Sayap-Sayap Cinta (Bagian 2)

Agus Arifin 27 Juli 2012

              Harus kuakui, bahwa rasa rinduku kepada anak-anak semakin tak tertahankan setelah lebih dari dua minggu tak bertemu mereka. Kebahagiaan terpancar dari wajahku karena sebentar lagi aku akan kembali dapat melihat wajah polos mereka. Bercengkrama, tertawa dan bermain bersama mereka. Ah, aku sudah tak sabar menanti moment itu, hingga perjalanan ini terasa begitu lama. Terang saja, setelah naik pesawat selama 2 jam dari Surabaya ke Makassar. Aku harus menempuh perjalanan darat sekitar 9 jam untuk sampai di kecamatan tempatku bertugas. Setelah itu, aku pun harus naik ojek sekitar 30 menit untuk masuk ke pedalaman, tempat tinggalku. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 03.00 WITA (dini hari), Sepertinya sesuatu yang buruk telah terjadi pada bus yang aku tumpangi. Sementara posisi bus sekarang masih ada di Pare-Pare (masih jauh sekali dari Majene). Bus pun berhenti sangat lama tanpa ada pemberitahuan yang jelas kepada para penumpang. Ruangan bus yang tadinya dingin oleh AC, kini mulai terasa panas, hingga membuat gerah siapapun yang ada di dalamnya. Aku yang mulai tak tahan dengan suasana panas itu, memutuskan untuk keluar mencari angin segar. Di luar sana, tampak beberapa lelaki setengah baya sedang menghisap putung rokok yang ada di tangannya. Sementara di  busbagian belakang, tampak tiga orang lelaki sedang memperbaiki mesin bus. Mereka adalah pak sopir dan dua kernetnya. Aku penasaran dengan apa yang terjadi. Aku pun memberanikan bertanya kepada mereka untuk mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.

“Maaf pak, kenapa ya koq bus nya berhenti?” tanyaku penasaran

“Ini ki’, rem nya tidak bagus..harus di ganti...tapi malam-malam begini semua toko sudah tutupmi, jadi susah kita mencarinya...” jawabnya kah dengan logat mandar sembari tetap mengutak atik mesin bus.

“Jadi...?” tanyaku semakin penasaran

“ Jadi kita tunggumi bus yang dari Toraja..” jawabnya meyakinkan.

“Duh Gusti, ujian apa lagi ini ? cukup banyak ujian kesabaran yang kuhadapi hari ini. Mulai dari penipuan oleh tukang taksi, barang bawaan yang ketinggalan di taksi, harus menunggu 7 jam untuk keberangkatan bus sampai dengan saat ini, menunggu lagi karena bus yang kutumpangi mogok hingga tak jelas kapan akan berakhir. Aku hanya bisa mengelus dada. “sabar Rif...sabar....semua pasti ada hikmahnya...:)

                Setelah menunggu lebih dari 2 jam, akhirnya bus pengganti yang ditunggu-tunggu pun datang. Semua penumpang, dengan sangat cekatan langsung berpindah ke bus tersebut dengan membawa barang masing-masing. Aku pun lega, karena perjalanan dapat dilanjutkan dan aku pun akan segera bertemu dengan murid-muridku tercinta. Sugiono, Arif, Rudi, Harianto, Arman, Elma, Gocik, Sumirah, Risma, Sahrul, Aldi, Solim, Suliwa, Kiran, Nursaiba, Memi, Panji dan masih banyak lagi yang lainnya (cukuplah aku yang tau nama-nama semua muridku )...Sungguh aku rindu kalian semua. Rindu serindu-rindunya...:)

                Tepat jam 8 pagi, aku pun sampai di jalan poros kecamatan tempat tinggalku. Di sana telah menunggu sosok lelaki setengah baya, dengan jaket dan kain jarik (baca: kain batik Jawa) yang menempel di badannya. Ya, laki-laki itu adalah apak angkatku. Rupanya, beliau dan motor kesayangannya telah meningguku sejak pukul 5 dinihari di sini. Oh, betapa kasihannnya beliau. Gara-gara tidak adanya sinyal  HP, akhirnya beliau pun menjadi korban keterlambatanku. Kusapa beliau dengan senyuman tulusku dan kucium tangannya sebagai tanda penghormatanku kepadanya. Setelah bertanya kabar, tanpa banyak babibu, aku pun langsung naik di atas motor dan meminta bapak untuk membawaku ke dalam (Baca: pedalaman). Disepanjang perjalanan aku lebih banyak bertanya kepada bapak angkatku, khususnya tentang perkembangan anak-anak. Alhamdulillah ternyata anak-anak baik-baik saja. Kata bapak, selama aku pulang ke Jawa, mereka tetap rajin mengaji dan sholat 5 waktu. Syukurlah. ..Aku pun senang bukan kepalang saat mendengarnya, karena memang itulah yang kuharapkan.

                Roda motor terus berputar melewati hutan dengan jalanan terjal, mengantarkanku semakin mendekati perkampungan. Entah kenapa jantungku berdegup kencang, rasanya hampir sama dengan saat pertama kali aku datang ke kampung ini. Bedanya adalah, saat ini aku menyimpan kerinduan yang sangat besar kepada anak-anak, sementara dulu aku sama sekali tak mengenal anak-anak itu. Sehingga rasa rindu itu belum menghinggapiku sedikitpun. Dari sini aku mulai mengerti, bahwa waktu ternyata telah melahirkan Cinta, sementara Cintalah yang membuat segala sesuatunya sangat berbeda untuk di rasa. Dengan Cinta, semuanya menjadi indah untuk dinikmati atau bahkan hanya dipendam sekalipun. Itulah keajaiban Cinta.

               Degup di dadaku semakin kencang. Aku mencoba menenangkannya, tapi tak jua mampu. Laju motor dapat semakin kencang disebakan jalanan yang semakin rata. Dengan kata lain jarak yang harus ditempuh untuk sampai ke kampung juga semakin dekat. Bahkan tak lama kemudian aku telah berada di ujung kampung. Hanya dalam hitungan detik aku dan bapak angkatku telah memasuki perkampungan. Suasana di ujung kampung begitu sepi. Aku bertanya-tanya. “Ada apa sebenarnya ini? Biasanya di ujung kampung sini, cukup ramai dengan anak-anak (Heri, Bambang, Sumirah, Suarman, Alif dan Eki) yang selalu menyapaku ketika aku hendak pergi keluar dusun atau datang dari ibu kota kabupaten. Aneh, mereka semua tak ada di sini. Sepi, benar-benar sepi. Seolah tak peduli dengan rasa penasaran yang kuhadapi, bapak angkatku tetap tenang melajukan motornya untuk membawaku ke rumah. Setelah sampai di tikungan menuju rumah tempat tinggal kami, alangkah terkejutnya aku, disana telah berkumpul semua warga (anak-anak, muda-mudi, orang tua) berdiri menyambut kedatanganku sambil berteriak dan bertepuk tangan meriah bak artis boy band yang baru saja naik panggung saat menggelar mega konser :)... “ Horeeeeeee Sule Pak Ariiiiiif... (Horeeeee datang pak Ariiif...)” sembari betepuk tangan bahagia dan melompat-lombat kegirangan, mirip orang yang baru saja menang togel :). Aku takjub bukan kepalang. Aku jadi salah tingkah namun haru dan bahagia saat itu. Aku tak dapat berkata apa-apa sampai-sampai bulu kuduku merinding. Aku hanya bisa melambaikan tanganku sembari menyembulkan senyum termanis yang kumiliki untuk mereka. Subhanallah...inikah Sayap-Sayap Cinta itu...kini ia sudah mengembang dan mengepak luar biasa. Terimakasih Allah...atas Cinta yang telah kau anegerahkan kepadaku...Ar-Rahman Ar-Rohim..Mu telah membuka mataku dan menyakinkanku bahwa Cinta mampu meng-Indahkan siapapun yang membawanya...bahwa Cinta akan membuat semangat siapapun begejolak...karena Cinta bukanlah kata benda melainkan kata Kerja yang akan melahirkan perbedaan dan persamaan yang luar biasa.

Catatan AGUS ARIFIN

Pengajar Muda Kabupaten Majene

Sulawesi Barat..

Jauh dari Sinyal HP dan Sungai Sebagai kamar mandi

Tetap Tersenyum Menikmati.....

 

NB: Ki’ artinya mas/mbak...

.


Cerita Lainnya

Lihat Semua