Prahara Di Tengah desa
Agus Arifin 12 Mei 2012Senin, 1 Mei 2012
Dua hari ini, warga dusun Tatibajo sedikit disibukkan oleh perlombaan tarik tambang tingkat desa yang diadakan oleh mahasiswa KKN dari salah satu perguruan tinggi swasta di kabupaten Mamuju (Ibukota propinsi Sulawesi Barat). Dalam babak penyisihan kemarin, dua tim putra dan dua putri Tatibajo berhasil mengalahkan lawan-lawannya dan melaju ke babak 8 Besar. Tak heran jika lomba tarik tambang selalu mnempati rating teratas topik pembicaraan warga di kampung melebihi cerita Pandawa Tutur Tinular yang biasanya ramai diceritakan oleh warga ketika usai menonton. Keberhasilan warga Tatibajo menyingkirkan lawan-lawannya, sebenarnya sudah kuprediksi sejak awal. Bagaimana tidak, warga Tatibajo yang keseharian memikul batu, ngangkut balok kayu, mengangkat hasil kebun dengan jarak kiloan meter, pastilah memiliki otot yang sangat kuat untuk menghempaskan lawan-lawannya. Terbukti pada saat babak penyisihan kemarin, tim tarik tambang putri Tatibajo yang didominasi oleh ibu-ibu berbadan besar dan kekar, mampu menang hanya dengan sekali hempasan melawan ibu-ibu dari petugas kesehatan (Puskesmas).
Sementara untuk bapak-bapaknya (Tim Tatibajo Putra) juga tak mau kalah, mereka berhasil mengalahkan tim dusun Salutambung juga hanya dengan sekali hempasan saja. Pertandingan itu terlihat tak imbang, bagai kuda yang berlomba lari melawan keledai. Yang satu berotot kuat dan berbadan kekar, sementara tim yang satu lagi berbadan kurus hingga merlihatkan tulang belulangnya. Namun adapula yang gemuk, tapi tak bertenaga alias loyo.
Sampai hari kedua, perlombaan tarik tambang masih berlangsung seru. Sorakan penyemangat yang langsung diikuti teriakan kemenangan terdengar membahana ke seluruh penjuru desa khususnya di lapangan desa saat itu. Bahkan tim yang menang, tak segan-segan untuk berjoget ria merayakan kemenangan mereka. Termasuk mamak Syarif. Ibu dari muridku ‘Syarif’ ini langsung berjoged ria meski badannya tak bisa dikatakan langsing, hanya untuk merayakan kemenangan di babak semi final yang akhirnya mengantarkan timnya (Tatibajo Putri) ke final. Semua mata yang melihatnya sontak tertawa lepas, hingga membuat suasana lapangan riuh penuh suka cita.
“Benar-benar menghibur”fikirku. Tak hanya berhenti sampai di situ, aksi mamak Syarif kembali di ulang ketika 2 tim Tatibajo putra berhasil melibas lawan-lawannya dan memastikan diri masuk ke babak semi final. Kali ini tidak tanggung-tanggung, mamak Syarif tanpa malu-malu melakukan joged India lengkap dengan goyongan pinggulnya yang lagi-lagi sulit untuk dikatakan langsing J. Tawa lepas yang sedari tadi mulai reda, meledak kembali, hingga membuat lapangan kembali riuh dan tak menyisakan sedikitpun waktu untuk sepi.
Tawa, keceriaan dan lelucon yang ada rupanya tak mampu membuat semua yang hadir diperlombaan itu menyadari bahwa perlombaan ini diadakan hanya sekedar untuk hiburan dan meningkatkan kebersamaan diantara warga desa. Sehingga kalah menang bukanlah masalah asalkan kebersamaan tetap terjaga. Sayang sekali, perlombaan yang begitu seru dan sangat menghibur itu harus ternoda oleh tindakan beberapa orang provokator yang menyebabkan terjadinya keributan dan menyulut pecahnya tawuran massal antar warga dusun Tatibajo dan dusun Liba. Aku kurang tahu persis penyebab kerusuhan tersebut. Kejadian itu berlangsung begitu cepat. Diawali dengan perang mulut yang berujung pada saling pukul.
Sebenarnya saat terjadi adu mulut, semua sudah bisa diredam, namun tiba-tiba datang dua pemuda yang menjadi provokator dan langsung memukul salah seorang warga dusun Tatibajo. Alkibatnya, tawuran pun tak dapat dihindari. Sontak teriakan histeris ibu-ibu dan anak-anak pecah. Ribuan orang yang tadinya berkumpul, berhamburan menyelamatkan diri tanpa harus dikomando. Aku mencoba tetap tenang, walaupun sebenarnya tak dapat dipungkiri ada kecemasan dalam diriku kalau-kalau ada orang dusun Liba yang datang mengeroyokku karena sebelumnya akulah orang yang terlihat paling semangat memberikan dukungan kepada tim Tatibajo.
Hanya dalam waktu beberapa menit saja, kulihat beberapa warga sudah ada yang membawa senjata tajam. Diantara mereka ada yang memang sudah membawa sejak berangkat, namun ada juga yang baru saja berlari mengambil dari rumahnya. Terlihat olehku, bahwa kebanyakan diantara mereka membawa parang (sejenis golok), tapi ada juga yang membawa keris, balok pisau, kayu dan besi lancip (linggis). Suasana yang tadinya sangat bersahabat kini berubah mencekam. Teriakan histeris ketakutan tetap terdengar di sana–sini. Aku panik, aku khawatir, bukan dengan diriku sendiri, melainkan dengan keselamatan murid-muridku dan anak-anak yang saat itu sedang asik menonton perlombaan. Saat itu yang ada dalam fikiranku adalah bagaimana menyelamatkan mereka.
Syukurlah, 3 muridku yang tak bersama orang tuanya, mereka berlarian ke arahku. Sisanya, mereka sudah dibawa orang tuanya menyelamatkan diri ke rumah saudara-saudara mereka. Kulihat badan ketiga anak itu menggigil ketakutan. Mereka menangis tersengal. Sepertinya kejadian itu membuat mereka shock. Tanpa fikir panjang, aku langsung menstarter motorku dan langsung mengangkut mereka bertiga untuk kuevakuasi ke tempat yang aman. Sementara ini rumah pak Saiful (salah satu Guru SDN 27 Tatibajo), menurutku adalah tempat yang paling aman bagi mereka. Aku pun menitipkan mereka di rumah pak Saiful, sebelum akhirnya aku meluncur ke Malunda (kecamatan sebelah), untuk memberitahu pihak kepolisian bahwa telah terjadi tawuran massal di desa Salutambung Kecamatan Ulumanda.
Alhamdulillah dalam waktu tak kurang dari 30 menit, kepolisian datang lengkap dengan senjata laras panjang untuk menghentikan kerusuhan. Namun suasana mencekam tetap menyelimuti desa hingga malam menjelang. Semua warga di kedua kubu yang bertikai tampak berjaga-jaga jika sewaktu-waktu ada serangan balasan dari salah satu pihak.
Proses penyelesaian masalah ini pun berlangsung hingga larut malam melibatkan semua eleman masyarakat, termasuk diriku (Pengajar Muda) yang juga dimintai pertolongan oleh kepala desa untuk membantu menyelesaikan masalah ini. Akupun mengiyakan, dengan harapan permasalahan ini akan segera tuntas malam ini juga, karena bagaimanapun dua dusun yang bertikai masih memiliki hubungan saudara. Hingga larut malam, belum juga ada titik temu untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hingga akhirnya rapat terpaksa dipending dengan catatan semua tokoh masyarakat, perangkat desa dan orang tua menjamin untuk memastikan warganya tak melakukan tindakan-tindakan yang dapat memicu pecahnya kembali keributan.
Sementara di luar sana, beberapa polisi tampak masih berjaga-jaga lengkap dengan senjata laras panjang di tangannya. Aku berharap, semoga hari esok akan ada titik temu yang terbaik dan mengembalikan persaudaraan diantara warga yang mulai retak. Agar desa ini kembali ceria, seperti siang tadi. Agar anak-anak kembali dapat tersenyum dan tertawa lepas, bebas bermain tanpa ada rasa takut yang menghantui mereka. Semoga.... “Ya Tuhanku...limpahkanlah kasih sayang dalam hati-hati warga kampung ini dan hapuskanlah kebencian yang saat ini menguasai hati mereka, agar mereka kembali berdamai dan bersaudara (Arif).
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda