info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Olimpiade Sains Kuark di Pulau Rupat

Agus Rachmanto 16 Mei 2011
Olimpiade Sains Kuark (OSK) adalah olimpiade yang diadakan oleh Komik Sains Kuark® yang diterbitkan dan diedarkan oleh PT Kuark Internasional. Komik Sains Kuark® (selanjutnya saya tulis saja sebagai Kuark), dengan semboyan “Jenjang Olimpiade”, merupakan komik berkala yang memuat bahan materi pendidikan yang dibuat komik. Salah satu yang menggawangi Kuark adalah Prof. Yohanes Surya, Ph.D., fisikawan yang menjadi “bapak” bagi tim olimpiade fisika (dan keilmuan lainnya) Indonesia. Kuark adalah salah satu pihak yang mendukung Gerakan Indonesia Mengajar (lihat tulisan saya sebelumnya “Terima Kasih Kuark”). Selain banyak menyumbang Kuark, mereka juga memberikan kemudahan bagi kami, para Pengajar Muda (PM), untuk turut serta dalam OSK. Salah satu kemudahan yang diberikan adalah peserta yang berasal dari sekolah di mana terdapat PM, dibebaskan dari biaya pendaftaran. Biaya pendaftaran, yang sebenarnya tidak seberapa, tentu akan menjadi masalah berarti bagi partisipasi anak-anak saya karena jangankan mengeluarkan uang untuk mendaftar OSK, untuk membeli sepatu, baju seragam sekolah dan keperluan lainnya masih banyak yang keberatan. Komunikasi yang baik dilakukan terutama oleh Rangga, koordinator PM di Kabupaten Bengkalis. Ia yang paling intens berkomunikasi dengan Kuark. PM di Kabupaten Bengkalis sendiri “terbagi” menjadi dua. Empat orang berada di Pulau Bengkalis (semuanya di Kecamatan Bantan) dan enam orang berada di Pulau Rupat (dua PM berada di Kec. Rupat Selatan dan sisanya di Kec. Rupat Utara). Kondisi ini membuat tim benar-benar seperti terpecah dua. Tentu hal ini dilakukan dengan tujuan efisiensi waktu dan memang lebih efektif. Satu-satunya “alamat” yang bisa dijangkau oleh paket adalah kantor pos yang di Pulau Rupat hanya terdapat di Batu Panjang, Ibu Kota Kecamatan Rupat Selatan. Rangga (dan Roy, PM yang ada di Kec. Rupat Selatan) mengambilnya dengan naik speed boat. Dibutuhkan waktu lebih dari satu jam dan biaya mendekati Rp 100.000,00 per orang (silahkan kalikan dua untuk menghitung perjalanan pergi-pulang). Episode ini menjadi salah satu kejadian heroik karena angin sedang kencang dan speed boat berpotensi terbalik. Tidak hanya sekali kejadian semacam ini di sekitar Rupat-Bengkalis dan tidak sedikit pula korban yang berjatuhan. Syukurlah mereka selamat. Saya, ditemani seorang guru, menempuh perjalanan sekira satu jam dengan sepeda motor (terima kasih TVS atas sumbangan motornya. Sangat membantu, memperlancar kegiatan kami) menuju tempat Roy dan Rangga untuk mengambil soal dan lembar jawab OSK. Sedangkan Pipit (Desa Kadur) dan Nesia (Desa Teluk Rhu) mengambil soal dan lembar jawab ke tempat Roy sehari sebelum saya. Mereka membutuhkan perjuangan lebih berat dibanding saya karena membutuhkan waktu lebih dari satu setengah jam dengan TVS yang harus melewati jalan tanah dan harus pula menyebrang sungai dengan rakit (tentu saja TVS mereka juga ikut naik-di Rupat ada tiga TVS Neo!). Tidak ada persiapan yang berarti. Tidak ada pendaftaran layaknya sebuah lomba. Hanya saja, sekitar sepuluh hari sebelum hari-H, saya sudah sampaikan di hadapan rapat guru tentang peluang untuk mengadakan OSK di sekolah. Semua menyambut positif apalagi setelah saya beri garansi bahwa saya yang akan mengurus semuanya. Level 1, yang diperuntukan kelas 1 dan 2, hanya diikuti oleh empat peserta. Semuanya kelas 2. Itu hasil seleksi Bu Ida, wali kelas 2. Kelas 1? Saat ini tidak memungkinkan karena untuk membaca saja belum maksimal. Fakta ini juga bisa menjawab mengapa dari kelas 2 pun hanya ada empat peserta. Level 2 (kelas 3 dan kelas 4) diikuti tidak kurang dari 20 peserta dengan peserta berimbang dari dua kelas. Untuk Level 3 (kelas 5 dan kelas 6) serupa dengan Level 2. Tidak ada persiapan apapun bagi anak-anak. Latihan soal sebelumnya juga tidak pernah saya lakukan. Paling mungkin ketika anak-anak meminjam Kuark dan melihat soal-soal tahun lalu. Tibalah saat pelaksanaan. Level 1, tentu saja, hanya menggunakan satu ruang. Sedangkan Level 2 dan Level 3 masing-masing menggunakan dua ruang. Wali kelas masing-masing, dibantu dengan guru yang lain yang menjadi pengawas. Saya sendiri bertugas sebagai seksi sibuk. Mengunjungi kelas demi kelas memastikan semua berjalan dengan baik. Puluhan menit awal dihabiskan hanya untuk mengisi identitas pada lembar jawab. Mengisi identitas dengan pensil 2B, dengan menghitamkan lingkaran bulat, adalah pengalaman mayoritas anak-anak. Hanya kelas 6 yang pernah melakukannya, itupun dengan sedikit perbedaan. Pada saat try out (format mencontoh UASBN), identitas pada lembar jawab tidaklah dihitamkan, tetapi cukup dengan disilang. Kami, kepala sekolah dan semua guru, tidak memiliki pengharapan apapun terhadap hasil dari OSK. Satu-satunya pengharapan kami adalah bahwa anak-anak pernah memiliki pengalaman berlomba dan itu tentu bagus untuk mental mereka. Selain itu, saya memang memberikan motivasi bahwa apabila mereka bisa menembus babak final, mereka akan berangkat ke Jakarta. Tentu, Jakarta adalah “dunia sana” yang sangat jauh dan tak terjangkau. Dan bisa jadi “Jakarta” mulai saat itu menjadi sebuah mimpi tersendiri. Lomba berakhir dan saya membereskan kelengkapan administratif untuk dikirim ke Jakarta. Selesai. Dan tugas saya untuk menyelenggarakan OSK benar-benar sudah selesai. Sayapun kembali ke rutinitas semula. Seperti biasa, setiap Jumat saya menyebrang untuk sholat Jumat. Begitu pula dengan Jumat (25/3) kemarin. Namun kali ini lain. Tidak seperti biasanya, selepas sholat saya langsung menyebrang untuk pulang ke Hutan Samak, kali ini saya memilih untuk menginap. Saya menginap di rumah Wildan (PM yang mengajar di SD N 8 Titi Akar). Selepas sholat Isya, Wildan-yang memiliki akses internet dengan hp-membuka grup facebook Pengajar Muda. Rupanya Rangga telah memposting sebuah berita besar: 99 siswa dari Kabupaten Bengkalis (semuanya dari sekolah yang ditempati PM) lolos ke OSK babak kedua! Dan kehebohanpun dimulai. Kami, saya dan Wildan, langsung menelpon Roy (yang pada saat itu Rangga juga sedang bersamanya) untuk memastikan berita itu. Dan benar! Berapa peserta dari Hutan Samak? DELAPAN orang! Level 1 diwakili oleh Leni Lestari (Kelas 2). Level 2 diwakili oleh enam orang. Tiga dari kelas 3 (Merisa Trisnawati, Yuti, dan Ririn Handayani) dan tiga selebihnya diwakili oleh kelas 4 (Andi Saputra, Depi, dan Ayang). Sementara Level 3 diwakili oleh Rini (Kelas 6). Satu hal lagi yang sangat menggembirakan. Delapan anak-anak saya itu semuanya adalah Suku Akit, yang selama ini dianggap suku yang terbelakang, bodoh dan stempel negatif lainnya. Mereka berdelapan sekarang bisa mejadi juru bicara bahwa Hutan Samak yang sedikit terkunci secara geografis ternyata juga memiliki potensi. Dan delapan orang ini sekarang memiliki peluang untuk ke Jakarta, sebuah tempat di “sana”. Di Pulau Rupat, jumlah murid saya yang lolos hanya dikalahkan oleh sekolah Wildan (16 orang). Sementara Roy (SD N 28 Pangkalan Nyirih) meloloskan lima peserta. Nesia (SD N 3 Teluk Rhu) mengirim tiga peserta dan Pipit (SD N 6 Kadur) mengirim satu peserta. Sementara itu, karena satu dan lain hal, sekolah Rangga (SD N 6 Sungai Cingam) tidak megnikuti OSK. Tentu banyak sedikit peserta yang lolos tidak bisa secarea mutlak dikaitkan dengan prestasi sekolah. Karena yang perlu dicatat juga adalah berapa sekolah-sekolah itu mengirim siswa-siswinya untuk mengikuti babak I OSK. Saya, malam itu juga, langsung ke rumah Pak Azhar, kepala sekolah (Beliau tinggal di Titi Akar dan konsukuensinya, setiap hari harus menyebrang ke Hutan Samak) dan menceritakan keberhasilan anak-anak. Tentu beliau juga menyambut dengan gembira dan, seperti halnya saya, butuh beberapa detik untuk pada akhirnya mempercayai kabar ini. Sekarang anak-anak bisa menatap Jakarta. Memang, mereka masih harus melewati satu babak lagi. Namun, apapun hasilnya, mereka telah membuat Hutan Samak bangga. Tidak hanya itu, mereka dan siswa lain yang berjumlah 99 orang, membuat Bengkalis bangga. Salute! salam hangat dari Rupat, Salam Pengajar Muda!

Cerita Lainnya

Lihat Semua