Terima Kasih Kuark

Agus Rachmanto 16 Mei 2011
Banyak yang mendukung program Indonesia Mengajar. Salah satunya adalah Komik Sains Kuark® yang diterbitkan dan diedarkan oleh PT Kuark Internasional. Komik Sains Kuark® (selanjutnya saya tulis saja sebagai Kuark), dengan semboyan “Jenjang Olimpiade”, merupakan komik berkala yang memuat bahan materi pendidikan yang dibuat komik. Salah satu yang menggawangi Kuark adalah Prof. Yohanes Surya, Ph.D., fisikawan yang menjadi “bapak” bagi tim olimpiade fisika (dan keilmuan lainnya) Indonesia. Kuark terbit dengan tiga variasi, yang disebut dengan level. Level 1 diperuntukan bagi kelas 1 dan 2, dicetak dengan kertas HVS full colour dengan tebal sekitar 42 halaman. Level 2, untuk kelas 3 dan 4, tampilan fisik sama persis dengan Level 1. Sedangkan Level 3, bagi kelas 5 dan 6, memiliki tampilan fisik yang lebih handly. Dengan jumlah halaman dua kali lipat dari kedua level di bawahnya, Level 3 berukuran sedikit lebih besar dari buku tulis. Selain itu, Kuark juga bisa dilihat melalui http//:www.komikuark.net. Dengan harga yang sangat terjangkau (Level 1 dan 2 masing-masing seharga Rp 11.000,00 per edisi dan Level 3 berbanderol Rp 13.500,00), Kuark seolahh-olah menjadi wajib bagi anak-anak. Dan saya beruntung mengenal Kuark walaupun sangat terlambat (Kuark sudah terbit beberapa tahun lalu). Selain menerbitkan komik sains, Kuark juga mengadakan Olimpiade Sains Kuark (OSK). OSK diadakan setiap tahun dengan tiga babak. Babak pertama dan kedua diadakan di daerah masing-masing sedangkan babak ketiga, final, diadakan di Jakarta (dengan seluruh akomodasi ditanggung panitia). Perkenalan dengan Kuark dimulai pada saat kami, Pengajar Muda (PM), dikarantina di Modern Training Center (MTC) Bogor untuk mengikuti pelatihan selama tujuh minggu (19 September 2010-10 November 2010). Kuark menghibahkan puluhan eksemplar (walaupun edisi lama) kepada kami, 51 Pengajar Muda. Saya langsung tertarik dan membacanya. Perkenalan selanjutnya adalah di sebuah acara ramah tamah dengan banyak kalangan yang mendukung Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar di gedung Financial Club, Jakarta (untuk pertama kalinya saya duduk satu meja dengan Robin Bush, Country Representative The Asia Foundation untuk Indonesia). Di gedung itu juga dihadiri Kuark dan saya berkenalan dengan beberapa orang. Selanjutnya, ratusan eksemplar datang ke MTC untuk selanjutnya kami bagi rata dan di bawa ke daerah penugasan masing-masing. Saya tidak ingat persis berapa jumlah untuk setiap PM, tapi kira-kira tiga puluh eksemplar untuk ketiga level. Selanjutnya kami bertemu di Universitas Paramadina. Kuark rupanya baru saja selesai mengadakan acara di salah satu ruang di Universitas Paramadina. Kami sendiri di Universitas Paramadina untuk bertemu dengan Jusuf Kalla (JK), sekedar minum kopi dan berdiskusi menjelang sore. Selesai dengan JK, baru terasa betapa lelahnya kami karena pagi-pagi harus sudah meluncur ke Kantor Wakil Presiden untuk bertemu dengan Prof. Bodiono dilanjutkan makan siang dan berdiskusi santai dengan petinggi Indika Energy (dan tiba-tiba muncul Ivana Lie, pebulu tangkis andalan Indonesia di era sebelum Susi Susanti) di kantor mereka. Setelah mengantar JK sampai gerbang depan (seperti sewaktu datang, saat pergi JK juga jalan kaki menuju kantor PMI Pusat), kami sudah berniat masuk bis untuk pulang ke Bogor sampai ada “perintah” untuk masuk ke sebuah ruang. Kata panitia, ada yang menunggu kami. Gontai kami masuk ruangan yang sebelumnya digunakan oleh Kuark untuk seminar sampai akhirnya kami menemukan dua sosok laki-laki. Yang pertama, dengan batik coklat tanah, kami kenal baik. Dari pagi kami selalu bersama; Anies Baswedan, pendiri dan ketua YGIM (dan Rektor Universitas Paramadina). Sedangkan laki-laki di sebelahnya, bercelana jeans, mengenakan polo shirt krem itu, ternyata Iwan Fals! Gila! Iwan Fals datang menemui kami! Menunggu kami selesai dengan JK. Gila! Dan jadilah setelah satu jam kami berdiskusi, saya berfoto dengannya dengan background spanduk seminar Kuark! Ternyata Kuark menjadi bagian dalam rangkaian hidupku dan juga saat sekarang, saat berada di ujung negeri, di pulau terdepan nusantara. Anak-anak sangat menyukai Kuark. Bagi mereka, Kuark layaknya oase di tengah kehausan. Konsekuensi dari hal ini adalah Kuark yang saya bawa dari Jakarta pada hari pahlawan 2010 sudah lecek. Saya terlambat untuk menyampuli Kuark. Ketidak cermatan ini tidak saya ulangi ketika pada akhir Februari, Kuark mengirim lagi puluhan eksemplar. Sampai sekarang (menjelang satu bulan setelah saya terima), Kuark belum saya pinjamkan ke anak-anak. Awal Maret ini saya akan ke Dumai untuk, salah satunya, membeli sampul buku. Selain anak-anak, para guru juga menikmati Kuark. Mereka berebut dengan anak-anak. Saya sendiri sedang menggagas Rumah Belajar Hutan Samak, yang salah satu bagiannya adalah perpustakaan. Tentu saja Kuark akan menjadi bagian tak terpisahkan bagi kami di Hutan Samak. Terima kasih Kuark! Salam hangat dari Rupat, Salam Pengajar Muda!

Cerita Lainnya

Lihat Semua