Sekolah Hutan Samak
Agus Rachmanto 22 Januari 2011
Nama resminya SD N 4 Titi Akar, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau. Ya, Hutan Samak adalah sebuah dusun, bagian dari Desa Titi Akar. Namun jarak Hutan Samak dengan “ibu kota” Titi Akar tidak dekat. Terpisah selat dan dibutuhkan 15 Menit dengan pompong untuk mencapai “ibu kota”, dengan catatan ombak sedang bersahabat. Hutan Samak seolah terkunci.
Letak geografis ini membuat Hutan Samak seolah-olah daerah merdeka dari Titi Akar (dan memang ada wacana pemekaran desa). Masyarakat menyebut Hutan Samak sebagai Hutan Samak. Titik. Tanpa embel-embel sebagai bagian dari Titi Akar.
Begitupun dengan penyebutan sekolah. Dibanding nama resminya, SD N 4 Titi Akar, jauh lebih populer sekolah (atau SD) Hutan Samak.
Dalam dokumen resmi sekolah, sekolah ini berdiri pada tahun 1960. Namun Pak Azhar, Kepala Sekolah, ragu dengan data tersebut. Sederhana, SD N 1 Titi Akar-yang terletak di tengah “peradaban” kawasan Titi Akar dan sekitarnya-berdiri pada tahun 1975. Logikanya, SD Hutan Samak berdiri setelah tahun tersebut. Pak Azhar memperkirakan sekolah ini berdiri pada akhir 1970-an. Sekolah kami dibangun pada 2004. Bangunan yang terdiri dari tujuh lokal, enam untuk ruang kelas dan satu untuk kantor, merupakan bangunan permanen dengan empat lokal di antaranya berkeramik. Kursi sebagian dari kayu dan sebagian lainnya dari plastik. Semua meja terbuat dari kayu. Sekolah yang sekarang ditempati merupakan “sekolah baru”, menggantikan bangunan lama yang berjarang tak begitu jauh dari sekolah yang sekarang.
Sekolah kami memiliki satu lapangan yang disemen, yang digunakan untuk upacara dan senam pagi. Selain itu, juga banyak tanah lapang yang ditumbuhi rumput yang biasa digunakan sebagai lapangan voli dan tempat sikat gigi masal (akan saya ceritakan tentang sikat gigi masal nanti).
Sekolah kami juga berbatasan langsung dengan semak belukar (dan entah di mana batas sekolah sebetulnya karena ke belakang tidak ada pagar pembatas!). Saya berencana membabat semak belukar itu dan menanaminya dengan singkong, cabai, pisang dan sayur mayur. Mohon doa restunya. Saat ini saya sedang mempersiapkan nyali dan latihan menggunakan parang dengan baik dan benar sesuai dengan EYD.
Sekolah kami juga memiliki enam rumah permanen sederhana sebagai rumah dinas guru dan kepala sekolah. Empat di antaranya dihuni. Satu pernah dijadikan perpustakaan tapi sekarang mati dan satu lagi dijadikan gudang. Kata beberapa guru yang pernah menghuni rumah yang sekarang dijadikan perpustakaan, rumah itu angker. Sering ketika malam hari terdengar suara orang mandi atau “orang” menggoreng di dapur. Juga bau wangi yang terbawa angin seperti ada yang lewat. Dan saya merinding saat menulis tulisan ini karena rumah saya hanya berjarak beberapa langkah kaki dari TKP!
Sekolah kami, seperti mayoritas rumah di Hutan Samak belum kebagian kue pembangunan: listrik PLN. Satu sisi menyedihkan tak bisa nonton Silet atau Insert Investigasi! Sisi lain mengasyikan. Rembulan seperti yang sekarang sedang bersinar purnama, terlihat lebih cantik!
No electricity, no cry! Hidup PLN! Salam Pengajar Muda!
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda