Damai dalam kontribusi, bahagia bersama panorama alam.

Agung Yansusan Sudarwin 22 Juli 2011

Traveling adalah salah satu hobi baru dan telah menjangkiti darah muda ku yang haus akan tantangan. Sungguh, melihat pemandangan alam yang indah lebih seru ketimbang melihat perempuan cantik sekelas victoria beckham dan sejenisnya. Entah ini kelainan atau prilaku abnormal yang aku idap. Dan entah kenapa, travelling sudah seperti candu bagiku (sok-sok an suka traveliing padahal ke Bali aja belum pernah). Serius, perjalananku ke beberapa tempat wisata yang murah telah membiusku untuk bisa menjelajah dunia lebih jauh lagi, maklum, pelancong kere, tapi ganteng. Ada nilai-nilai travelling yang bisa membuatku lebih kaya. (Ingin kaya? Tidak usah kerja, travelling saja). Eits jangan dulu protes, kaya disini dalam artian kaya akan ilmu, pengalaman dan kematangan diri. Ada beberapa pengalaman yang telah membuka mata hatiku ketika mengunjungi pantai di suatu tempat.

  1. Indahnya pantai tersebut telah mendamaikan hatiku dan aku semakin respect terhadap Tuhan yang menciptakan segalanya di Alam semeta ini,
  2. Beragamnya budaya dan karakter sosial telah yang ku temui di pantai tersebut telah meningkatkan kembali respect ku terhadap Tuhan dan mengingatkanku bahwa setiap manusia memiliki peluang untuk bisa menikmati karunia Tuhan
  3. Dan terakhir, indahnya pantai tersebut telah menghipnotis otak dan imanku untuk bisa berjuang melihat keindahan dunia lainnya. Sepertinya pantai tersebut berkata sesuatu dalam rupa suara desiran ombak dan kalimatnya seperti ini “Oi bapak agung yang tidak sombong, calm, pintar, baik hati dan rajin kerja bakti, kunjungilah dan seraplah hikmah kehidupan dari keindahan alam dipelosok dunia lainnya”, darah muda ku mendidih dan sontak setelah alam berbicara seperti itu, aku langsung menjawabnya dengan bahasa alam juga “Bret brot preeet (artinya Siap alamku tercinta!)”.

Setelah mendapatkan hikmah tersebut akhirnya aku memutuskan untuk tidak menjadi orang Bandung (Ibu kota Jawa Barat, sori bukan maksud meremehkan pengetahuan geografi pembaca) yang bisanya jago kandang. Ayo! Keluar dari Bandung kalo bisa dari Pulau Jawa dan lihatlah “dunia lain” (bukan alam Jin, tetapi lokasi lain di dunia nyata)! Yeaah!! Mencari hikmah kehidupan dengan berpetualang (travelling) bisa membuat hidupku jadi lebih bahagia. Tapi dalam kebahagiaan tersebut, aku ingin merasakan kedamaian. Menurutku, setiap orang yang bahagia itu belum tentu damai. Bisa dilihat sebagai contoh seperti koruptor di Indonesia mungkin bahagia ketika mampu menggondol miliaran rupiah untuk kepentingan pribadi, tapi aku yakin dia pasti tidak damai dengan keadaan tersebut. Bahagia dan damai, hmm. Seandainya kita bisa hidup bahagia dan damai dalam ketidaksempurnaan hidup. Mantap!!! Bagiku, biasanya mendapatkan kedamaian dalam ketidaksempurnaan hidup bisa terjadi jika aku bisa berkontribusi untuk orang lain maupun lingkungan. Bukan maksud untuk sok suci, beginipun juga aku hanya makhluk Tuhan yang berlumur dosa dan ingin menghapus lumuran tersebut dengan kebahagiaan orang lain yang aku perjuangkan. Ya! Damai dalam kontribusi. Kembali ke masa lalu. Di tahun 2011, setelah aku bergulat dengan tugas akhir/skripsi ku (lebih berat daripada bergulat dengan atlet smackdown sekelas “The Big Show”) akhirnya aku lulus dari kuliahku di Bandung, dan aku dihadapkan dengan pertanyaan ini “Hmmm bisa gak ya aku menemukan hidup baru sekaligus bisa membahagiakan banyak orang, bagaimana caranya ya? Pekerjaan seperti apa ya yang bisa aku lakukan agar tujuan-tujuan tersebut tercapai”. Sekali mendayung, dua pulau terlewati. Sekali bersin, dua orang termuncrati. Sekali kerja, dua tujuan terlampaui. Yaitu menemukan dunia baru dan berkontribusi. Setelah mencari kerja kesana kemari dan menolak beberapa perusahaan migas (lebih lengkapnya menolak melamar kerja ke perusahaan migas karena IPK tidak mencukupi), akhirnya aku menemukan jalan hidupku. Aku berencana bekerja sebagai pengajar muda yang mengajar di daerah terpencil dengan fasilitas yang sangat minim. Menemukan dunia baru dan berkontribusi? Naha embung? (artinya : why not baby?). Pekerjaan sebagai pengajar muda sarat akan nilai “berkontribusi dalam damai dan berbahagia bersama panorama alam”. Yaa! Setelah melihat pengumuman dibukanya seleksi pengajar muda untuk Gerakan Indonesia Mengajar di kampus, aku langsung mencoba untuk mendaftar sebagai pengajar muda. Hal yang membuat aku pesimis, ternyata seleksi masuk Indonesia Mengajar tidak semudah kita menguap ketika berada di dalam kelas matematika. Ada pengalaman yang menyebutkan bahwa ada yang tidak diterima sebagai pengajar muda, tapi keterima di perusahaan migas. Aku membayangkan bahwa seleksi Gerakan Indonesia Mengajar sangatlah KETAT sekali. Mungkin lebih “ketat” dari celana leging yang sering digunakan anak muda ketika jalan-jalan di mall dan sudah menjadi polusi visual belakangan ini. Aku yang hanya mahasiswa pembuat onar yang telat bertobat, aku hanya mantan mahasiswa yang biasa saja dalam hal akademik, aku yang sudah menjomblo untuk waktu 20 tahun, aku yang setiap kali bimbingan skripsi diomelin dosen pembimbingku, aku lelaki yang disebut ganteng hanya oleh dua orang : ibuku dan diriku sendiri (gak ada orang lain lagi, bahkan pacarku sendiri bilang kalau aku tidak ganteng). Apa yang bisa aku banggakan dari diri seorang Agung Yansusan ini? Rasa pesimisku untuk bisa lolos dari seleksi pengajar muda telah mencabik-cabik martabatku sebagai lelaki tulen. Tidak butuh waktu 16 menit, tiba-tiba pesimismeku terpatahkan ketika membayangkan apabila aku mampu bergabung bersama Gerakan Indonesia Mengajar, aku pasti memiliki kesempatan terhormat untuk bisa membuktikan sebuah pernyataan orang bijak yang berkata bahwa “Menjadi seorang juara sangatlah menyenangkan tapi menciptakan juara-juara baru jauh lebih menyenangkan”. Aku menjadi bersemangat! Baiklah, robohkan semua tembok pesimistis yang menghadang, robek semua kertas putih yang berisi keluhan-keluhan hidup! Agar darah dan dagingku semakin terbakar semangat yang luar biasa, aku pun membayangkan ketika aku mampu menciptakan juara-juara baru, pasti rasanya lebih memuaskan dibandingkan kepuasan seorang Satpol PP yang mampu menciduk belasan waria liar dan ganas sehingga Kota menjadi aman terkendali. Pasti lebih dahsyat dan luar biasa! Walaupun aku belum pernah merasakan jadi juara, Maka akan tetap aku cari kenikmatan menciptakan juara baru itu. Harus! Akhirnya tiba saat seleksi pengajar muda di Jakarta. Setiap momen ketika proses seleksi sungguh menegangkan, aku rasa ini lebih mengegangkan daripada ketika aku akan melamar calon istriku kelak. Brrrr, keringat dingin bercucuran, gigi menggelutuk, mata berkunang-kunang, lutut terasa lemas (ini lagi tegang atau penyakitan ya?). Akhirnya aku melewati proses seleksi dengan kurang optimal. Sesudah tes seleksi usai, aku mencoba untuk menghilangkan harapanku untuk bisa bergabung dengan Indonesia Mengajar, dengan tujuan agar tidak terlalu kecewa ketika diumumkan gagal masuk seleksi. Akupun berkata pada diriku sendiri “sudahlah gung, cari saja cara lain agar kau bisa mencari kebahagiaan, kedamaian dan hikmah hidup”. Mungkin Tuhan ingin memberikanku kesempatan untuk berubah ke arah yang lebih baik. Pada tanggal 4 juli 2011 ini, aku sekarang sedang menulis diatas meja kayu tua ditemani satu lilin, sunyi tanpa listrik, jalanan diluar gelap gulita dan hanya terterangi oleh sinar bintang dan bulan. Dan ketika kusadari, aku menatap lilin yang menemani malamku ini. Yaaa ini lah keadaan yang aku tunggu-tunggu sejak 2 bulan yang lalu, tinggal di tempat terpencil, tanpa listrik, dan damai dalam kesunyian. Alhamdulillaah aku sedang menjadi pengajar muda. Alhamdulillaah, Puji syukur, terima kasih Ya Allah telah memberikan kesempatan ini. Setelah menyadari bahwa aku sekarang sudah berada pada posisi yang diidamkan selama ini, aku pun selalu menyertai setiap malamku dengan do’a seperti berikut sebagai tanda syukurku. “Tuhan izinkan aku menjadi juara, juara bagi diriku sendiri yang mempu menguasai diri dari keserakahan dan kegelapan duniawi, dan izinkan aku tuhan untuk diberi kelancaran ketika akan memperjuangkan kebahagiaan orang lain”. Amin Damai dalam berkontribusi dan bahagia bersama panorama alam.


Cerita Lainnya

Lihat Semua