info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Bangga: Antoneta Palu di Depan Bupati

Agung Rangkuti 9 Desember 2016

Bangga, adalah suatu "rasa" yang diharapkan oleh semua guru terhadap muridnya. Begitu juga dengan saya. Perasaan itu saya rasakan karena beberapa momen, salah satunya adalah ketika melihat anak didik saya berani tampil di depan pejabat daerah. Bermula ketika distrik Poom akan mendapat kunjungan dinas dari Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen, untuk melihat kondisi distrik secara menyeluruh. Saya pun mendapatkan undangan langsung dari kepala distrik, beliau meminta agar saya bisa hadir dan berdiskusi mengenai segala aspek yang bisa dikembangkan di distrik Poom, aspek pendidikan salah satunya.

Berat hati saya pun terpaksa meliburkan sekolah untuk menghadiri undangan tersebut, dikarenakan kondisi saat itu hanya saya sendiri guru yang berada di sekolah. Saya menuju Poom II tempat pelaksanaan acara dengan menumpang perahu motor warga kampung. Sesampainya disana seorang ajudan protokoler dari Kabupaten meminta saya untuk “palu” atau menjadi drijen saat menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Tanah Papua. Saya pun menyanggupi permintaan tersebut. Namun sesaat kemudian mata saya menangkap salah seorang siswa saya yang paling senang jika disuruh maju untuk palu, sedang melintas tidak jauh dari saya.

Saya pun langsung berteriak memanggil siswa tersebut, “Anto… Anto… Kou sini dolo”. Antoneta Herlina Kadiwaru namanya, siswa kelas lima ini saya minta untuk palu menggantikan saya. Namun hari ini jawabannya berbeda dari hari-hari biasanya seperti di sekolah jika saya suruh palu.

“Sa tara mau palu pak guru, pamalas” Jawabnya singkat.

“Ji, kou kenapa tara mau palu?” Tanya saya dengan heran. Karena biasanya dia selalu angkat tangan saat saya menanyakan siapa yang ingin palu setiap paginya di sekolah.

“Tarada pak guru, sa malu tara pakai baju sekolah.” Jawabnya lagi.

Setelah mengetahui alasannya, saya pun langsung bergerak mencari solusi. Mencari pinjaman baju sekolah, ya itulah solusinya. Hal ini dikarena Anto panggilan siswa tersebut, tinggal di kampung sebrang dan dia datang untuk melihat bupati dengan hanya memakai baju bermain. Singkat cerita, setelah mendapatkan baju pinjaman Anto langsung bersiap-siap berganti pakaian. Setelahnya saya dan Anto langsung menghadap petugas protokoler untuk mengatakan bahwa yang akan palu bukan saya, melainkan Anto. Petugas tersebut pun memastikan bahwa Anto memang bisa palu, karena tamu yang hadir adalah Bupati beserta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Kepulauan Yapen. Petugas tersebut melihat penampilan Anto dari ujung rambut sampai kaki dan pandangannya terhenti lama ketika melihat kaki Anto.

“Adik pakai sepatu bole,” ucap petugas tersebut ketika melihat Anto yang hanya memakai sandal jepit. Sementara Anto hanya menggeleng tak berkata.

“Ah sudah tarapapa Bapak dia tidak pakai sepatu. Memang begini kondisinya anak sekolah dikampung semua kaki kosong tara pakai sepatu.” Jawabku memberikan pengertian dan memberitahu kondisi sebenarnya kepada petugas tersebut. Sampai akhirnya petugas tersebut setuju dan langsung mengajak Anto untuk gladi bersih.

Setelah penyambutan Bupati dan SKPD dengan tarian dan musik tifa, acara pun dimulai. Tibalah waktu Anto bertugas untuk palu, memandu melagukan Indonesia Raya. Dengan percaya dirinya Anto langsung mengambil aba-aba melagukan lagu Indonesia Raya.

“Hiduplah Indonesia Rayaaaa….”

Setelah itu tangannya terangkat membuat pola ketukan 4/4 dan para hadirin pun ikut menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Sementara hati saya tergetar melihat Anto mengayunkan tangan memandu lagu Indonesia Raya tanpa ada rasa canggung dan malu. Terlihat jelas rasa percaya diri darinya yang masih sangat polos. Dari keberanian Anto untuk tampil, saya yakin bahwa masih banyak lagi potensi-potensi lain yang dimiliki siswa saya disini. Pengalaman ini pun memberikan pembelajaran kepada saya bahwa kebanggaan kepada anak didik itu bukan tentang piala, bukan juga tentang menjadi juara lomba. Akan tetapi bagaimana kita melihat hal-hal sederhana yang sebenarnya penuh makna mampu menembus batas-batas kemampuan dan keberanian anak didik kita. Setelah ini, semoga semakin banyak bermunculan Anto-Anto-lainnya di sekolah kami, amin.


Cerita Lainnya

Lihat Semua