Merekalah Guru Mata Pelajaran Kesabaran
Amalia Fitri Ghaniem 18 Februari 2014Pagi itu saya pergi ke sekolah hanya dengan pikiran bahwa hari ini akan menjadi rutinitas yang biasa. Ketika sampai di sekolah, seperti biasa saya mengawasi anak-anak gotong royong membersihkan kelas dan halaman sekolah. Bel pagi dibunyikan dan guru piket memimpin apel. Setelah apel seperti biasa saya dan guru-guru mengisi daftar hadir di ruang guru. Setelah itu salah satu teman guru meminta bantuan mengenai komputer di kantor sehingga saya sedikit telat masuk ke kelas. Dalam perjalanan menuju ke kelas, saya berpikiri anak-anak saya mungkin sedang bermain, mengobrol atau mungkin jangan-jangan sudah ada yang berantem. Tapi ternyata ketika saya datang ke kelas, saya mendapati pemandangan yang benar-benar baru. Murid-murid saya sedang duduk rapih dan tenang, lalu salah satu murid saya bernama Adit sedang di depan memimpin nyanyi salah satu lagu sekolah minggu. Kaget mendapati situasi ini saya bertanya “Kalian sedang apa?” lalu Adit berkata “Sedang pimpin nyanyi dan doa Ibu”. Ketika saya bertanya kembali siapa yang usul, mereka menjawab Desri, ketua kelas saat itu yang usul. Saya masih kaget bercampur senang, tidak menyangka inisiatif murid saya yang tiba-tiba muncul. Saya langsung memuji mereka bahwa itu tindakan yang baik dan pintar dan saya berterima kasih kepada mereka karena sudah menjadi anak yang hebat. Mereka pun langsung tersenyum berseri-seri.
Saya sering memberikan peringatan atau nasehat jika saya mendapati kelas dalam keadaan ribut ketika saya harus meninggalkan kelas sebentar karena ada keperluan. Saya sering katakan “kalau Ibu pergi tapi ada tugas ya kerjakan saja tugasnya, kenapa harus jadi lari-lari atau berkelahi. Jika sudah selesai, di lemari Ibu sediakan buku bacaan, silahkan dibaca tidak perlu mengganggu temannya yang belum selesai”. Siapa sangka nasehat yang sudah sering saya ucapkan berkali-kali akan mereka laksanakan bahkan dengan inisiatif yang lebih baik, walaupun untuk mencapai ke situ dibutuhkan waktu yang tidak sebentar. Hampir 1 semester baru kebiasaan ini terbentuk (kejadian ini terjadi di akhir semester 1). Saya terkadang sudah hampir bosan menasehati mereka karena kebiasaan mereka yang ricuh jika saya tinggal dan terkadang ada yang menangis, tapi ternyata mereka bisa berubah juga.
Sekarang ini sudah menjadi kebiasaan di kelas kami jika setelah apel saya diminta bantuan di kantor, maka mereka akan langsung menunjuk temannya untuk memimpin nyanyi dan doa di depan, lalu duduk tenang. Ada yang ke lemari mengambil buku untuk dibaca, ada yang memilih untuk bercerita dengan temannya tapi dengan tenang sehingga tidak ada lagi yang menangis, membuat keributan atau berantem di kelas. Jika saya datang KM akan langsung memimpin salam, buku-buku akan mereka kembalikan dan mereka akan duduk lagi dengan tenang. Bahkan sebagian murid akhirnya sudah terbiasa ketika datang ke kelas tanpa disuruh langsung mengumpulkan PR di meja saya. Kebiasaan-kebiasaan yang sering saya ingati kepada mereka akhirnya bisa tertanam juga dengan waktu hampir 1 semester.
Kejutan di pagi itu benar-benar menaikkan kembali semangat saya. Lagi-lagi mereka mengajarkan saya sesuatu. Pelajaran hari ini adalah bahwa kebiasaan memang tidak bisa dirubah secara instan, tapi perlu waktu. Saya hanya perlu bersabar dan terus mencoba. Satu semester bukan waktu yang sebentar, walaupun ini adalah perubahan yang sederhana, tapi ini membuktikan kalau peringatan sehari-hari yang saya lakukan ternyata ada hasilnya.
Saya memang guru mereka, tapi mereka adalah guru saya dalam pelajaran kesabaran.
Satu tahun yang akan saya lewati di SD Inpres Oeoko, Rote Ndao memang tidak akan pernah menjadi hari yang biasa, tapi selalu menjadi hari yang luar biasa
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda