nakal sekali itu anak. Pakai tidak sarapan segala

Sandi, Anak itu, kasih kotong kerjaan sa

duuh, Sandi ini, bodok sekali. Kalau mau muntah itu diluar

Kira-kira seperti itulah ocehan mereka, yang membuat saya tertawa melihat cara mereka berbicara. Mereka berbicara itu sambil terus bekerja, tidak merasa terbebani, jijik (hanya di awal saja), ataupun kesal dengan Sandi. Mereka mengoceh seperti itu hanya untuk main gila (istilah Rote untuk bercanda) saja.

 Lalu tiba-tiba Inggrid menyeletuk “Ibu, ini kita sedang gotong royong kan?”, disusul dengan perkataan Elfira “Iya Ibu, kita hidup rukun, membantu teman sakit dan membersihkan kelas”. Ternyata virus gotong royong dan hidup rukun di kelas saya masih akan terus berlanjut J.  Tragedi Sandi pun kami akhiri dengan makan es setelah selesai mengepel lantai.


Cerita Lainnya

Lihat Semua