Janda tak Berlaki

Agus Rachmanto 16 Mei 2011
Di mana-mana memang janda tak berlaki. Janda sendiri adalah istilah bagi perempuan yang berpisah dengan suaminya. Bisa karena bercerai atau suami meninggal. Sedangkan istilah suami merujuk pada laki-laki yang telah memiliki ikatan pernikahan dengan perempuan. Sedangkan istilah pernikahan (dalah bahasa perundang-undangan lebih dikenal dengan perkawinan) adalah prosesi janji suci sehidup semati antara sepasang manusia. Pada umumnya berjenis kelamin berbeda, heteroseksual. Yang laki-laki disebut dengan istilah suami sedangkan yang perempuan dikenal dengan istilah istri. Itu pada umumnya. Yang tidak umum adalah pernikahan sesama jenis, baik antara sesama lelaki ataupun sesama perempuan. Ketidak-umuman ini misalnya di Indonesia dan bangsa-bangsa “timur” lainnya. Dan bukan menjadi “tidak umum” di beberapa negara, sebut saja the Netherland atawa Holand, Londho, Belanda, Kompeni atau apapun sebutan lainnya. Kakek dari pihak Ibu Irfan Bachdim dari sana. Nah, ketika pernikahan sesama jenis ini terjadi, tentu menjadi hak preogratif bagi pasangan yang bersanggkutan untuk menentukan mana sebagai “suami” dan mana sebagai “istri”. Peran sebagai suami dan atau istri bisa kita lihat dari dua sudut. Pertama dari segi kodrati dan kedua dari aspek sosial budaya. Bagi kalangan pegiat keseteraan gender, gender mainstreaming atau apapun namanya, yang pertama saya sebut lebih dikenal sebagai “sex” yang sampai Dajjal turun takkan bisa diganti (kalaupun ada yang diganti, tetap melalui proses ribet dan takkan bisa seratus persen. Contoh di Indonesia adalah Dorce Gamalama, host Dorce Show-itu di tv mana? Masih ada?). sedangkan yang saya sebut kedua lebih dikenal dengan istilah “gender” yaitu fungsi dan etika umum di masyarakat. Saya lebih sepakat menyebut mereka yang melakukan operasi ganti jenis kelamin dengan “transexual” dibanding “transgender”. Kan yang dioperasi-maaf-kelaminnya, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan “sex”. Btw, tahukah kalian negara mana yang paling banyak melakukan transexual? Ya, benar: Thailand! Dan yang kedua? Semoga sampeyan nggak terkejut: Iran! Itu kata Agustinus Wibowo, penulis Selimut Debu. Agustinus adalah orang yang telah menjelajah berbagai negara. Di Iran, hubungan sesama jenis diharamkan tetapi berganti jenis kelamin dibolehkan. Dan orang yang melakukan operasi kelamin dianggap “terlahir kembali”. Nah, menyusui adalah kodrati seorang perempuan karena hanya perempuan yang diberi berkah air susu oleh Tuhan. Laki-laki? Takade do, o[r]ang Melayu cakap. Tetapi menyapu lantai, khususnya di kalangan masyarakat Jawa, menjadi tugas perempuan. Nah, hal macam inilah yang bisa dialih tugaskan ke laki-laki. Tergantung kesepakatan antara kedua pihak. Eh, sampai mana kita tadi? Oh ya, perempuan yang telah menikah itu tadi, apabila diceraikan oleh suami atau suami meninggal, maka ia disebut dengan istilah “janda”. Dan memang berarti janda itu ya tak berlaki. Titik. Bagaimana dengan istilah “janda tak berlaki”? Begini ceritanya. Ada fenomena menarik di Hutan Samak. Mengapa saya sebut sebagai fenomena? Karena apa yang saya lihat lebih dari satu. Si fulanah adalah seorang perempuan yang telah matang dan kemudian saya baru tahu bahwa ia telah memiliki seorang anak. Tentu bersuami. Itu anggapan saya. Tapi ternyata anggapan saya salah. Apa ia telah menjadi janda karena ditinggal suami meninggal? Atau diceraikan (atau bercerai?). Tidak. Dan itulah yang dikenal dengan “janda tak berlaki”. Dan sepertinya hal semacam ini bukan hal yang “aneh” di Hutan Samak khususnya bagi masyarakat Akit. Ada yang jelas si ayah jabang bayi namun ada yang samar-samar juga siapa sebenarnya si ayah. Tentu saja karena lebih dari satu lelaki. Begitu cerita “janda tak berlaki”...... Salam hangat dari Rupat, Salam Pengajar Muda!

Cerita Lainnya

Lihat Semua